Dibandingkan dengan Henry sang pangeran dari negeri dongeng, sosok yang memancarkan cahayanya seolah hendak memerangi ratusan bintang di angkasa, atau sosok yang menyaingi terangnya matahari, wanita malang itu hanyalah jelmaan iblis. Semenjak wanita malang itu kehilangan segalanya, wanita malang tersebut jatuh ke dalam cengkeraman iblis, menunggu binasa di dalam sangkar jiwa.
Namun, kini Henry tiba. Sosoknya yang begitu kontras dengan wanita malang itu, begitu jelas, begitu dalam. Meskipun terlihat berbeda, antara iblis dan sang malaikat, keduanya tetap bersanding, enggan melepas jemari yang bertautan, seolah setelah lepas segalanya, maka lepas pula kebahagiaan mereka.
“Henry, aku hanyalah seorang jelmaan iblis.” Sang wanita malang mulai membuka suara. Suaranya yang dingin dan kosong mampu membuat Henry menunjukkan sorot pedih di wajahnya. “Dibandingkan dengan dirimu yang jelmaan malaikat, kamu tak pantas berada di sampingku.”
“Apa yang kamu katakan, wahai maduku?” Henry membelai rambut gelap wanita malang dengan lembut, menyikapi sang wanita seolah dia adalah vas bunga yang telah retak. “Kamu adalah kamu, tak peduli kamu adalah jelmaan iblis atau malaikat, manusia atau hantu, bintang atau matahari, bulan atau awan. Kamu adalah kamu. Sosok yang jika aku bersamamu, aku merasa cukup.”
“Henry.” Sang wanita malang merasakan pandangannya berkabur. Sudah lama semenjak hatinya tergerak, sudah lama semenjak perasaannya meledak akan rasa gembira, sudah lama detak jantung kehidupannya kembali terpompa. “Henry. Bahkan jika aku berdosa, aku akan tetap mencintaimu. Bahkan jika mencintaimu sebuah dosa, aku akan tetap melakukannya.”
Kekehan Henry bergema dalam sangkar jiwa yang tak lagi suram. Walau kegelapan pekat seolah berniat untuk menenggelamkan keduanya, rasa perih dan sunyi sudah terusir karena kebersamaan keduanya.
“Sama denganku, maduku. Bahkan apabila mencintaimu adalah sebuah dosa, aku akan tetap mencintaimu.” Henry menyatukan dahi keduanya, menggenggam kedua telapak milik sang wanita malang ke dalam sebuah genggaman hangat, lalu membiarkan manik safirnya tenggelam dalam pekatnya manik yang menyerupai malam. Hanya saja, pekatnya malam telah kabur, di sana, telah tumbuh bulan dan gemintang yang meninggalkan binar nyata di manik sang wanita malang. “Sesekali, bukankah kamu harus serakah akan sesuatu, menginginkan sesuatu sehingga sebegitunya, walaupun tahu bahwa hal tersebut sebuah dosa.”
“Mencintaimu, Henry, rasanya sebuah dosa. Bagiku yang seorang iblis untuk dapat mencintai mahkluk yang dikasihi Tuhan, aku seolah telah merebutmu dari sucinya seorang malaikat. Mahkluk sial sepertiku untuk memilikimu ... aku tetap serakah akan kamu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Prison of Soul
FanfictionTerjebak dalam sangkar jiwa penuh muslihat, ianya tersisipi oleh bisikan iblis sang terkutuk, lantas habis asanya. Kala sunyi menyapa, sang malaikat yang memancarkan pendar dalam netra penuh kilaunya, tiba-tiba saja memilih untuk bersanding dengan i...