IV. I am the Shadow, the Darkness Behind the Lights

53 14 1
                                    

Sangkar jiwa terkutuk tak lagi sunyi. Seorang pria bak pangeran di negeri dongeng mulai bersanding di samping wanita malang itu, menemaninya, mengajaknya bicara, meraih hatinya yang tenggelam di dalam sebuah neraka putus asa. Untuk pertama kalinya, sangkar jiwa yang berisi neraka tak lagi sunyi, bahkan gelak tawa kebahagiaan mulai terdengar satu persatu, mengisi kekosongan udara, mengendurkan cekikan derita yang dihirup.

"Aku bersyukur bisa jatuh ke dalam neraka ini." Henry menelisik jemari lentik dingin milik si wanita malang. "Di sini, aku tidak sendirian, tidak sunyi, bahkan tidak bisa dikatakan neraka. Di dalam sangkar ini, bahkan lebih menyenangkan dibandingkan berada di dalam lingkaran surga."

"Lingkaran surga? Bukankah lebih nyaman berada di lingkaran surga dibandingkan di dalam sangkar jiwa?"

Henry hanya terkekeh kecil. Suaranya yang manis terdengar begitu menenangkan jiwa, terlebih kala manik sebiru batu safir itu, sebiru lebarnya angkasa di semesta lepas, beradu dalam kekelaman manik gelap yang seolah tak berwarna, seolah warna-warna kehidupan telah ditelan seiringan dengan detik yang berjalan kala wanita malang itu menghabiskan waktunya di dalam jebakan abadi.

"Tidak." Henry menggelengkan kepala, semakin mengeratkan pegangan tangannya. "Lingkaran surga itu hanya dinamakan seperti itu oleh orang-orang yang merasakannya. Sementara itu, bagi orang-orang yang tidak merasakan bagian dari lingkaran surga, mereka akan merasa lebih baik untuk menetap di dalam sangkar jiwa ini."

"Apa yang ada di dalam lingkaran surga itu?"

Senyum Henry berubah menjadi lebih lirih, seakan deburan ombak menghantam benaknya, dingin, membeku.

"Peperangan, pembunuhan, permainan politik, dan kejahatan lainnya. Itu bukanlah surga, itu merupakan neraka yang berlindung dalam gelar surga."

"Tidak mengapa, Henry." Jemari si wanita malang naik dengan ragu, perlahan menetap di helai lembut milik Henry. Warna emasnya begitu berkilauan, bak matahari yang tak pernah wanita malang itu rasakan kembali sinarnya. Kala bersentuhan dengan telapak tangan yang pucat, menyerupai kulit tanpa kehidupan, wanita malang itu tiba-tiba merasa tak pantas untuk bersanding dengan Henry.

"Ya." Henry kembali melebarkan senyumnya. "Tak mengapa, di sini ada kamu. Bahkan kehidupan bersamamu di sini lebih baik daripada lingkaran surga itu."

Wanita malang itu tak tahu mengapa Henry yang bersinar layaknya puncak sinar di semesta, memiliki intensi untuk bersanding bersama wanita malang tersebut. Sebab, mau bagaimanapun, jikalau dia bersanding dengan Henry yang terus memancarkan sinarnya, bayangan wanita malang itu akan semakin gelap. Hanya Henry yang akan terus berkilauan. Sebab, posisi sang bayangan adalah berada di balik sang cahaya.

Prison of Soul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang