Bab 4 : Langkah Kuat dalam Diam

125 106 46
                                    

🌷 HAPPY READING🌷

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷 HAPPY READING🌷

•  •  •

• •

Dengan langkah ceria, tiga gadis remaja memasuki restoran yang dipenuhi aroma masakan yang menggugah selera. Wajah mereka tampak berseri-seri, senyum lebar menghiasi bibir mereka saat melangkah menuju kursi kosong
yang terletak di dekat jendela besar. Cahaya lembut matahari pagi menembus kaca, menambah kehangatan suasana.

Dengan penuh antusias, mereka duduk di kursi tersebut, sambil
saling berbicara dan tertawa riang. Wajah-wajah mereka dipenuhi energi dan kegembiraan, setiap kata yang terucap diselingi oleh tawa kecil
yang mewarnai suasana.

Setelah beberapa saat berbincang, tatapan mereka beralih ke menu yang tertata di atas meja. Dengan penuh semangat, mereka memilih hidangan yang ingin dipesan. Salah satu dari mereka memanggil pelayan dengan senyum ramah. “Permisi, Mbak, saya mau pesan,” katanya.

Allisya pun menghampiri mereka, mengenakan seragam rapi dengan senyum hangat yang siap melayani.

“Iya, mau pesan apa?” tanyanya sopan.

Salah satu gadis remaja itu, Audy, menatapnya lebih dekat, ia terdiam sejenak, menyadari sesuatu. Mata gadis itu melebar saat mengenali sosok di depannya.

“Lo, Allisya kan?”

Allisya tersenyum tipis, lalu mengangguk pelan.

“Iya,”

Audy melirik Allisya dari ujung kaki hingga kepala, matanya menelusuri dengan sikap meremehkan.

“Oh, jadi sekarang lo kerja jadi pelayan?” ucap Audy dengan nada yang terdengar ringan, namun mengandung sindiran yang tajam, seolah-olah setiap kata dipilih untuk menusuk.

Degg

Hati Allisya berdesir mendengar kata-kata itu. Teman-teman Audy yang lain tertawa kecil, seolah
ucapan Audy adalah sesuatu
yang lucu. Namun, Allisya tetap mempertahankan senyumnya.
Ia tidak membalas, tidak marah, meskipun hatinya terasa perih mendengar kalimat itu. Ia hanya menghela napas pelan, mencoba meredakan luka yang terselip
di balik ketenangannya.

“Yaudah, kalian mau pesan apa?” tanyanya sambil tetap tersenyum, berusaha profesional.

Elena, salah satu dari mereka, tiba-tiba mengajak, “Eh, entar dulu. Udah lama kan kita gak ketemu. Gimana kalau lo gabung aja sama kita?”

The Love and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang