Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arumi Nirvana's
"𝑪𝒂𝒌𝒆𝒑𝒃𝒆𝒏𝒆𝒓!"
Sebuah teriakan tertahan merebak sampai ruanganku.
"Dia eksklusif banget, gila. Mana ini pake langganan masuk IBC News lagi, kanal berita nomor wahid se-Asia aja ketagihan nulis berita doi."
"Ya itulah salah satu kenapa karismanya sulit disaingi aktor lain karena dia 'berisi', well educated."
Aku memutuskan keluar. Lalu menutup pintu kayu yang terpasang akrilik nama dan gelarku, hasil perjuangan mati-matian hampir empat belas tahun. Ketika aku harus memilih antara fokus di kedokteran atau meninggalkannya demi kesempatan blow up sebagai penulis dengan karya perdana langsung naik layar lebar. Mengingat itu masih saja perlu menghela napas berat.
Pada suatu titik, kita akan bertemu persimpangan. Harus memilih antara melakukan apa yang terasa mudah atau melakukan apa yang terasa benar. Dan kita mesti legowo.
Aku mengernyit. Tak habis pikir kala daun telingaku kembali menangkap celotehan yang masih berlangsung itu.
"Wait, dia udah nikah belum, sih? Apa kayaknya belum nemu yang sekufu kali, ya?"
"Lebih penasaran jodohnya daripada jodohku sendiri."
Empat orang perawat poli yang bertugas di nurse station, tak ketinggalan dek sis—singkatan 'adek siswa' sebagai sapaan perawat yang sedang co-ass, dek koas alias dokter muda yang mengikuti co-ass pula, serta dokter PPDS yang tengah menjalani pendidikan spesialis. Semua kompak mengerubungi satu layar ponsel yang menyala.
Tampak tiada yang menyadari aku kewalahan dengan snelli putih tersampir di lengan kiriku, tas di lengan kananku, berikut sekardus besar berwarna kuning biru di atas keduanya.
Namun, aroma yang menguar kuat dari kotak ini kupastikan akan membuat penghidu mereka siuman beberapa detik lagi.
Satu.. dua... tiga.. em—
"Eh! Biar saya bantu, Dok. Izin Dok, ini mau di bawa ke lobi?" Dari sudut berlawanan, seorang dokter PPDS tahun pertama yang seharian menemaniku konsul pasien baru saja memasuki poli jantung. Ia tergopoh meletakkan asal Corckcicle dan set lunch box berwarna rose gold mentereng yang tadi ditentengnya ke kursi tunggu terdekat. Rambut kelam sesikunya terbuai ketika bergegas membantuku yang hampir terhuyung.