Bab 3 : Masa Lalu, Hari Ini, dan Esok

127 107 30
                                    

“Hidup adalah perjalanan, bukan tujuan. Nikmati setiap langkah yang kamu ambil.”

– The Love and Destiny

– The Love and Destiny

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌷 HAPPY READING🌷

• • •

• •

Di sofa ruang tamu, wanita paruh baya itu. duduk dengan penuh kekhawatiran, matanya terus memandang pintu utama rumah. Ekspresi khawatir yang terpancar dari wajahnya memberikan kesan bahwa ia sangat merindukan kepulangan putrinya Allisya. Farah terus menunggu dengan harapan agar putrinya kembali dengan selamat dan segera menyingkirkan rasa cemas yang membayangi hatinya.

Sesekali, ia menggeliat gelisah di sofa, menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Sepertinya waktu terasa berjalan begitu lambat baginya, setiap detik terasa seperti jam. Namun, setiap suara langkah di luar pintu membuat hatinya berdebar kencang, menandakan sedikit harapan baru yang muncul.

Ketika akhirnya pintu terbuka dan Allisya kembali dengan selamat, senyum lega merekah di wajah Ibu Farah. Ia segera berdiri dari sofa dan menyambut putrinya dengan pelukan hangat serta tatapan haru di matanya. Rasa cemas telah tergantikan dengan kebahagiaan yang tak terhingga melihat Allisya pulang dengan
selamat.

“Allisya, kenapa jam segini baru pulang?” tanya Farah khawatir.

Allisya memandang wajah lembut Ibunya yang penuh kekhawatiran. Dengan suara lembut, ia mulai
bercerita.

“Maaf, bu. Tadi Allisya terlambat pulang karena ada kejadian di jalan. Allisya lihat orang yang di rampok, dan Allisya rasa harus ngebantuin mereka,”

“Tapi kamu gak papa kan?”

“Gak papa kok,” ujarnya sembari tersenyum.

Farah memandang putrinya dengan penuh kebanggaan dan kekhawatiran yang tercampur aduk.

“Allisya!” ucap Farah dengan suara lembut.

“Ibu ngerti, syukurlah Kalo kamu baik-baik aja, yang penting sekarang kamu pulang dengan selamat, semoga kebaikan kamu menjadi berkah bagi semua orang.”

Allisya tersenyum tipis.

Maaf ya, Bu. Allisya belum bisa
jadi anak seperti yang Ibu dan
Papah harapkan, batinnya. Namun, kata-kata itu hanya ia simpan dalam hati, tak terucap. Mungkin karena rasa malu, atau mungkin karena ia merasa belum waktunya untuk mengungkapkan perasaan tersebut.

•••

Saat Allisya berjalan melewati
kamar Devandra, ia mendengar adiknya itu mengobrol di telepon. Karena penasaran, Allisya diam-diam masuk ke kamar Devandra yang tidak terkunci.

The Love and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang