Author POV
“Mba, kenapa mba ndak setuju waktu aku mau ngasih tau ke Bapak sama Ibu, soal mba hamil itu?”
“Soalnya itu harus jadi rahasia kita berdua aja.”
“Mba isin, ya?”
“Ngga.”
“Halah.. Pipinya merah itu.”
“Ngga dih, aku ngga malu.” Jennie mencibir ke arah Lisa, “kamu tuh yang malu-maluin, maksa banget mau kawinin aku, dari kemaren-kemaren juga.”
Jarak mereka yang semulanya masih duduk bersandar bersebelahan di kepala ranjang itu lalu mengendur. Lisa menjauhkan sedikit badannya, guna memandang Jennie.
“Aku malu-maluin, mba?” ia bertanya, dengan nada sendu.
Melihat perubahan raut muka yang tadinya senyum-senyum, namun sekarang justru menjadi sedikit murung. Jennie dengan lekas menggelengkan kepalanya dan segera membawa setengah tubuh Lisa untuk Jennie peluk.
Sembari mengusap pucuk kepala itu penuh perhatian, Jennie mengungkapkan isi hatinya.
“Ngga, kamu ngga malu-maluin, sayang. Aku becanda doang. Tapi, nanti jangan gitu lagi, ya? Jangan ngomong yang ngga-ngga di depan ibu sama bapak kamu, aku malu.”
“Iya, mba. Maafin aku.”
Lantaran gemas, Jennie lalu mengecup kening Lisa.
Si perempuan tinggi itu seketika berubah senang raut mukanya. Apalagi, sekarang posisi kepala Lisa sedang bersandar di sela-sela payudara Jennie. Meski terhalang bra, tapi Lisa tetap dapat merasakannya.
Lisa lalu mengeratkan kedua pelukan tangannya pada pinggang Jennie.
“Mba, ‘doang’ itu kalo dalam bahasa Jawa sejenis kata apa, ya?”
“Umm..,” Jennie berpikir, “aku kurang tau, deh. Tapi, pemakaian kata ‘doang’ tuh sama artinya kaya, kata ‘aja’ gitu.”
“Di Jawa emang kalo kata ‘aja’ disebutnya apa?” tanya Jennie, sambil menatap Lisa.
“Ojo?”
“Ojo? Artinya aja?”
“Eee..” kali ini, Lisa yang tampak berpikir.
Sampai kemudian, ia pun kembali menatap Jennie, “ndak, mba. Kalo ojo itu artinya jangan.”
“Ya terus ngapain kamu bilang ojo.”
“Soale mirip, tapi beda huruf vokal tok.” Lisa menyengir.
“Sekarang aku tanya—ih! Tangan kamu, diem dulu.” tegur Jennie dan langsung memukulnya ketika satu tangan Lisa terasa ingin masuk ke dalam kaos Jennie.
Perempuan tinggi itu sempat cemberut sebentar. Tetapi kemudian, ia menurut patuh. Tak lagi meraba-raba.
“Mba, mau nanya apa?”
“Siska itu siapa?”
“....”
Sudut bibir Jennie menyeringai. Ia juga sudah menduga, pasti ada sesuatu yang tidak beres tentang Lisa dan seorang perempuan muda yang bernama Siska.
Tadi itu, ada sebuah insiden.
Ketika Jennie baru saja sampai di rumah Lisa. Jennie sewaktu itu masih di dalam mobil, baru juga selesai parkir di halamannya.