Kemunculan Sang Bulan

27 17 4
                                    


VOTE

FOLLOW

KOMEN

"Rasa penasaran yang melampaui batas dapat menjerumuskan mu ke dalam jurang tak berujung, menjanjikan misteri namun membawa kehampaan."—SB

Malam itu, langit tampak lebih gelap dari biasanya. Bulan purnama menggantung di atas horizon, cahayanya memancar tajam, membuat malam yang seharusnya sunyi terasa penuh dengan misteri. Angin dingin yang menusuk tulang berhembus, seolah-olah ingin mengabarkan sesuatu. Aldi, yang berdiri di tepi hutan kecil di pinggiran kota, merapatkan jaketnya. Meski malam itu dingin, perasaan aneh membuat tubuhnya terasa panas. 

"Aldi, kamu yakin ini tempatnya?" suara Nayla terdengar ragu dari belakangnya. Dia memeluk tubuhnya sendiri, pandangannya penuh dengan kebingungan.

Aldi mengangguk pelan, matanya terus menatap ke arah hutan. "Iya, ini yang mereka bilang. Setiap bulan purnama, dia muncul di sini. Di tengah hutan ini."

"Aku nggak ngerti kenapa kamu begitu penasaran. Ini cuma legenda desa. Sang Bulan? Serius?" Nayla menggeleng, merasa ini semua hanyalah buang-buang waktu.

Aldi mendesah, "Aku cuma ingin tahu. Semua orang bicara soal dia. Kenapa kita nggak lihat sendiri?"

Mereka berdua mulai melangkah lebih dalam ke dalam hutan. Suasana menjadi lebih mencekam dengan setiap langkah yang mereka ambil. Pohon-pohon menjulang tinggi, menciptakan bayangan panjang yang meliuk-liuk di bawah sinar bulan. Di antara desiran angin, terdengar suara-suara samar yang entah datang dari mana, membuat Nayla semakin merapat pada Aldi.

“Ini gila,” gumam Nayla pelan, matanya berkeliling waspada.

Tiba-tiba, di tengah heningnya malam, terdengar suara gemerisik. Aldi dan Nayla berhenti. Di depan mereka, di tengah-tengah cahaya bulan yang menembus pepohonan, terlihat sosok samar. Seorang gadis berdiri dengan tenang, rambut peraknya berkilau di bawah cahaya bulan. Wajahnya terlihat pucat, hampir seperti boneka porselen, dengan mata biru pucat yang bersinar lembut. Gaunnya panjang, mengalir seperti kabut yang menyelimuti malam.

Nayla tersentak, matanya membesar. "Itu... itu dia!" bisiknya.

Aldi terpaku. Dia tahu siapa gadis itu. Luna, Sang Bulan. Sosok misterius yang hanya muncul saat purnama. Setiap orang di desa mengenal kisahnya, namun tidak ada yang benar-benar pernah melihatnya. Kecuali orang-orang yang mengatakan hidup mereka berubah setelah bertemu dengannya.

Luna menatap mereka berdua dengan tenang, langkahnya ringan seolah dia melayang di atas tanah. "Kalian datang untuk mencari kebenaran?" suaranya pelan, namun jelas, seolah-olah angin membawanya langsung ke telinga mereka.

Aldi menelan ludah, merasa tenggorokannya kering. "Kamu... kamu Luna, Sang Bulan?" tanyanya terbata-bata.

Luna hanya mengangguk pelan. "Ya, aku Luna. Penguasa malam yang terikat pada cahaya bulan. Hanya bila bulan mengizinkan maka aku akan muncul di tempat ini."

Nayla memandangnya dengan waspada. "Kamu... kamu makhluk apa sebenarnya?"

Luna tersenyum tipis, senyumnya mengandung kesedihan yang dalam. "Aku bukan makhluk, aku adalah kutukan. Terikat oleh bulan, kekuatan dan takdirku tergantung pada siklusnya. Aku bisa memberi harapan atau mengambilnya. Semua tergantung pada pilihan yang kalian buat."

Aldi melangkah maju, keberaniannya tumbuh dari rasa penasaran yang tak terelakkan. "Jadi, semua legenda tentangmu benar? Kamu bisa... mengubah nasib seseorang?"

Luna menatapnya dengan sorot mata dalam. "Setiap orang yang datang padaku, selalu menginginkan sesuatu. Tetapi setiap keinginan datang dengan harga yang harus dibayar. Kalian mungkin mendapatkan apa yang kalian inginkan, tetapi konsekuensinya tidak selalu seperti yang kalian bayangkan."

Nayla mundur sedikit, merasakan aura dingin yang memancar dari Luna. "Jadi, semua yang kamu tawarkan berbahaya?"

"Semua hal di dunia ini memiliki harga," jawab Luna dengan suara lembut. "Kekuatan bulan memberiku kemampuan untuk melihat masa depan, mengubah nasib, tapi aku tidak bisa mengendalikan hasil akhirnya. Nasib adalah permainan yang berbahaya. Kalian mungkin mendapatkan apa yang kalian inginkan, tetapi apakah itu benar-benar yang terbaik untuk kalian?"

Aldi menatap Luna dengan campuran kekaguman dan ketakutan. "Lalu, kenapa kamu terkutuk? Apa yang terjadi padamu?"

Luna terdiam sejenak, seolah mengingat masa lalu yang jauh dan menyakitkan. "Dulu aku hanyalah seorang gadis biasa. Aku hidup di dunia yang berbeda, penuh dengan cinta dan cahaya. Tapi sebuah kesalahan besar menghancurkan segalanya. Aku memohon pada bulan untuk memperbaiki kesalahanku, dan sebagai gantinya... aku diikat padanya. Kini, setiap bulan purnama, aku muncul. Menunggu mereka yang berani datang padaku untuk meminta sesuatu."

Nayla tertegun, merasa simpati terhadap Luna. "Jadi kamu sendiri sebenarnya nggak bebas?"

Luna mengangguk. "Tidak ada kebebasan dalam kutukan. Sama seperti bulan yang terus berputar mengelilingi bumi, aku terikat oleh siklus ini. Tapi kalian... kalian masih punya pilihan."

Aldi dan Nayla saling memandang. Di hadapan mereka, berdiri sosok yang legendaris dan penuh misteri, namun juga rapuh dan terjebak dalam takdir yang tak bisa diubah.

"Apa yang kamu inginkan dari kami?" tanya Aldi pelan.

Luna tersenyum lagi, kali ini lebih lembut. "Aku tidak menginginkan apapun dari kalian. Hanya saja, kalian harus berhati-hati dengan apa yang kalian inginkan. Setiap permintaan memiliki konsekuensi. Pikirkan baik-baik sebelum kalian meminta sesuatu padaku."

Malam terus berlanjut, bulan purnama bersinar terang di atas kepala mereka, seolah-olah mengawasi percakapan itu. Di bawah sinar bulan, Luna berdiri seperti bayangan, sebuah simbol kekuatan yang terikat oleh nasib dan waktu.

"Aku menunggumu di bawah cahaya bulan," bisik Luna sebelum dia perlahan menghilang, meninggalkan Aldi dan Nayla dengan pikiran yang penuh kebingungan dan pertanyaan yang belum terjawab.

#####

sedikit dulu

kalau rame aku banyakin

follow:

tiktok: manusia gabut
Instagram: jeziaqar
dan follow juga akun wattpad ku ini serta beri vote dan komen di setiap bab atau cerita yang aku bikin.

Sang BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang