Bab 15 - Kaum Buangan dan Harga Dirinya

172 28 3
                                    

Selamat membaca.
🖤
~~~

"Pelajari baik-baik alat musik kalian untuk tampil di pertemuan berikut. Boleh solo, boleh berpasangan. Selamat siang." Setelah mengatakan itu itu, sang guru keluar.

Para siswa kelas XI IPA¹ tersebut pun keluar satu persatu. Meninggalkan dua orang di dalamnya. Anandra, dan Guntur. Beberapa menit berlalu, Guntur tetap diam di tempatnya. Matanya bergerak tak tenang, jari tangannya saling bertautan di atas meja.

Anandra di sisi lain, sibuk melihat layar ponselnya. Membaca pesan dari orang kepercayaannya. Ia melirik Guntur sebentar lalu berkata, "Masih nggak mau ngomong, aku pergi." Ia bangkit berdiri.

Guntur menoleh dengan kaget dari tempatnya dan ikut berdiri. "Anandra, tunggu!"

"Udah 10 menit aku tunggu."

Guntur berjalan mendekatinya. "Bantu aku, Anandra."

"Aku nggak paham. Bantu apa?"

"Tentang ... tentang tinju. Ayo naik ring."

Anandra tersenyum hingga memperlihatkan giginya. Ia melipat tangan dan memandang lekat pada Guntur. "Bukannya aku udah bilang bakal terima tawaranmu?" Ia menepuk bahu anak itu dan melanjutkan, "Tenang aja. Pertarungannya jadi." Lalu ia melangkah hendak pergi.

Namun, Guntur berlutut dengan cepat, membuat Anandra berbalik lagi. "Hm? Apa ini? Kamu ngapain?" tanyanya dengan kekehan yang terdengar sangat meremehkan.

Sambil berlutut, Guntur menunduk lebih dalam, ia membuang jauh-jauh harga dirinya. Entah apa yang akan terjadi jika ayahnya mengetahui hal ini. "Kamu ngerti maksudku. Tolong," desaknya dengan lirih.

Masih tersenyum, Anandra bertanya lagi, "Maksudmu? Gimana maksudnya? Tolong jelaskan, Guntur."

Guntur tak langsung menjawab. Ia memejamkan matanya dengan keras sambil terus memaksakan kata-kata itu keluar dari tenggorokannya. "M-mengalah," ucapnya.

"Mengalah? Kenapa aku harus mengalah?"

"Anandra ..."

"Kamu mengaku kalau kamu lemah?"

Guntur menggeleng lemah dan ragu. "Aku ... aku nggak ..."

"Ei. Jangan pesimis gitu, dong. Kamu harus cari tau kemampuanmu, baru bisa menilai. Gimana kalau kita cari tau?" usulnya di akhir kalimat.

Tapi Guntur tak merespon rencananya itu. Ia sedang dilanda ketakutan sampai-sampai tak bisa mendengar apa pun selain persetujuan Anandra. "Anandra, tolong aku! Kali ini, aku benar-benar minta tolong."

"Iya. Ini mau kutolong." Anandra berjongkok, menyesuaikan dengan Guntur lalu ia berucap sedikit berbisik, "Bertarung sama Rafa sebelum kita ketemu. Aku bakal mengalah tanpa kelihatan ayahmu."

Guntur mengangkat kepala dengan cepat. Matanya sedikit melebar. "Rafa?"

"Hm. Kalau kamu kalah, bersihkan namanya. Semua rumor palsu yang kamu sebar, bersihkan semuanya. Gimana? Setuju?"

Guntur mengerjap sebentar, lalu bertanya dengan gugup, "K-kalau aku kalah. Kalau aku menang?"

"Ya nggak usah. Tapi pertarungan kalian tetap jadi syarat buat aku mengalah. Kamu lawan Rafa, aku kalah."

Kalvari [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang