Kebersamaan yang Menimbulkan Tanya
Pameran sains yang sukses menjadi bahan pembicaraan di seluruh sekolah. Stan Andreas dan Brianna disebut-sebut sebagai salah satu yang terbaik, tidak hanya karena ide ilmiahnya yang kreatif tetapi juga karena presentasi yang menarik. Namun, di balik kesuksesan itu, riak-riak kecil yang sebelumnya hanya berupa bisikan mulai berkembang menjadi percakapan yang lebih serius di antara teman-teman mereka.
Di ruang kelas, Brianna sedang duduk di meja, menulis di buku catatannya ketika Rara mendekat dengan wajah penuh tanda tanya.
"Bri, aku bisa bicara sebentar?" Rara duduk di samping Brianna, tatapannya serius.
Brianna menutup bukunya dan menatap Rara. "Tentu, ada apa?"
"Aku cuma ingin tahu, kamu dan Andreas... kalian dekat ya?" Rara bertanya tanpa basa-basi, nada suaranya penuh dengan kekhawatiran.
Brianna terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Aku dan Andreas cuma teman, Ra. Kami kerja sama buat pameran, itu saja."
Rara menghela napas, tampak tidak puas dengan jawaban Brianna. "Aku ngerti kalian teman, tapi aku lihat kalian lebih sering bareng akhir-akhir ini. Kamu tahu kan, banyak yang ngomongin soal kalian."
Brianna menunduk, memikirkan kata-kata Rara. Dia tahu betul bahwa di sekolah ini, gosip bisa dengan cepat berubah menjadi sesuatu yang lebih besar. "Aku tahu, tapi aku nggak mau terlalu ambil pusing soal itu. Andreas teman yang baik, dan aku nggak mau kehilangan persahabatan cuma karena takut sama omongan orang."
Rara menatap Brianna dengan campuran rasa prihatin dan frustrasi. "Aku cuma nggak mau kamu jadi bahan gosip, Bri. Kamu tahu kan, reputasi itu penting, terutama buat kita yang ada di kelas unggulan."
Brianna tersenyum lemah, memahami kekhawatiran Rara. "Terima kasih, Ra. Aku tahu kamu peduli sama aku. Tapi aku percaya kalau kita jujur sama diri sendiri, nggak ada yang perlu dikhawatirin."
Rara terdiam sejenak, kemudian mengangguk pelan. "Oke, kalau itu yang kamu mau. Tapi kalau ada apa-apa, aku selalu ada buat kamu."
"Terima kasih, Rara," jawab Brianna tulus.
Sementara itu, di kelas lain, Andreas sedang duduk sendirian di pojok, membolak-balik halaman buku catatannya tanpa benar-benar membaca. Beberapa teman sekelasnya sedang mengobrol di dekatnya, dan meskipun mereka berbicara dengan suara rendah, Andreas bisa mendengar mereka menyebut namanya dan nama Brianna.
"Hei, kamu denger nggak sih soal Andreas dan Brianna?" salah satu temannya, Aryo, bertanya pada temannya, Bayu.
Bayu mengangguk sambil tersenyum setengah mengejek. "Iya, katanya mereka sering kelihatan bareng. Padahal mereka beda kelas, aneh kan?"
"Ya, mungkin Andreas cuma numpang tenar," Aryo menambahkan sambil terkekeh. "Dia dapet kesempatan kerja bareng anak dari kelas unggulan, siapa yang nggak mau?"
Andreas merasakan rasa tidak nyaman menggelayuti dirinya, tapi dia berusaha untuk tidak memperhatikan omongan itu. Namun, kata-kata mereka terus terngiang di kepalanya, membuatnya bertanya-tanya apakah persahabatan yang ia miliki dengan Brianna akan bertahan di tengah tekanan sosial yang semakin kuat.
Pada waktu istirahat, Andreas keluar dari kelas untuk mencari udara segar. Dia berjalan ke taman sekolah yang sepi, berharap bisa menenangkan pikirannya. Namun, saat dia tiba di sana, dia melihat Brianna duduk di bangku taman, tampak memandangi langit yang cerah.
"Brianna?" panggil Andreas sambil mendekat.
Brianna menoleh, tersenyum ketika melihat Andreas. "Hei, kamu juga butuh waktu buat menyendiri?"
Andreas mengangguk dan duduk di sebelahnya. "Iya, aku perlu sedikit istirahat dari semua keributan di sekolah."
Brianna tertawa kecil. "Aku juga. Kadang-kadang semua ini terasa terlalu berat."
Mereka duduk dalam keheningan untuk beberapa saat, menikmati ketenangan taman yang jauh dari hiruk-pikuk sekolah. Namun, Andreas merasa ada sesuatu yang harus dia katakan.
"Brianna, aku dengar banyak orang ngomongin kita akhir-akhir ini," Andreas memulai dengan hati-hati.
Brianna menatapnya dengan tatapan penuh pengertian. "Aku tahu. Aku juga dengar hal yang sama."
"Kamu nggak terganggu?" tanya Andreas, penasaran.
Brianna menggelengkan kepala. "Sedikit, mungkin. Tapi aku nggak mau itu mengubah apa yang kita punya. Kita teman, Andreas. Aku nggak mau persahabatan kita rusak cuma karena omongan orang."
Andreas menghela napas lega. "Aku senang dengar itu. Aku juga nggak mau kehilangan persahabatan ini."
Mereka kembali duduk dalam diam, tapi suasana di antara mereka menjadi lebih tenang. Andreas merasakan kelegaan yang luar biasa mengetahui bahwa Brianna tidak terpengaruh oleh semua gosip yang beredar. Namun, dia juga tahu bahwa perasaan yang ia miliki untuk Brianna lebih dari sekadar persahabatan, dan itu membuatnya semakin sulit untuk terus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.
"Brianna," Andreas berkata pelan, hampir berbisik. "Aku..."
Brianna menoleh, menatap Andreas dengan mata yang penuh harapan. "Ya?"
Andreas menelan ludah, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku cuma ingin bilang terima kasih. Buat semuanya."
Brianna tersenyum lembut. "Kamu nggak perlu berterima kasih, Andreas. Aku juga senang bisa kerja sama kamu."
Mereka saling menatap untuk beberapa saat, masing-masing dengan pikiran mereka sendiri. Andreas tahu bahwa ada banyak hal yang ingin dia ungkapkan, tapi dia tidak ingin merusak apa yang mereka miliki sekarang. Dia memilih untuk menyimpan perasaannya, berharap bahwa suatu hari nanti dia akan memiliki keberanian untuk mengatakannya.
Di bawah langit cerah itu, Andreas dan Brianna berbagi momen yang penuh arti, meski tak satu pun dari mereka berani mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Kebersamaan mereka, yang awalnya hanya sekadar persahabatan, mulai menimbulkan tanya—apakah perasaan mereka akan tetap tersembunyi di balik kata-kata yang tidak pernah diucapkan, atau akankah mereka akhirnya menemukan keberanian untuk mengungkapkannya?
Di kejauhan, lonceng sekolah berbunyi, mengingatkan mereka bahwa waktu terus berjalan, dan bahwa pada akhirnya, mereka harus menghadapi kenyataan yang ada di depan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Percikan Bintang
Teen FictionDi sebuah SMA ternama, dua siswa dari kelas yang berbeda, Andreas Mahesta dan Brianna Azura, menyimpan perasaan satu sama lain yang tidak pernah diungkapkan. Meskipun sering bertemu dalam berbagai kegiatan sekolah, keduanya lebih sering terlibat dal...