Kembali atau Menjadi Penghianat?

14 14 0
                                    


VOTE

FOLLOW

KOMEN

"Salah langkah sering kali berakhir pada penyesalan, menorehkan luka yang sulit dilupakan."—SB

######

Esok malamnya Nayla dan Aldi kembali menemui luna, malam ini lebih dingin dari biasanya. Setelah pertarungan singkat dengan Amara kemarin, suasana menjadi tegang.

Kini Aldi, Nayla, dan Luna duduk di tepi sungai, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Aldi tidak bisa berhenti memikirkan apa yang kemarin mereka saksikan—Luna yang terikat pada kutukan bulan, dan sahabatnya, Amara, yang kini tenggelam dalam kegelapan.

Luna duduk diam, pandangannya kosong, terfokus pada pantulan bulan di air yang tenang. Di belakangnya, Aldi dan Nayla masih saling bertukar pandang, bingung dan khawatir.

Mereka tahu sesuatu yang besar sedang terjadi, sesuatu yang lebih besar dari apa yang bisa mereka pahami. Namun, di balik semua itu, ada satu pertanyaan besar yang menggantung di benak mereka 'Apa sebenarnya yang terjadi di bulan?'

Aldi akhirnya memecah keheningan. "Luna... aku rasa sudah saatnya kau menceritakan segalanya. Siapa kau sebenarnya? Kenapa Amara begitu dendam padamu? Dan... bagaimana semua ini bisa terjadi?"

Luna mendesah panjang, seolah setiap kata yang akan dia ucapkan terasa berat. "Aku tidak ingin kalian terlibat lebih jauh. Ini masalahku, dan aku tidak ingin ada yang terluka karena aku."

Nayla menggeleng. "Sudah terlambat untuk itu. Kami sudah terlibat, Luna. Jika ada sesuatu yang bisa kami lakukan untuk membantu, kami harus tahu seluruh kebenarannya."

Luna menatap mereka dengan mata yang penuh rasa bersalah. "Baiklah. Kalian berhak tahu."

Ia menghela napas dalam-dalam sebelum mulai bercerita. "Seperti yang sudah kalian ketahui, aku bukan manusia biasa. Aku berasal dari bulan—sebuah dunia yang tersembunyi dari manusia. Di sana, ada kehidupan yang berbeda dari yang kalian bayangkan. Kami, para penghuni bulan, bertugas menjaga keseimbangan antara terang dan gelap, antara siang dan malam. Tugas kami adalah memastikan bahwa kegelapan tidak menguasai segalanya, dan terang tidak terlalu mendominasi. Kami adalah penjaga keseimbangan itu."

Aldi dan Nayla mendengarkan dengan seksama, tak percaya dengan apa yang mereka dengar.

Luna melanjutkan, "Amara dan aku, kami ditunjuk sebagai penjaga bulan. Sejak awal, kami adalah sahabat yang sangat dekat. Kami menjalani pelatihan bersama, berbagi mimpi, dan merencanakan masa depan kami sebagai penjaga. Namun, di suatu malam, kami membuat keputusan yang salah. Amara ingin lebih dari sekadar penjaga. Dia ingin memiliki kekuatan yang lebih besar, lebih dari yang diperbolehkan."

Nayla menyela, "Apa maksudmu 'kekuatan yang lebih besar'?"

Luna mengangguk. "Amara ingin menguasai cahaya bulan sepenuhnya, mengendalikannya untuk dirinya sendiri. Dia ingin menjadi penguasa tunggal yang dapat menentukan keseimbangan itu sendiri. Aku, pada awalnya, ragu, tapi karena persahabatan kami, aku membantunya dalam upaya itu. Kami melanggar aturan kuno yang melarang penggunaan kekuatan bulan untuk kepentingan pribadi."

Luna menggigit bibirnya, matanya berkaca-kaca saat kenangan itu kembali membayangi pikirannya.

"Namun, segalanya tidak berjalan sesuai rencana. Bukannya mendapatkan kekuatan yang dia inginkan, Amara justru terperangkap dalam kegelapan. Dan aku... aku diusir dari bulan, dijatuhi hukuman untuk hidup di bumi dan mengawasi nasib manusia. Kami berdua terkutuk, tapi kutukan itu jauh lebih keras bagi Amara. Dia kehilangan dirinya dan berubah menjadi apa yang kalian lihat tadi—sebuah kegelapan yang hanya dipenuhi oleh kebencian."

Aldi menghela napas, mencoba mencerna informasi yang begitu luar biasa. "Jadi... Amara menginginkan balas dendam karena dia merasa kau yang bersalah?"

Luna mengangguk pelan. "Iya. Dia merasa bahwa aku mengkhianatinya dengan menyerah di saat terakhir, membiarkannya terperangkap sendirian dalam kegelapan. Tapi kenyataannya, kami berdua bersalah. Aku pun menanggung akibatnya. Namun, Amara sudah tenggelam terlalu dalam dalam kegelapan hingga dia tidak bisa melihatnya."

Nayla menatap Luna penuh rasa simpati. "Luna, ini bukan salahmu sepenuhnya. Kalian berdua membuat keputusan, dan kalian berdua harus menanggung akibatnya. Tapi sekarang, bagaimana kita bisa menghentikannya? Apakah ada cara untuk memulihkan Amara?"

Luna menundukkan kepala, tampak tidak yakin. "Aku tidak tahu. Kegelapan itu sudah merasuki jiwa Amara terlalu dalam. Mungkin ada cara, tapi aku harus mencari tahu. Dan sebelum itu, aku harus melindungi kalian. Amara akan kembali, dan dia akan semakin kuat. Aku tidak bisa membiarkan kalian terluka."

Aldi memegang bahu Luna dengan tegas. "Kami tidak akan pergi ke mana pun, Luna. Ini bukan hanya pertarunganmu. Kami ada di sini bersamamu."

Nayla mengangguk setuju. "Apa pun yang terjadi, kami akan bersamamu."

Luna terdiam sesaat, melihat tekad di mata Aldi dan Nayla. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa tidak sendirian. Ada harapan kecil yang tumbuh dalam hatinya, meskipun dia tahu bahwa pertempuran di depannya akan sangat sulit.

Tiba-tiba, suara dari kejauhan memecah suasana tenang malam itu. Langkah-langkah kaki terdengar semakin dekat, dan ketiga sahabat itu segera berdiri waspada. Dari kegelapan, seorang pria tinggi dengan mantel panjang muncul. Wajahnya tertutup bayangan, tapi matanya memancarkan aura misterius yang menggetarkan.

"Luna," ucap pria itu dengan suara dalam yang penuh wibawa. "Sudah terlalu lama."

Luna terkejut, wajahnya berubah pucat. "Kau... Apa yang kau lakukan di sini?"

Pria itu melangkah maju, membuka tudungnya, memperlihatkan wajah yang keras namun tampan, dengan mata yang memancarkan kekuatan yang tak terbantahkan. "Aku datang untuk menjemputmu."

Aldi dan Nayla memandang pria itu dengan kebingungan. "Siapa dia?" bisik Nayla.

Luna menggigit bibirnya, berusaha keras menahan emosinya. "Ini tidak mungkin... Raynar."

Raynar, salah satu penjaga bulan yang paling kuat dan ditakuti. Dia adalah seorang pemimpin yang terkenal dingin dan tidak kenal ampun, tapi di mata Luna, dia adalah lebih dari sekadar seorang penjaga. Dia adalah seseorang yang pernah ia percayai lebih dari siapa pun, seseorang yang dulu pernah bersumpah melindunginya.

"Kenapa kau di sini, Raynar? Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Luna dengan nada tajam.

Raynar tersenyum tipis, tapi ada ketegangan di balik senyumnya. "Amara telah menjadi ancaman yang terlalu besar. Dewan memutuskan untuk mengakhiri semua ini. Kau harus kembali ke bulan, Luna. Mereka membutuhkanmu untuk menyelesaikan kutukan ini—dan Amara harus dihancurkan."

Kata-kata itu menghantam Luna seperti palu. "Dihancurkan? Tidak! Dia masih sahabatku! Harus ada cara lain."

Raynar menatap Luna dengan dingin. "Ini bukan saatnya untuk perasaan pribadi, Luna. Jika kau tidak mau ikut denganku, kau akan dihukum lebih buruk daripada yang pernah kau bayangkan."

Aldi maju, menantang Raynar meskipun dia tahu pria ini jauh lebih kuat. "Kami tidak akan membiarkanmu menyeret Luna ke dalam masalah ini. Dia sudah cukup menderita."

Raynar menatap Aldi sekilas, lalu kembali pada Luna. "Waktu kita tidak banyak. Jika kau tidak kembali, Dewan akan menganggapmu sebagai pengkhianat. Dan kau tahu apa hukuman bagi pengkhianat, bukan?"

Luna terdiam, hatinya dipenuhi oleh kebingungan dan rasa takut. Pilihan ini lebih sulit dari apa pun yang pernah ia hadapi—menghancurkan sahabatnya sendiri atau menghadapi hukuman yang lebih berat dari kutukan yang sudah ia derita. Namun, satu hal yang pasti: Luna tahu bahwa ia harus segera membuat keputusan. Waktu terus berjalan, dan kegelapan semakin mendekat.

#######

VOTE

FOLLOW:

ig: jeziaqar
tiktok: manusia.gabut525
dan akun wattpad ini

KOMEN juga yaa

Sang BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang