Author POV
Setelah pulang dari bengkel. Lisa sudah membersihkan diri. Sesuai permintaan Jennie, Lisa mengizinkan sang biduan cantik itu untuk menginap lagi di rumahnya malam ini. Karena, ini adalah malam terakhir untuk Jennie bisa bertemu dengan Lisa.
Dan besok, Jennie sudah harus kembali manggung ke desa lain lagi.
Meski bukan kali pertama bagi Lisa ditinggalkan olehnya. Namun Lisa sungguh mengakui, bahwa perpisahan yang kali ini rasanya berat sekali. Sudah sama-sama berada di titik saling menyukai, dan sama-sama menunjukkan adanya rasa sayang, Lisa malah semakin dibuat frustasi akan takdir yang harus mereka hadapi. Seperti perpisahan ini, misalnya.
Seorang tukang bengkel dan seorang biduan dangdut yang saling jatuh cinta.
Tak ada yang menyangka memang. Tetapi Lisa, benar-benar mengalaminya.
Sekarang, Lisa sedang duduk di tepian kasur, di dalam kamarnya.
Ia baru saja selesai mandi. Di bahu perempuan itu juga masih bertengger handuk di sana. Lisa sembari mengeringkan rambutnya.
Sedangkan si biduan cantik itu? Dia tengah berbaring di atas kasur empuk milik Lisa. Dengan posisi tengkurap, terlihat asik memainkan ponsel digitalnya.
Tak lama, setelah selesai mengeringkan rambut. Lisa lalu menghampiri Jennie. Ikut merebahkan tubuhnya di samping Jennie.
Tanpa aba-aba, kedua tangan panjang Lisa tiba-tiba langsung mengangkat tubuh Jennie.
Membuat si biduan itu sempat terkejut dan refleks melepas ponsel digitalnya. Jennie kemudian lantas tertawa ketika Lisa malah membawa tubuh Jennie berada di atas tubuh Lisa. Sengaja.
Berakhir, mereka berdua kini saling tersenyum sambil bertatapan mata.
Tanpa merasa keberatan sama sekali. Lisa memeluk pinggang Jennie. Sedangkan Jennie, ikut menikmati posisinya.
Dengan jarak yang tak ada lagi tersisa, satu tangan Jennie dapat terangkat untuk menyentuh hidung Lisa. Kemudian ke pipi, telinga, hingga sampai ke bibir. Tangan Jennie kini sambil bermain-main menyentuh tiap sisi wajah Lisa.
“Tinggal di rumahku aja ya, mba?”
Usapan lembut dari jari-jari Jennie pada kedua pipi Lisa lantas terhenti sejenak.
“Mau, tapi akunya ngga bisa, sayang.” ucap Jennie, dengan suara lembutnya.
“Kenapa ndak bisa?”
“Sewa apartemen aku kan masih jalan. Sayang kalo ngga aku nginepin.”
“Nanti uangnya aku ganti.”
“Iya-iya, aku tau kamu banyak uang,” Jennie terkekeh, “tapi berondongku sayang, apartemen itu hasil dari jerih payah aku manggung selama beberapa tahun terakhir ini. Jadi, aku paling ngga bisa banget kalo harus ninggalin gedung itu.” jelasnya.
Suara Jennie itu lembut. Sama merdunya seperti ketika ia sedang bernyanyi. Jadi, dengan suara selembut itu. Lisa tentu saja langsung bisa paham dan mengerti.
Diam-diam, Lisa lalu memasukkan satu tangannya ke dalam kaos Jennie.
“Mau nen?” tawar Jennie, peka.
Lisa mengecup sebentar belah bibir Jennie. Kemudian, ia pun menggeleng sambil tersenyum.
“Mau mainin aja, boleh mba?”
Kepala Jennie mengangguk. Ia lalu membalas tersenyum, “Boleh sayang, sebentar.”
Ketika Jennie berniat ingin merubah posisinya, dan turun dari atas tubuh Lisa, ternyata Lisa justru malah menahan.