BAB 2 || Pertemuan
Happy Reading
• • •
11 November 2019
Pernahkan kalian merasa ragu akan suatu hal, tapi tetap melakukannya? Begitulah aku pada saat ini. Dengan degup jantung yang berdebar kencang, aku berjalan melewati koridor sekolah baruku. Sebenarnya, tak ada hal yang menyenangkan di masa-masa sekolahku. Karena kami hanya bersekolah selama empat bulan. Setelahnya, kami libur selama dua tahun akibat pandemi.
Bersama Pak Adam kepala jurusanku, aku diantar olehnya menuju kelas. Langkah kami terhenti tepat berada di depan pintu berwarna abu-abu dengan tulisan, X MULTIMEDIA 2 yang terpampang jelas di atasnya.
"Inikah?" gumamku dalam hati.
Tak berselang lama, seorang guru yang tengah mengajar di dalamnya melihat kami berdua dan mempersilahkan untuk masuk ke kelas. Canggung, aku benar-benar membenci situasi seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Aku harus menghadapinya, bukan?
"Mohon perhatiannya semua," Pak Adam sedikit meninggikan suaranya agar para murid mulai memperhatikannya.
"Hari ini kalian kedatangan teman baru." ucap Pak Adam. "Ayuk, silahkan perkenalkan diri kamu," sambungnya sedikit tersenyum seraya menatapku.
Dan hal kedua yang sangat tidak aku sukai ketika menjadi murid baru adalah bagian perkenalan. Ya, aku juga sangat membenci hal tersebut.
"Iya pak," sahutku.
"Perkenalkan nama saya Raina," ucapku seadanya.
Pandanganku kesana kemari memperhatikan keadaan kelas. Ruangan bernuansa putih dengan beberapa pajangan dinding di sekelilingnya. Bagiku, ini adalah suatu mimpi buruk. Bagaimana tidak? Bertemu dengan banyaknya orang baru yang sangat asing di penglihatanku. Aku harus mulai beradaptasi kembali dengan lingkungan baruku.
"Masa hanya nama saja? ayuk dong yang lainnya," sahut Bu Nengsih seraya tersenyum.
"Iya! nomor telepon nya juga sekalian sebutin."
"Alamat rumah juga."
"Udah punya pacar belum?"
Jujur, rasanya ingin sekali aku menimpuk mereka semua. Aku benar-benar tidak suka dengan situasi seperti ini. Aku mendengus kesal sebelum akhirnya memperkenalkan diriku ulang.
"Nama saya Raina Annalise, kalian bisa manggil saya Ra-" Perkataanku terpotong saat salah satu dari anak laki-laki yang duduk di bangku paling belakang menyahut.
"Manggil sayang boleh gak?" ucapnya yang entah aku tidak tahu siapa nama anak laki-laki itu, namun, dia berhasil membuat teman-teman tertawa meledekku. Termasuk Bu Nengsih dan juga Pak Adam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy at Midnight
Teen FictionHari itu, kejadian tragis yang menimpa dirinya sepenuhnya adalah kesalahanku. Andai, saat itu aku tidak terbawa suasana, mungkin, saat ini ia masih berada di dekatku. "Sedikit aja, lo gak ada perasaan sama gue Rai?" "Enggak. Dari awal kita udah sepa...