Penghuni Bulan

14 14 0
                                    


VOTE!!!

KOMEN!!

FOLLOW!!!

"Persahabatan bukan sekadar dukungan, tetapi juga nasihat yang tulus untuk saling membangun."—SB

Aldi dan Nayla terdiam, menyaksikan pemandangan yang berada di luar nalar mereka. Luna, yang sebelumnya tampak kuat dan anggun di bawah cahaya bulan, kini tampak terdesak oleh kehadiran sosok kegelapan yang baru saja muncul.

Sosok itu, yang tampaknya memiliki hubungan mendalam dengan Luna, berjalan mendekat dengan senyum lebar yang jahat, sementara Luna terlihat tegang, seolah tahu persis apa yang akan terjadi.

“Luna, kau tidak bisa lari lagi,” ucap sosok kegelapan itu dengan nada mengejek. “Sudah saatnya kau menerima hukumanmu, seperti yang seharusnya sejak dulu.”

Luna memandangi sosok itu dengan tatapan tajam, tetapi ada bayangan kesedihan yang mengendap di dalam matanya. “Kau tidak perlu melakukan ini, Amara. Aku tahu kau marah, tapi ini tidak akan mengubah apa pun.”

Aldi dan Nayla, yang mendengar percakapan itu, mulai saling menatap dengan kebingungan. “Amara?” Aldi bertanya setengah berbisik. “Siapa dia?”

Nayla menggenggam tangan Aldi dengan kuat, tubuhnya gemetar. “Aku tidak tahu, tapi jelas ada sesuatu yang lebih besar terjadi di sini. Kita hanya bisa menunggu dan melihat.”

Amara, sosok kegelapan itu, melangkah lebih dekat, rambutnya yang hitam pekat berkibar di bawah angin malam yang mulai menggila. Tatapannya dipenuhi dengan kebencian dan dendam, tapi di balik itu, ada sesuatu yang lebih dalam—rasa sakit yang membekas lama.

“Kau berbicara seolah kau tidak bersalah, Luna. Tapi ingat, semua ini dimulai karena kau ikut campur. Aku yang seharusnya menjadi penjaga bulan! Aku yang pantas mendapatkan kekuatan ini, bukan kau,” desis Amara dengan nada tajam.

Luna menggeleng pelan, wajahnya tetap tenang meski jelas ada rasa sakit yang mendalam dalam suaranya. “Aku tidak pernah ingin mengambil kekuatan itu darimu, Amara. Kau tahu itu. Semua ini adalah hasil dari keputusan yang kita buat bersama. Kau yang membuat kesalahan, dan kita berdua harus menanggung akibatnya.”

Aldi dan Nayla yang mendengarkan semakin bingung. 'Kekuatan? Penjaga bulan?' Mereka merasa seperti sedang menyaksikan pertarungan antara dua makhluk yang jauh lebih besar dan kuno dari sekadar gadis manusia biasa.

Amara tertawa sinis, suaranya bergema di antara pepohonan yang seolah membeku di bawah bulan purnama yang meredup.

“Kau mengatakannya seolah-olah kau tidak tahu apa yang terjadi! Kau ingat malam itu, Luna? Ketika kita pertama kali diutus untuk menjaga bulan? Kau yang memohon padaku untuk mengambil risiko. Kau yang menyebabkan kutukan ini menimpa kita.”

Mendengar itu, Luna menundukkan kepala, mengingat malam yang dikatakan Amara. Matanya terlihat penuh penyesalan.

Malam itu, malam ketika segalanya berubah. Mereka berdua bukanlah manusia biasa—mereka adalah penghuni bulan, makhluk-makhluk kuno yang hidup di balik cahaya bulan yang terlihat damai. Mereka adalah penjaga keseimbangan antara terang dan gelap, antara malam dan siang, namun sebuah kesalahan fatal telah merusak semuanya.

“Aku tahu kesalahanku, Amara. Tapi kutukan itu bukan hanya akibat dariku. Kau tahu kita sama-sama bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Kita melanggar peraturan kuno,” ucap Luna, suaranya melemah.

Aldi semakin bingung.'Kutukan? Penghuni bulan?'Apa sebenarnya yang sedang terjadi di hadapannya?

Amara mendekat, matanya merah menyala penuh kebencian. “Aku yang menanggung semua penderitaan, sementara kau bebas berkeliaran di bumi! Kau tidak tahu betapa sakitnya dihukum untuk sesuatu yang tidak sepenuhnya menjadi salahku.”

Sang BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang