Bab 2

2 1 0
                                    

Riak di Antara Kelas

Keesokan harinya, suasana di sekolah mulai berubah seiring dengan semakin dekatnya hari pameran. Kelas-kelas dipenuhi oleh siswa yang sibuk mempersiapkan proyek mereka masing-masing. Di antara semua itu, Andreas dan Brianna tampak sibuk bekerja sama, membuat stan mereka menjadi salah satu yang paling ditunggu.

Di tengah kesibukan tersebut, perbedaan antara kelas-kelas di sekolah itu mulai terlihat lebih jelas. Di sekolah ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan prestasi akademik dan latar belakang keluarga mereka. Kelas-kelas yang lebih tinggi dianggap lebih elit, sementara kelas yang lebih rendah sering kali diremehkan oleh yang lain. Meskipun Andreas dan Brianna berasal dari kelas yang berbeda, mereka berdua tidak terlalu memedulikan hal itu. Namun, tidak demikian halnya dengan teman-teman mereka.

Di kantin sekolah, pada waktu istirahat siang, Andreas duduk di salah satu meja, memeriksa daftar kebutuhan pameran mereka. Dia menyadari Brianna belum datang, jadi dia duduk sendiri sambil menunggu. Tak lama kemudian, seorang teman sekelas Andreas, Dimas, mendekatinya.

"Hei, Andreas," sapa Dimas sambil menarik kursi dan duduk di hadapannya. "Aku dengar kamu kerja bareng Brianna untuk pameran?"

Andreas mengangguk, sedikit bingung dengan nada suara Dimas yang terkesan menegur. "Iya, ada masalah?"

Dimas menyandarkan diri di kursinya, menyilangkan tangan di dada. "Nggak juga. Cuma… kamu tahu, kan, Brianna itu dari kelas unggulan. Kita ini di kelas reguler. Gimana kalau orang-orang mulai ngomongin kamu?"

Andreas terdiam sejenak. "Ngomongin apa?"

"Kamu tahu lah," Dimas mengangkat bahu, "Orang-orang suka ngegosip. Mereka mungkin bakal mikir kamu cuma numpang tenar dengan kerja bareng Brianna."

Andreas menatap Dimas dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Aku nggak peduli sama apa yang orang lain pikirkan. Kita kerja bareng karena kita tim yang bagus, bukan karena alasan lain."

Dimas menghela napas, lalu mengangguk. "Oke, oke, terserah kamu. Tapi hati-hati aja, ya. Aku cuma ngasih tahu."

Tak lama setelah Dimas pergi, Brianna muncul, membawa nampan makanan dengan senyumnya yang khas. "Hei, maaf lama. Aku ketemu sama Rara di lorong, jadi agak tertahan."

Andreas tersenyum tipis. "Nggak apa-apa. Duduk sini, kita harus bahas beberapa hal soal stan."

Brianna duduk di seberang Andreas, meletakkan nampannya di meja. "Ngomong-ngomong, Andreas, aku denger beberapa orang ngomongin kita di kelas tadi."

Andreas menegakkan tubuhnya, sedikit terkejut. "Ngomongin kita?"

"Iya," Brianna mengangguk, matanya memandang lurus ke arah Andreas. "Mereka bilang kita nggak cocok kerja bareng karena kita dari kelas yang berbeda. Mereka pikir kamu nggak seharusnya kerja sama denganku."

Andreas merasakan dada yang sesak mendengar hal itu, tapi dia berusaha tetap tenang. "Dan kamu… apa yang kamu pikir?"

Brianna tersenyum lembut. "Aku nggak peduli apa kata orang lain. Aku tahu kenapa kita kerja bareng, dan aku senang bisa kerja sama kamu."

Andreas tersenyum kembali, merasa lega mendengar kata-kata Brianna. "Aku juga. Kita fokus aja ke pameran, biarkan orang lain berpikir apa yang mereka mau."

Percakapan mereka berlanjut dengan topik-topik lain, jauh dari isu yang barusan mereka bicarakan. Tapi di sisi lain kantin, sekumpulan gadis dari kelas Brianna duduk memperhatikan mereka. Salah satu dari mereka, Rara, yang dikenal sebagai teman dekat Brianna, mengerutkan alisnya.

"Kamu lihat itu?" tanya Rara kepada temannya, Melati, yang duduk di sampingnya.

Melati mengangguk, memandang ke arah Andreas dan Brianna. "Mereka kelihatan akrab, ya?"

Rara mendesah. "Iya. Aku nggak ngerti kenapa Brianna bisa akrab sama cowok dari kelas biasa itu. Maksudku, mereka jelas beda level."

"Ya, tapi Brianna kan orangnya santai. Dia nggak terlalu mikirin soal kelas," jawab Melati sambil mengangkat bahu.

Rara menggigit bibirnya, merasa ada yang tidak beres. "Tetap aja, aku khawatir. Brianna itu orang yang baik, tapi kadang dia terlalu gampang dekat sama orang lain. Aku cuma nggak mau dia jadi bahan gosip."

Melati tersenyum tipis, berusaha meredakan kekhawatiran Rara. "Tenang aja. Brianna tahu apa yang dia lakukan. Lagipula, ini cuma soal pameran sains, kan? Nggak ada yang serius."

Namun, Rara tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya begitu saja. Di benaknya, hubungan Brianna dengan Andreas tampak seperti riak kecil yang bisa berubah menjadi badai besar. Dia hanya berharap bahwa semuanya akan tetap terkendali.

Sementara itu, Andreas dan Brianna tetap bekerja sama tanpa memedulikan bisikan-bisikan di sekitar mereka. Namun, mereka tidak tahu bahwa hubungan mereka sedang diawasi oleh banyak mata, dan apa yang mereka anggap sebagai persahabatan bisa menjadi awal dari sesuatu yang jauh lebih rumit.

Di antara kelas-kelas yang berbeda, riak-riak kecil mulai terasa. Riak yang mungkin akan mengubah banyak hal, bukan hanya bagi Andreas dan Brianna, tapi juga bagi semua orang di sekitar mereka.

Percikan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang