Moron

225 32 16
                                    

"Aku akan membunuhnya ..."

Malam itu, Uchiha Sarada terduduk di atas kasurnya dengan kuku-kuku jarinya yang ia gigit untuk melampiaskan rasa kesal. Sembari bergumam bahwa ia akan membunuh Uzumaki Boruto yang baru-baru ini ia beri panggilan khusus, "bajingan."

Gadis dengan manik gelap itu berniat untuk tidak tidur awalnya, tetapi semakin waktu berlalu, ia tidak dapat menahan rasa kantuk membuatnya mendekap selimut pada akhirnya.

Bahkan saking lelahnya, gadis itu tidak kunjung bangun bahkan ketika jam makan pagi yang diatur di rumah ini hampir berakhir. Karena hal ini, sang pemilik rumah, Boruto, mendatangi langsung kamar Sarada.

Lelaki dengan tinggi di atas rata-rata itu melipat tangan di depan dada, memandangi Sarada dalam diam. Sudah beberapa menit waktu berlalu tetapi Tuan Muda itu masih diam di tempatnya, entah apa yang ada di dalam kepalanya ketika tiba-tiba saja ia melangkah mendekat.

Lututnya menginjak kasur, sementara satu tangannya bersandar tepat di samping telinga Sarada, menumpu badan dan menatap gadis itu tepat di depan wajah.

"Mhm ...."

Sarada menggeliat lucu ketika merasakan tangan Boruto yang menyentuh pinggang berbalut gaun tidur miliknya. Pemandangan di mana gadis ini memejamkan mata dan bernafas dengan tenang, sejujurnya manis, bahkan Boruto mengakuinya.

Tetapi pemandangan ini hanya terjadi dalam singkat, karena ketika Sarada perlahan-lahan membuka mata, gadis itu hampir melompat karena terkejut dengan kehadiran Boruto di atas tubuhnya.

Seenaknya sekali manusia ini, mentang-mentang rumah yang seperti istana ini adalah miliknya.

"Bangunlah, kau akan sarapan bersamaku."

Sarada mendelik mendengarnya. Gadis itu mengusap kedua matanya dengan punggung tangan tetapi tidak mendorong Boruto untuk menjauh. "Kenapa aku harus menurutimu?" Balasnya acuh.

"Karena kau milikku," begitu juga Boruto menanggapi dengan tanpa beban, senyum tipis pada bibirnya terlihat jelas sekali mengejek.

Perlahan Sarada menurunkan tangannya dari wajah, mata gadis itu menatap Boruto penuh rasa muak. "Jangan perlakukan aku seperti barang ... Brengsek."

"Kau memberontak bahkan ketika kau tidak memiliki apa pun, 'ku akui mentalitas Uchiha luar biasa." Boruto terkekeh. "Tetapi cepat atau lambat kau harus menerima kenyataan," ucapnya, menaruh jarinya pada dahi Sarada dan sedikit menekannya.

"Tanamkan di kepalamu, bahwa kau tidak dapat melakukan apa pun," lanjutnya, menekan setiap kata.

Perlahan jari Boruto yang semula menyentuh dahi Sarada turun, menelusuri wajah gadis itu hingga sampai pada bibir. Sementara gadis yang sempat terdiam menatapnya itu kini menepis tangannya menjauh dan mengalihkan pandangan.

Muak dan tidak ingin menatap wajah Boruto lagi, tetapi dari sisi lelaki itu sendiri, ia justru merasa bahwa posisi Sarada yang menoleh ke samping membuat gadis itu lebih 'attractive' karena memberikan pemandangan bagus untuk matanya.

"Kau tidak dapat melakukan ini padaku. Mengurung orang asing seperti ini ... Negara ini memiliki hukum," gumam Sarada.

Boruto yang mendengarnya tertawa, lelaki itu semakin mendekatkan wajah dan meninggalkan sebuah kecupan lamat pada pelipis Sarada, masih dengan sisa tawa kecilnya. Membuat gadis yang diperlakukan seperti itu melebarkan mata.

"Sejak kapan kau menyembah hukum?"

Suara tawa manis lelaki itu terdengar jelas memasuki telinga Sarada di dalam jarak sedekat ini.

"Lagipula, apa kau lupa?" Boruto bangkit dari posisinya, ia membuka sebuah map yang sebelumnya ia taruh di atas nakas dan mengeluarkan selembar surat perjanjian dari sana.

Queen Disaster {BORUSARA}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang