Ayin duduk di salah satu kursi tunggu begitu menyelesaikan administrasi, sedang Rion sedang dalam perawatan untuk engkel kakinya.
Ayin mengenal beberapa dokter di sini. Selain karena insiden beberapa tahun lalu membuat Ayin harus mengakrabkan diri dengan dokter spesialis tulang dan syaraf, Jasmin—ibunya—adalah seorang dokter bedah yang cukup ternama. Bagus ketika Ayin memaksa Rion pergi ke rumah sakit, melakukan pemeriksaan. Hasilnya, lebam yang Ayin temukan tidak bermasalah, justru engkelnya yang harus mendapat pengobatan segera.
Engkel kakinya kesleo. Ligamennya meregang namun tidak sampai sobek. Trauma ini masuk dalam kategori ringan. Rion hanya akan merasa kaku atau sakit, tapi pergelangan kakinya masih dirasa stabil.
"Keselo doang kan, Dok?" Respon Rion yang langsung mendapat tatapan geram dari Ayin.
"Kesleo doang?!"
""I-iya kan, Dok? Diurut juga pasti sembuh kan, Dok?"
"Diurut?!" Respon galak Ayin bahkan membuat dokter tidak jadi menjelaskan lebih detail permasalahan kaki Rion.
Akhirnya Rion mengiakan ketika dokter menyarankan untuk menggunakan terapi radiasi untuk kakinya. Dokter juga menjelaskan tentang pengobatan tradisional seperti diurut tidak masalah sampai di tahap tertentu, tentu saja dengan rekomendasi medis yang jelas. Rion hanya mengangguk-angguk, wajahnya pasrah. Ketika diminta untuk berbaring, Rion terlihat ingin protes, tapi urung begitu Ayin memasang muka galaknya.
Meninggalkan Rion untuk mengurus administrasi, Ayin bersantai di lobi rumah sakit. Ayin melihat banyak orang lalu lalang, juga terlihat anak kecil yang bergerombol bermain di ujung koridor. Dia baru akan beranjak untuk menyapa salah satu rekan kerja ibunya, ketika satu suara mengejutkannya.
"Kaki Orion jadi dipatahin?"
Nagara mengulurkan minuman kaleng yang Ayin tetap terima meski sarat akan tanya. Dia kembali duduk diikuti Nagara yang mengambil tempat di sampingnya.
"Untungnya nggak perlu."
Dengan santai Nagara mengambil kembali minumannya untuk membantu Ayin membukanya. Dalam hati Ayin menyayangkan tentang sesi perkenalan mereka. Nagara punya sisi menyebalkan yang bisa membuat minat Ayin untuk lebih dekat menurun. Padahal dari samping sini, Ayin menilai Nagara cukup tampan, baik, dan menyenangkan. Seperti Orion. Temannya.
"Lo ngapain di sini?"
"Yang ngalamin cidera bukan cuma Orion lo, Ayin."
Orion lo
Dia jadi teringat bisikan Nagara sebelumnya. Cepat sekali perasaan baik Ayin untuk Nagara berubah.
Ayin menutup matanya sejenak, memilih bertanya daripada menanggapi frasa yang Nagara sengaja sebutkan, "Cidera di mana?"
"Bahu." Nagara menegapkan diri lantas melakukan pergangan pada kedua tangannya, menyebabkan dia mengaduh palan. "A-a-aduh."
"Katanya cidera! Kenapa malah digerakin?!"
"Gue kira udah mendingan." Dia meringis, meski ada nada canda dalam ucapannya. Ayin melihatnya tersenyum tipis, entah untuk apa.
"Orion kenapa?"
"Engkel kakinya kesleo. Sekarang lagi dapat terapi radiasi, seharusnya udah selesai. Dia ketiduran kayaknya."
"Nggak lo samperin? Kayaknya tadi mau nyamperin."
"Emang, tapi karena lo—"
"Lo khawatir sama gue?"
"Lo nawarin gue minum! Kebetulan gue haus!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlite Sunshine
Teen FictionHalo, panggil gue Nana aja biar akrab. Ini cerita tentang Ayin. Gue suka dia, tapi dia nggak suka gue. Sad but gwencanna.... Trope cerita doi klise banget, tapi jujur gue yang lihat kasihan, sih. "Denial? Astaga.... Gue sama Rion itu udah kayak sau...