2. Terpenjara

57 7 1
                                    

-Semua alur maupun tokoh yang ada di cerita ini, sama sekali tidak ada sangkut paut nya dengan kehidupan para cast di dunia nyata-

‼️BE A SMART READER‼️

[VOTE SEBELUM LANJUT]

🌑🌑🌑

JIKA ada yang bilang, Aelin hanya pasrah terhadap apa yang terjadi, itu sangatlah salah. Aelin bukan tak ingin kabur, tapi semua nya sia-sia. 

Marko benar-benar memenjara dirinya di apartemen mewah ini. Sengaja memasang sandi berlapis agar Aelin tidak mudah untuk menembus pintu keluar.

Aelin juga sempat beberapa kali menelpon Gavin, namun apa boleh buat, Gavin tak kunjung menjawab telepon nya.

"Gavin, please angkat. Aku ngga mau disini," ujar Aelin sambil menatap ke arah pintu dengan cemas. Takut-takut bila laki-laki iblis itu tiba-tiba datang.

Menetap selama semalam membuat Aelin sudah paham bagimana gila nya Marko. Namun, sialnya laki-laki itu jatuh cinta padanya.

"Kalo aja aku tau bakal kaya gini akhirnya, lebih baik aku mati-matian untuk nolak perintah Gavin buat ikut dia balapan." Bahkan rasanya air mata Aelin sudah tak tersisa lagi untuk menangisi nasib malang nya ini.

Saat hendak mendial nomor Gavin kembali, pintu yang tak jauh dari Aelin berbunyi, menandakan bahwa sandi telah dimasukkan pada pintu tersebut.

Dan benar saja, ada Marko disana dengan beberapa tentengan besar ditangannya. Aelin buru-buru memasukkan ponsel nya ke saku.

Marko tersenyum tipis melihat gadis yang sudah ia klaim menjadi milik nya itu tengah terduduk tak jauh dari pintu.

"Cape kan kalau nangis terus?" tanya Marko begitu tiba dihadapan Aelin.

"Mau kamu sebenarnya apa?" Lagi dan lagi Aelin menatap jengah ke arah Marko.

"Simpel, lo," jawab Marko singkat yang membuat emosi Aelin kembali memuncak.

"Dasar aneh! Kita ngga pernah ketemu sebelum nya! Tapi kenapa kamu malah ngurung aku kaya gini?!" Aelin kembali bersuara. Ia masih tak habis pikir dengan jalan pikiran Marko.

"Simpan suara lo, jangan teriak," balas Marko cuek tanpa menanggapi ucapan Aelin.

Marko malah menyodorkan paperbag yang ia bawa tadi, "Itu ada baju-baju buat lo," ucap Marko.

"Dan, ada hp juga disana." Setelah itu Marko langsung merampas dengan paksa ponsel yang ada di saku Aelin.

"Jangan pikir gua ngga tau kalo lo masih berusaha hubungin Gavin. Enyahkan pikiran lo buat kembali ke Gavin karena sekarang lo punya gua." Marko melanjutkan kata-katanya.

"Aku ngga pernah mengiyakan ucapan kamu!" balas Aelin.

"Memang, tapi gue ngga butuh penolakan maupun persetujuan lo." Marko membelai lembut pipi Aelin namun dengan cepat Aelin menghempas tangan nya kasar lalu menampar wajah nya hingga tertoreh ke samping.

Marko langsung mencengkram kencang wajah Aelin dan berdesis dihadapan wajah cantik itu.

"Jangan bersikap gegabah, gua ngga suka gadis pemberontak. Jangan anggap karena gua cinta sama lo, bikin gua ngga tega untuk berlaku kasar ke lo." Marko menghempas wajah Aelin secara kasar.

Tangis Aelin kembali pecah. Ia sungguh tak mau seperti ini. Bersama Gavin juga seperti neraka. Sejauh ini Gavin lebih kasar dibanding Marko, namun, Marko juga tak lebih baik dari Gavin. Rasanya seperti keluar dari kandang singa namun kembali masuk kedalam neraka.

MARKO [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang