02. BIAR BISA DEKETIN KAMU LAGI

63 14 4
                                    

2013

Jam pelajaran pertama hari ini kosong, sebab guru-guru tengah rapat untuk ujian kelas dua belas. Jadi untuk mengisi kekosongan itu, Kansya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Dia sudah mengajak Gita, tetapi sahabatnya itu lebih memilih untuk tidur di kelas sebab semalam begadang untuk menyelesaikan drama Korea.

Dasar Gita maniak drakor.

Suasana perpustakaan tampak sepi. Hanya ada lima orang termasuk dirinya dan penjaga perpustakaan. Baiklah, ini bagus. 

Kansya duduk di salah satu kursi dekat jendela. Dia mengambil beberapa buku pelajaran tentang biologi dan fisika. Jika ada hal yang menurutnya penting, maka Kansya akan mencatatnya di buku. Terus begitu sampai ada seseorang yang tiba-tiba duduk di depannya.

Berhasil mencuri konsentrasi Kansya.

“Hai.” Dia menyapa dengan senyuman khasnya. Bagaimana tidak khas? Jika dia tersenyum, maka matanya akan menyipit. Lucu. “Lagi belajar?”

Hanya sebagai kesopanan, Kansya menjawab pertanyaan itu dengan anggukan sebelum kembali memfokuskan diri pada buku-buku di atas meja.

Tidak ada pembicaraan lagi. Kansya juga tidak berminat untuk berbicara, meskipun sejak tadi dia pun agak sedikit risi sebab lelaki di depannya itu terus memperhatikannya.

Ini bukan geer ya, sebab Kansya juga beberapa kali memergoki dia tengah memperhatikannya meskipun jika tertangkap lelaki itu langsung mengalihkan pandangan.

Maksudnya apa sih?

Setelah beberapa menit, akhirnya lelaki itu pergi. Tanpa mengatakan apa-apa, berlalu begitu saja. Mungkin dia lelah karena diabaikan. Yah, Kansya juga tidak peduli. Seketika, tanpa sebab, Kansya malah menghela napas lega.

Ugh …

“Gue habis ambil buku juga …” 

Kansya terkesiap ketika lelaki dengan name-tag Januar Shankara Bramansa itu ternyata kembali lagi. Kansya kira, lelaki itu benar-benar pergi.

“Daripada gangguin lo, daripada lo ngerasa risi karena gue lihatin terus, jadi mending gue ikut baca buku aja.” Janu kembali duduk di hadapan Kansya, dia tersenyum lebar sambil membuka bukunya. “Meskipun ya …” Dia mengangkat kedua bahunya, “Lo lebih menarik daripada buku ini sih. Hehe.”

Kansya dibuat melongo karena ucapan lelaki itu. Apa sih? Kenapa dia tidak jelas begini?

“Lo …” Kansya melipat tangan di depan dada. Bersandar pada kursi, lalu tatapannya tertuju lurus pada Janu. 

Sampai sekarang, dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba Janu bersikap seperti ini kepadanya. Seorang anak beasiswa yang seringkali dikucilkan di SMA Harapan Bangsa karena merupakan anak beasiswa—terkecuali Gita, yang malah menganggapnya sahabat.

“Lo mau apa?” bisik Kansya. Meskipun tadi ketika masuk perpustakaan manusia yang ada di sini bisa dihitung oleh jari tangan, bukan tidak mungkin jika sekarang jumlahnya sudah bertambah, bukan?

Terlebih ketika ada Januar Shankara di sini. Bukan tidak mungkin juga para penggemar lelaki ini akan membuntutinya kemari.

Membayangkan itu saja berhasil membuat bulu kuduk Kansya merinding. Ugh …

“Mau baca buku.” Januar mengangkat sebuah novel roman agar supaya Kansya bisa melihatnya. Tatapan ‘masa lo nanya yang udah jelas sih?’ itu bisa Kansya baca.

“Bukan, maksud gue tuh—” Kansya menghela napas. “Lo mau apa duduk di depan gue? Tempat kosong masih banyak, lho.” Kansya mengedarkan pandangannya ke arah bangku kosong di depan dan belakang mereka. 

Maybe, If You Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang