•
VOTE
•
FOLLOW
•
KOMEN
•"Cahaya dan kegelapan adalah musuh abadi, saling bertarung dalam pertempuran tanpa akhir."—SB
######
Nayla tidak lagi tersenyum seperti sebelumnya. Sejak insiden di kantin, seluruh murid disekolah mulai menjauh darinya. Teman-teman yang sebelumnya mendekatinya dengan pujian, kini berbisik di belakangnya. Bisikan itu berubah menjadi fitnah dan gosip yang semakin lama semakin kejam. Nayla menjadi kambing hitam atas hal-hal yang bahkan tidak pernah dia lakukan.
Aldi, yang selama ini tetap berada di sisinya, merasakan beban itu semakin berat. Nayla semakin tertutup, jarang berbicara, dan sering menghindari keramaian. Dia seperti bayangan dari dirinya yang dulu. Sekali lagi, Aldi mencoba berbicara dengannya di taman sekolah yang sepi.
“Nayla, kamu nggak bisa terus-terusan kayak gini,” kata Aldi pelan, suaranya penuh kekhawatiran. “Kamu harus bicara sama Luna lagi. Minta dia untuk mengakhiri ini.”
Nayla menunduk, matanya penuh kesedihan. “Aku sudah bicara sama dia, Aldi. Tapi Luna... dia bilang semuanya sudah tidak bisa diubah. Katanya, aku sudah terjebak dalam nasib ini.”
Aldi mengerutkan dahi. “Nggak mungkin. Harus ada cara lain.”
Nayla menggigit bibirnya, suaranya bergetar. “Kamu nggak ngerti, Aldi. Luna bukan makhluk biasa. Aku merasa seperti ada yang lebih besar yang sedang dia sembunyikan.”
Aldi menatap Nayla dengan mata yang penuh pertanyaan. “Apa maksudmu?”
Nayla menarik napas dalam-dalam. “Aku rasa Luna bukan hanya pengendali nasib. Dia mungkin terlibat dalam sesuatu yang lebih gelap. Sesuatu yang jauh lebih besar dari yang kita bayangkan.”
Aldi terdiam sejenak, mencoba memproses semua itu. Dia tahu Luna bukan makhluk biasa, tapi dia tidak pernah menyangka ada sisi yang lebih berbahaya dari dirinya. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya, yang selama ini dia abaikan
'Siapa sebenarnya Luna?'
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan pembicaraan, sebuah pesan masuk ke ponsel Nayla. Pesan itu dari salah satu temannya—atau lebih tepatnya, bekas temannya—yang mengundangnya ke sebuah pesta malam itu. Nayla yang bingung dan marah memutuskan untuk datang, meskipun Aldi berusaha mencegahnya.
“Jangan pergi. Aku nggak yakin ini ide bagus,” kata Aldi, merasakan firasat buruk.
“Aku harus pergi, Aldi. Aku nggak bisa terus bersembunyi,” jawab Nayla tegas. “Kalau aku nggak hadapi mereka sekarang, aku akan terus terjebak dalam rasa takut ini.”
#####
Malam itu, Nayla tiba di pesta dengan langkah mantap, meskipun jantungnya berdebar kencang. Aldi, yang tak ingin membiarkannya sendirian, ikut datang dan memantau dari jauh. Musik yang keras, lampu yang berkedip, dan tawa orang-orang di sekitarnya membuat Nayla merasa semakin terasing. Orang-orang mulai berbisik saat dia masuk, seolah semua mata tertuju padanya. Rasa tidak nyaman itu semakin kuat.
Namun, yang tidak dia duga adalah kejadian berikutnya. Di tengah pesta, tiba-tiba layar besar di ruangan itu menampilkan video-video yang diambil secara diam-diam. Itu adalah potongan-potongan momen pribadi Nayla—pesan-pesan pribadi, percakapan dengan Aldi, hingga saat-saat rentan saat dia terpuruk. Semua orang tertawa, mencemooh.
Wajah Nayla berubah pucat. Itu adalah penghinaan publik yang lebih parah dari yang bisa dia bayangkan. Aldi yang melihat dari kejauhan segera berlari menghampiri Nayla, namun terlambat. Nayla sudah berlari keluar dari pesta dengan air mata yang membanjiri wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Bulan
FantasyLuna bukanlah gadis biasa. Terlahir sebagai salah satu penghuni bulan, dia menjalani hidupnya dengan damai di bawah sinar purnama bersama sahabat-sahabatnya. Namun, kehidupan Luna berubah drastis setelah sebuah tragedi yang melibatkan sahabat karibn...