CHAPTER 35

285 14 2
                                    


Allah sudah menetapkan setiap takdir manusia jauh sebelum mereka dilahirkan. Termasuk soal jodoh.

-Bilal Abidzar Ar Rasyid

°°°

Bilal hanya berdiam diri di kamar sambil menatap langit langit kamarnya. Sementara, Lea sedang fokus mengerjakan tugas kuliah di meja belajarnya.

Hawa dingin dikamar ikut membuat Pikiran Bilal terhanyut, ia kembali teringat dengan kenangan di masa lalu bersama Hanna.

Flashback on

Di ruang ICU, Ayah Hanna sudah terbaring sangat lemah lengkap dengan alat medis yang hampir memenuhi seluruh tubuhnya. 

Siapa sangka, Ayah Hanna yang merupakan orang yang sangat ceria ternyata mempunyai riwayat penyakit yang cukup berat yaitu kanker paru paru stadium akhir.

Di temani oleh Bunda nya dan juga Bilal disampingnya. Hanna tak kuasa menahan tangis sambil memandang tubuh Ayahnya yang sudah tak berdaya.

Selang beberapa menit. Akhirnya Ayahnya berhasil melewati masa kritis, jantungnya kembali berdetak, jari jemarinya pun perlahan mulai bergerak. Ayah Hanna membuka pelan kedua bola matanya sambil menatap seisi ruangan.

"Ayah." Lirih Hanna.

"Alhamdulillah! Ayah." Lanjut Bunda Hanna.

Bilal juga langsung memanggil dokter untuk segera memeriksa keadaan Ayahnya Hanna.

Setelah di periksa oleh dokter. Alhamdulillah keadaan Ayah Hanna berangsur membaik dan bisa kembali di rawat di ruang perawatan seperti biasa.

Selama di rawat di rumah sakit, Hanna selalu ke rumah sakit setiap harinya untuk merawat Ayahnya bersama dengan Bunda. Bilal juga tidak pernah absen menemani Hanna, ia selalu berada di samping Hanna untuk menguatkannya.

Awalnya, Bilal sempat risih karena harus selalu menemani Hanna. Apalagi Bilal tahu bahwa Hanna menyukainya, ia takut kalau Hanna semakin terbawa perasaan dengannya. Tapi, ia juga merasa kasihan dengan keadaan Hanna jika harus terpuruk sendirian.

Orang tua Hanna dikenal sangat religius, mereka merupakan donatur tetap di pesantren. Itulah sebabnya keluarga Bilal bisa sangat dekat dengan keluarga Hanna.

Walaupun berprestasi dan terlihat polos. Tapi, Hanna justru dikenal sebagai anak yang sangat berambisi dalam mengejar sesuatu. Apapun yang ia mau harus ia dapatkan bagaimanapun caranya. Ia tidak perduli dengan orang lain dan selalu mementingkan kebahagiaan nya sendiri.

Di ruang perawatan, terlihat Hanna yang sedang menyuapi Ayahnya Bubur. Ia juga di temani oleh Bunda nya dan juga Bilal.

"Bi-Bilal?" Panggil Ayahnya Hanna.

"Iya, Om?" Jawab Bilal sambil mendekati Ayah Hanna.

Hanna dengan cepat beranjak dari kursi dan mempersilahkan Bilal untuk duduk. Setelah Bilal duduk, Ayah Hanna tiba tiba berbicara seolah akan segera pergi ketempat yang sangat jauh. "Om rasa, waktu Om di dunia ini sudah tidak lama lagi."

"Ayah. Ayah kenapa ngomong kayak gitu. Hanna nggak suka." Bentak Hanna yang tiba tiba menghentikan ucapan Ayahnya.

Bunda langsung merangkul pelan pundak Hanna sambil berusaha menguatkan padahal sebenarnya ia juga merasa sakit mendengar ucapan suaminya itu. Tapi, ia juga sadar bahwa menurut perhitungan medis kalau umur suaminya sudah tidak lama lagi.

Ayah Hanna hanya tersenyum tipis sambil menatap wajah anaknya. "Nak! Satu hal yang harus kamu tahu. Ayah adalah laki laki pertama yang mencintai kamu tanpa imbalan sedikitpun dan tidak ada seorangpun yang bisa misahin ikatan antara seorang Ayah dan anak."

Lentara Untuk Zaujaty [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang