Alkisah Magrib

1 0 0
                                    

senja hendak pergi ke pesta. sedihnya tak ada sehelai pun kain untuk menutupi anggota badannya, tak ada. "aduuuh masa harus telanjang, aiblah nanti dipandang orang." comelnya.
sebelumnya senja mandi buru-buru sekali, masuknya sambil berlari, kamarnya pun lupa ia kunci, dan langsung dari balik pintu langit yang agak kegelap-gelapan, gebyur-gebyur bunyi air suci mensucikan.

ibu saya yang sudah tahu akan problematik nya, berniat meminjamkan gaun kesayangannya, yang anggun lagi santun, berwarnakan putih, mengingatkan siapapun pada kembalinya fitrah kekasih. "Coba kenakanlah ini, kenakan saja. atau, bila perlu biar kudandani pula, biar kau tampil makin cantik, biar penampilanmu makin jadi dalih banyak orang berlarik-larik."

aduhai, terima kasih atas kecantikannya! orang cantik.
aduhai, terima kasih atas kebaikannya! orang baik.
allahuma engkau; sudah cantik, baik pula! ngaji salihah dari mana? celoteh senja pada ibu saya. mengapa kita tidak pergi berdua saja? kabarnya ini pesta bukan sembarang pesta, ini pesta surah jamuannya. maklumat nya ini pesta bukan sembarang pesta, ini pesta ibadah tariannya.

senja kemudian mengajak ibu saya jalan, dan saya pun menghendakinya, mereka berangkat memenuhi undangan adzan. hingga setibanya di sana, kemudian pesta itu dibuka dengan takbiratulihram, ditutupnya pesta itu dengan salam; alangkah lebih gempita dari dongeng 1001 malam, alangkah lebih nyata dari alkisah rindu dendam.

-yogimuhammad
-semarang

Puisi PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang