Kenangan yang Tersisa
Minggu-minggu setelah perpisahan mereka berlalu dengan lambat. Brianna dan Andreas berusaha untuk melanjutkan hidup mereka, meskipun setiap langkah terasa penuh dengan berat hati. Mereka kembali menjalani rutinitas sehari-hari di sekolah, namun semuanya terasa berbeda—kosong, tanpa kehadiran satu sama lain.
Brianna fokus pada pelajarannya dan aktivitas ekstrakurikuler untuk mengalihkan pikirannya dari perasaan sedih yang terus membayangi dirinya. Dia sering menghabiskan waktu di perpustakaan atau di lapangan olahraga, berusaha untuk menemukan sedikit kenyamanan dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Namun, setiap kali dia melihat tempat-tempat yang dulu sering dikunjungi bersama Andreas, hatinya terasa nyeri.
Suatu hari, saat Brianna sedang duduk di bangku taman sekolah, Melati dan Rara mendekatinya. Mereka tampak cemas dan ingin memastikan Brianna baik-baik saja.
"Brianna, kamu oke?" tanya Melati dengan suara lembut. "Kamu kelihatan nggak seperti biasanya."
Brianna memaksakan senyum. "Aku baik-baik aja, Melati. Cuma butuh waktu untuk beradaptasi."
Rara menatap Brianna dengan prihatin. "Kalau kamu butuh sesuatu atau mau ngomong, kita ada di sini untuk kamu."
Brianna merasa terharu dengan kepedulian teman-temannya. "Terima kasih, Rara. Aku tahu kalian selalu ada untukku."
Di sisi lain, Andreas berusaha mengisi kekosongan yang dirasakannya dengan berbagai aktivitas. Dia kembali terlibat dalam proyek-proyek sekolah dan bergabung dengan klub-klub yang sebelumnya dia hindari. Meskipun dia sibuk, dia tidak bisa menghindari kenyataan bahwa sesuatu terasa hilang dalam hidupnya. Setiap malam, dia sering terjaga, memikirkan Brianna dan kenangan-kenangan yang mereka bagikan.
Suatu hari, saat dia sedang bersantai di rumah, Dedi, sahabatnya, datang mengunjunginya. Dedi bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu Andreas dan memutuskan untuk menanyakannya.
"Bro, ada apa denganmu? Kamu kelihatan nggak seperti biasanya," tanya Dedi, duduk di sebelah Andreas.
Andreas menghela napas. "Aku cuma mikirin Brianna. Setelah semua yang terjadi, aku merasa kosong."
Dedi mengangguk dengan memahami. "Kadang, keputusan yang kita buat memang nggak mudah. Tapi kalau kamu merasa masih ada sesuatu yang belum selesai, mungkin kamu harus bicara sama Brianna lagi."
Andreas memandang Dedi dengan ragu. "Aku nggak yakin, Dedi. Apa yang bisa aku katakan yang belum pernah aku katakan sebelumnya?"
Dedi menepuk bahu Andreas. "Kadang, yang penting bukan cuma kata-kata, tapi tindakan. Tunjukkan bahwa kamu benar-benar peduli."
Pernyataan Dedi membuat Andreas merenung. Dia tahu bahwa perasaannya masih kuat, namun dia belum tahu bagaimana cara mengungkapkannya dengan tepat. Dia memutuskan untuk meluangkan waktu untuk berpikir dan mencari cara yang terbaik untuk menyampaikan perasaannya.
Di hari berikutnya, Brianna menerima pesan dari Andreas yang meminta untuk bertemu di taman sekolah. Dia merasa campur aduk antara harapan dan ketakutan. Apakah ini berarti Andreas ingin mencoba lagi? Ataukah ini hanya untuk mengucapkan selamat tinggal secara resmi?
Saat mereka bertemu, suasana di taman terasa lebih tenang dari sebelumnya. Andreas dan Brianna duduk di bangku yang sama seperti dulu, namun kali ini suasananya terasa lebih serius.
"Terima kasih sudah datang, Brianna," Andreas memulai, suaranya penuh dengan penyesalan dan harapan.
Brianna mengangguk. "Aku juga terima kasih. Apa yang ingin kamu bicarakan?"
Andreas mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kata-katanya. "Aku udah banyak mikir sejak kita berpisah. Aku tahu keputusan untuk mengambil jarak itu penting, tapi aku juga merasa ada yang harus kita selesaikan."
Brianna menatap Andreas dengan penuh perhatian. "Apa maksud kamu?"
Andreas memandang Brianna dengan mata yang penuh arti. "Aku masih sayang sama kamu, Bri. Aku sadar bahwa aku nggak bisa terus hidup seperti ini, tanpa memberikan kesempatan untuk kita mencoba lagi."
Brianna merasakan jantungnya berdegup kencang. "Andreas, aku juga merasa sama. Tapi aku takut kalau kita hanya akan mengulang kesalahan yang sama."
Andreas menggenggam tangan Brianna, menyentuhnya dengan lembut. "Aku paham kekhawatiranmu. Tapi aku ingin kita mencoba, dengan cara yang lebih baik. Aku berjanji akan lebih memperhatikan perasaanmu dan memastikan kita berdua merasa nyaman dengan keputusan yang kita ambil."
Brianna menatap tangan mereka yang saling menggenggam, merasakan kehangatan dari sentuhan Andreas. "Aku mau mencoba lagi, Andreas. Tapi aku harap kita bisa menghadapi semua ini dengan lebih baik."
Andreas tersenyum penuh harapan. "Kita akan menghadapi ini bersama. Aku percaya kita bisa menemukan jalan keluar dari semua ini, asalkan kita tetap jujur satu sama lain."
Keduanya saling memandang dengan rasa harapan dan tekad yang baru. Meskipun mereka tahu bahwa perjalanan ke depan akan penuh dengan tantangan, mereka merasa bahwa mereka memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan membangun sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Hari-hari berikutnya terasa lebih cerah bagi Andreas dan Brianna. Mereka mulai mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka, dengan lebih banyak komunikasi dan saling memahami. Meskipun mereka masih menghadapi tekanan dari luar, mereka berusaha untuk fokus pada perasaan dan keinginan mereka sendiri.
Namun, meskipun mereka telah membuat keputusan untuk mencoba lagi, mereka juga menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Setiap langkah yang mereka ambil adalah langkah menuju ketidakpastian, namun mereka bertekad untuk menghadapi segala sesuatu bersama, dengan harapan bahwa cinta mereka akan mampu mengatasi semua rintangan yang ada.
Dengan bintang-bintang di langit sebagai saksi, Andreas dan Brianna memulai babak baru dalam hidup mereka—sebuah perjalanan yang penuh dengan harapan, tantangan, dan kemungkinan. Mereka tahu bahwa mereka belum sepenuhnya bebas dari masa lalu mereka, namun mereka siap untuk menghadapi masa depan dengan semangat dan cinta yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Percikan Bintang
Teen FictionDi sebuah SMA ternama, dua siswa dari kelas yang berbeda, Andreas Mahesta dan Brianna Azura, menyimpan perasaan satu sama lain yang tidak pernah diungkapkan. Meskipun sering bertemu dalam berbagai kegiatan sekolah, keduanya lebih sering terlibat dal...