I. Prison of Soul

387 50 10
                                    

Suara gema yang dihasilkan oleh gerakan mungil membuat wanita itu merasa gila. Seakan dengung sunyi yang mengudara, mulai mencekiknya perlahan-lahan. Udara yang ditariknya, memberat, perih kala oksigen menyapu paru-paru.

“Tolong.” Suara lirih dari wanita itu ikut menggema seiringan dengan gerak sunyi yang mengudara. Kedua tangan dirapatkan, berdoa. “Tolonglah wanita rendahan seperti saya ini dari cengkeraman iblis.”

Suara yang keluar dari bibirnya penuh akan kelamnya rasa takut, gelapnya sebuah kematian, dan bunyinya bergaung dalam sebuah sangkar jiwa.

Duri demi duri tajam di balik tangkai mawar, menjadi rantai yang mengunci sangkar, menjebak wanita itu di dalam sebuah sangkar suram yang menjebak jiwanya. Sangkar jiwa yang abadi, kematian.

“Tolong, tolonglah wanita rendahan seperti saya ini.” Walau sebegitu kelamnya suara yang mengganggu partitur nada, tetap tak seorang pun yang meraih jemari lentik yang telah kehilangan segalanya. Rekan, kekasih, keluarga, yang telah meninggalkannya.

Sendirian, sunyi, sepi. Wanita malang itu hanya bisa meratapi nasibnya yang malang. Namun, “Mengapa?” tuturnya. “Mengapa tak ada yang datang?”

Bagi sosok yang telah kehilangan segalanya, mendapat sebuah uluran hangat pun sudah tak pantas. Kehilangan merupakan hal yang mutlak, tetapi abstrak. Perasaan yang menggema, perasaan yang mengekori, pedih, pedih apabila hilangnya sosok yang dapat memberikan sebuah peluk kasih.

Jiwanya menggelap dalam sebuah penjara, sangkar jiwa berupa kematian. Wanita itu kehilangan sinarnya, binarnya, bahkan napasnya. Padahal, malaikat pencabut nyawa belum menyapanya, tetapi jiwanya telah lebih dulu kosong.

Perih, katanya. Menarik senyum mungil pun tak mampu, seolah kesedihan di dadanya telah lebih dulu merenggut segala reka peristiwa yang membahagiakan. Meski begitu, air mata tak mampu menitik. Mati rasa. Baik hatinya atau hidupnya.

Wanita malang itu tak bisa lagi bertahan. Terlalu pedih sangkar jiwa itu menahannya, terlalu pedih sebuah penjara yang menjebaknya, terlalu pedih bahwa tak seorang pun mengulurkan tangan untuknya.

Dengan derita yang nyata, diraihnya sebuah belati tumpul pemberian iblis. Atas bisikan sesat, ditusukkannya belati tumpul ke dalam jantung kosong yang masih berdetak. Namun, kala belati tumpul didorong masuk lebih dalam ke permukaan kulit, tepat pada jantung yang mengucurkan darah segar, tepat pada sebuah detak kehidupan, tangis wanita malang itu terdengar sunyi. Walau perih tak terkira, walau pedih dirasanya, tetapi tak mampu mengembalikan jiwa yang kini bebas dari sebuah sangkar jiwa yang mengekang.

***

Nitip.

Prison of Soul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang