BAB 01 : Sang Putri Yamuna.

883 64 10
                                    

Tepat tak jauh dari hutan Dandaka dan dekat dengan Kerajaan Widarbha, berdirilah sebuah kerajaan megah yang diselimuti warna-warna cerah bak warna bulan dan dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang unik. Gaya arsitekturnya yang terlihat mempesona, dengan ornamen yang nampaknya belum pernah ada di India pada masa itu.

Kerajaan Agharna, kerajaan makmur yang tidak membeda-bedakan kasta. Namun kini kerajaan itu tengah berduka, karena sang Ratu, Pragyawati, telah melahirkan seorang bayi perempuan yang lahir mati. Dan bagi sang Raja, Satyananda, keinginannya untuk memiliki seorang putri tidak akan pernah terpenuhi.

Selama 20 tahun pernikahannya dengan Pragyawati, mereka belum dikaruniai seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan. Satyananda merasa seolah-olah tidak ada harapan untuk memiliki seorang putri yang dapat menjadi ahli warisnya. Di ambang keputusasaan, Pragyawati tiba-tiba berkata sesuatu.

“Suamiku, aku ingat aku pernah menerima anugerah untuk bisa memanggil dewa atau dewi mana pun dari Maharesi Durwasa. Kurasa, kita bisa meminta pada Dewi Yamuna seorang anak.” kata Pragyawati. Satyananda merasa senang mendengar ucapan istrinya. Rupanya mereka bisa mendapatkan apa yang mereka harapkan.

Tak lama kemudian mereka akhirnya pergi ke sungai Yamuna. Setelah perjalanan yang cukup panjang, mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Ratu Pragyawati kemudian melantunkan mantra dan setelah selesai, Dewi Yamuna pun muncul dengan senyuman manis. Sang Dewi terkesima dengan nyanyian pujian yang dipanjatkan Pragyawati kepadanya.

“Aku sangat senang dengan nyanyian yang kamu panjatkan, Pragya. Karena itu, aku memberimu seorang putri yang lahir remaja.” sambil berkata demikian, Sang Dewi kemudian mengangkat tangannya dan cahaya muncul dari telapak tangannya. Beberapa gelombang muncul dan membentuk sosok seorang wanita.

Tak lama kemudian tubuh yang terbuat dari air itu tampak lebih manusiawi sekarang. Gadis itu tampak berusia sekitar enam belas tahun dan kulitnya putih pucat seperti garam laut, kakinya tinggi dan ramping, tangannya halus dengan jari-jari yang panjang dan tipis.

Wajahnya berkilau bagai berlian paling langka, bibirnya mungil dan giginya bagai mutiara, serta matanya yang besar berbentuk almond sebiru lautan yang megah. Bulu matanya yang panjang hampir menyentuh alisnya yang tegas. Seolah-olah semua keindahan dunia terwujud dalam diri satu orang manusia.

Bau bunga teratai miliknya sangat harum. Rambutnya mencapai pinggang dan bergelombang bagai ombak laut. Ia perlahan berjalan keluar dari laut menuju Raja dan Ratu. Mereka berdua meneteskan air mata saat melihatnya, putri mereka. Dewi Yamuna tersenyum melihat interaksi itu.

Ia membungkuk untuk menyentuh kaki mereka, tetapi mereka menghentikannya dan malah memeluknya erat. Seolah-olah mereka tidak percaya ia nyata. Saat itulah Dewi Yamuna berkata, “ia begitu suci sejak lahir, ia akan dikenal di seluruh Arya. Yang ditakdirkan menjadi pasangan dari lima simbol kebenaran.”

“Yang awalnya seorang Putri menjadi Ratu semua bangsa Arya. Kecantikannya bagaikan ilusi optik yang menipu. Dengan segala kemegahan dan kemewahannya, ia menunjukkan kewibawaannya dalam memerintah. Ia akan dikenal sebagai CHITRAMAYA, dan juga akan dikenal sebagai MAYURIKA.” seru sang Dewi.

Alam segera menunjukkan reaksinya, menyambut kelahiran Chitramaya. Seluruh Arya merasakan sambutan alam kepada putri Yamuna. Termasuk di Wideha, sosok seorang Putri kerajaan yang sedang menatap langit dari balkon istana tersenyum dengan hangat.

“Saya telah menantimu, Maya. Dan kita akan bertemu di Hastinapura.” ucapnya, suaranya yang menenangkan dan lembut membuat siapapun terlena. Namun, ada kewibawaan dan ketegasan dalam suaranya. Dia adalah Shivaani, sang Putri kerajaan Wideha.

~

Orang-orang menaburkan bunga saat tandu sang Putri melewati kota. Semua warga terpesona olehnya saat ia menatap semua orang dan segala hal dengan polos. Melihatnya mereka merasa semua dosa mereka terhapus, hanya dengan melirik kepolosannya mereka merasa seperti sedang disucikan.

Jalan setapak menuju istana dipenuhi bunga, para pelayan memastikan agar kaki sang Putri tidak menyentuh tanah yang keras. Saat Chitramaya menaiki tangga, ia disambut oleh anggota keluarganya. Mulai dari neneknya, bibinya, pamannya, dan sepupu-sepupunya serta para menteri kerajaan juga menyambutnya.

Chitramaya melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu dan mereka semua kagum dengan kelucuannya. Termasuk seorang gadis muda bersari biru yang berdiri agak dekat dengannya. Ia tampak seperti bayi yang penasaran mencoba memahami segalanya. Saat ia berjalan melewati kediaman, ia menabrak sesuatu.

“Saudariku, itu cermin.” Drashti, salah seorang sepupunya berkata sambil terkekeh di sebelahnya. “Cermin?” tanyanya. “Ya, itu memperlihatkan bayangan kita, wujud kita yang paling sejati, lihat itu aku dan itu kamu,” kata Drashti. Chitramaya menatap cermin itu dengan rasa ingin tahu.

“Apakah itu aku?” tanyanya sambil menatap bayangannya. Ini adalah pertama kalinya dia melihat dirinya sendiri. “Ya, mungkin manusia paling sempurna di planet ini.” jawabnya dengan sedikit bercanda, sepupu-sepupunya yang lain terkekeh. Sementara Chitramaya masih penasaran.

“Putriku, sudah waktunya mandi adatmu. Kemarilah, sayangku.” panggil ibunya penuh kasih sayang. Chitramaya mengangguk dan berjalan mendekati Pragyawati. “Ayo. Kemarilah putriku.” Sang Ratu membawa Chitramaya ke tempat mandi yang khusus diperuntukkan bagi para Putri kerajaan. 

Mandi adatnya adalah dengan menggosokkan kayu cendana ke seluruh tubuh, kemudian mandi dengan susu dan setelah mandi, para pembantu memijat kulitnya yang lembut dengan parfum. Setelah itu, mereka mempersiapkannya dengan mengenakan pakaian mewah dan perhiasan baru.

Setelah Chitramaya selesai mandi, Ratu memberikannya sakramen Mahadewa sambil berpikir jika ini adalah pertama kalinya dia memakan sesuatu maka itu pasti sesuatu yang suci dan murni, Chitramaya merasa senang dan gembira setelah memakan sakramen dari tangan ibunya.

“Putriku, aku dipanggil oleh Raja di istana. Kau harus beristirahat untuk ini.” kata Pragyawati, kemudian Ratu mencium kepala putrinya. Chitramaya menganggukkan kepalanya saat ibunya pergi. Ia kemudian melihat sekeliling dan menjelajahi seluruh sudut kamarnya.

“Halo temanku!” Seseorang melompat dari balkon dan mengejutkannya. Chitramaya melihat bahwa orang itu tidak lain adalah Krishna, dan bukan hanya Krishna, ada seorang wanita cantik yang datang bersamanya. Chitramaya ternganga melihatnya, wanita itu sangat cantik.

Dia belum pernah melihat kecantikan seperti itu. Kulitnya yang gelap kontras dengan sarinya yang berwarna cerah, matanya yang hijau sangat mempesona. “Kanha, mengapa kau memintaku untuk memanjat?” wanita itu bertanya dengan wajah cemberut. Krishna terkekeh manis.

“Bagaimana kalian berdua bisa memanjat setinggi itu?” tanya Chitramaya bingung. “Aku punya banyak pengalaman memanjat seperti ini.” Krishna terkekeh, sementara wanita di sebelahnya masih memiliki wajah cemberut. Krishna kemudian menyenggol lengannya. 

Krishna membuat postur meminta maaf dengan memegang telinganya. “Maafkan aku Shivu. Aku hanya ingin memperkenalkanmu pada teman baru. Kelahirannya begitu luar biasa sehingga alam menyambutnya dengan indah.” Sementara wanita itu, yang ternyata adalah Shivaani tersenyum.

Kemudian mengisyaratkan sesuatu pada Krishna. “Teman, kau akan bertemu Shivu-ku lagi nanti.” kata Krishna, Chitramaya bertanya-tanya lagi. “Di mana aku bisa bertemu denganmu?” katanya sambil menunjuk Shivaani dengan bingung. Shivaani tersenyum, senyum yang menawan dan berwibawa.

Shivaani mendekat dan memegang tangannya. “Tentu saja kau bisa bertemu denganku lagi segera. Di Hastinapura, dalam sebuah pernikahan besar yang akan dihadiri oleh semua bangsawan Arya.” katanya dengan senyum manisnya, Krishna juga tersenyum.

Krishna dengan cepat menarik tangan Shivaani. “Sampai jumpa nanti teman!” Krishna pamit, tetapi sebelum dia turun Chitramaya bertanya. “Tunggu! Siapa namamu?” tanyanya sedikit berteriak, Krishna berhenti sementara Shivaani sudah turun lebih dulu.

“Gowinda!” katanya kemudian turun mengikuti Shivaani. Meninggalkan Chitramaya yang kebingungan. Lamunannya buyar saat Drashti dan dua sepupu perempuannya yang lain masuk ke kamarnya dengan wajah gembira. Entah apa yang membuat mereka bertiga gembira.

“Mayu. Kami punya kabar baik, undangan pernikahan dari Hastinapura sudah sampai di Agharna.” Anarghya, sepupu tertuanya berkata dengan gembira. “Sepertinya ini adalah pernikahan termegah sepanjang masa.” lanjutnya, yang mendapat anggukan dari yang lain.

~~~

TBC! Semoga kalian menyukai ceritanya. Salam sayang dari Harshyana.

Chitramaya's Journey :: MahabharataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang