“Maduku, siapa namamu?”
Manik kelam yang kini telah dibumbui oleh jutaan gemintang tak lagi sepekat biasanya, kini menatap sang pemilik manik safir dengan penuh kasih. Detak kehidupan di dadanya tak dapat berhenti, seolah itu berdetak dan hidup hanya untuk menyaksikan sosok yang dikasihinya kembali merengkuh sang wanita malang ke dalam pelukan hangat dan kecup penuh sayang.
“Kamu tidak pernah memberikan namamu padaku, maduku. Aku bahkan harus memanggilmu dengan nama lain,” sambung Henry.
Sang wanita malang hanya menggeleng perlahan. “Tidak mengapa, Henry. Namaku bukanlah hal yang terpenting. Madu, itu sudah cukup.”
Henry menatap si wanita malang dengan tatapan serius. “Tidak bisa, maduku. Aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi, maduku. Jika aku bahkan tidak mengetahui siapa namamu, aku telah gagal mengenalimu.” Ditelisiknya jemari lentik milik sang wanita malang yang kini telah menjadi hangat, meninggalkan kesan beku setelah Henry berada di sampingnya. “Aku ingin tenggelam ke dasar untuk mengetahui tentang dirimu lebih jauh, maduku. Apa yang kamu sembunyikan di dadamu, pikiranmu, benakmu, tubuhmu, dan balik rambutmu? Aku ingin tahu segalanya, maduku. Tak peduli apakah segalanya yang kamu miliki hanya darah dan luka, aku bersiap untuk mengobatinya. Tak peduli apakah yang ada di belakangmu adalah sebuah penderitaan, aku akan menuntunmu ke depan dengan sebuah kebahagiaan.”
Bagi sang wanita malang yang telah meyakinkan dirinya sebagai jelmaan iblis dan terjebak dalam sangkar jiwa yang menjijikkan, untuk menyembunyikan segala derita dan masa lalunya merupakan sebuah keharusan. Sebuah kenyataan di mana dirinya telah jatuh ke dalam sangkar jiwa saja sudah menjadi aib yang memalukan, apalagi masa lalu kelam yang mengekorinya, apalagi sebuah nama menjijikkan yang telah membiarkan segalanya menghilang.
“Maduku.” Henry menarik dagu sang wanita malang dengan lembut. “Tidak perlu ragu lagi, maduku. Bukankah sumpah setia di antara kita tidaklah semu? Bukankah untuk saling bersama, kita perlu tenggelam di dalam kisah satu sama lain? Apa yang mengganggumu, maduku?”
“Henry.” Sang wanita malang menyentuh pergelangan tangan Henry yang berada di dagunya. “Aku begitu menjijikkan, aku begitu menyeramkan. Jika kamu tahu segalanya, kamu akan lari. Sebab, aku adalah jelmaan iblis, sedangkan dirimu adalah sang malaikat. Aku merupakan sebuah kesalahan dan aku bukanlah apa yang diinginkan orang lain, keluargaku, rekanku, temanku. Aku memiliki tubuh iblis yang menjijikkan. Tanduk di kepalaku hanya tersembunyi, Henry. Aku tidak menampilkannya saja.”
“Tak mengapa, maduku. Bahkan jika kamu memiliki dua atau tiga tanduk di kepalamu, aku tetap mencintaimu. Aku hanya ingin tenggelam di dalam kisahmu, merasakan dan mengetahui segala tentangmu.”
Jeda panjang yang meninggalkan gema sunyi mulai meraung. Henry menilik manik gelap yang penuh keraguan itu, untuk menarik senyum kala bibir pucat sang wanita malang mulai bergerak.
“Namaku Richard Plantagenet.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Prison of Soul
FanfictieTerjebak dalam sangkar jiwa penuh muslihat, ianya tersisipi oleh bisikan iblis sang terkutuk, lantas habis asanya. Kala sunyi menyapa, sang malaikat yang memancarkan pendar dalam netra penuh kilaunya, tiba-tiba saja memilih untuk bersanding dengan i...