- Chapter 2

149 18 2
                                    


-

Tidak pernah ada yang siap dengan kehilangan. Semesta selalu memberi kejutan dengan tanpa memberi aba-aba akan perpisahan. Mereka selalu saja bisa membuat hati yang damai menjadi keruh berantakan. Bisa saja, semua hilang dalam sekejap mata.

Tidak ada obat untuk sebuah kehilangan yang nyata. Manusia hanya perlu menerima dan membiasakan diri. Menyimpan kenangan sampai perlahan terhapus dan memudar. Terlepas dari itu, membiarkan waktu menyelesaikan pekerjaannya adalah hal yang tak bisa dihindari. Membiarkan semesta kembali menjadi pemenangnya. Membiarkan diri berkali-kali kalah dalam pertempuran hati.

Tapi, bagaimana jika rindu itu tak bisa lagi ditahan? Bagaimana jika suatu saat nanti kerinduan itu tak bisa dibendung lagi? Apa memeluk angin saja sudah cukup? Apa meneriakkan namanya saja sudah cukup? Tentu tidak. Tidak akan pernah cukup.

Tidak ada obat kerinduan untuk orang yang telah berada dalam dekapan Tuhan.

~


Calon ibu mertuanya menghampiri dan terduduk bersama, memeluk tubuh Freen yang lemas menangis, "Nak, sudah."

Freen menoleh dengan deraian air mata, hal yang semula indah itu kini memerah dan sembab, ia berkata dengan suara bergetar hebat, "Ma, apa yang terjadi?" Ibu Mon hanya diam tersesak tanpa mampu melafalkan kata.

"Bukankah Mon baik-baik saja? Bukankah dia hanya sering sakit kepala saja, Ma?"
Freen bertanya seolah-olah tak percaya dengan apa yang terjadi, "Ma, tolong bangunkan Freen, cepat! Mimpi ini terlalu menyedihkan," Suara lemas Freen tertahan, ia berusaha mencari oksigen yang selalu dibutuhkannya. Kini telah hilang, tak terlihat, tak berdaya.

"Dan, tolong! Siapapun, tolong bangunkan aku!" Freen melanjutkan dengan memukul-mukul dadanya.

Ibu Mon tambah menangis dengan penuturan Freen. Bagaimanapun Freen adalah orang yang paling dicintai anaknya, Freen adalah calon menantunya yang ia sayangi sama seperti anaknya sendiri.

~


Freen melamun di ruangan sunyi ini, pandangannya kosong pada kasur besar di sana. Suasana menjadi dingin dan gelap. Ia tak lagi melihat cahaya, ia tak lagi merasa hangat, Freen kehilangan energi paling ia butuhkan, tak ada lagi suara dan tawa riang yang menyambutnya pulang.

Tak ada lagi pelukan hangat yang ia dapatkan setiap kali telah melalui banyak hal di luar sana. Freen kehilangan obat yang paling ia butuhkan. Freen kehilangan dunianya. Semua, runtuh sudah.

Suara ibu Mon kembali terngiang, tentang bagaimana ia bisa menemukan Mon dalam keadaan sudah tak sadarkan diri, tentang bagaimana bisa Mon dengan cepat diambil oleh semesta. Selamanya.

"Jangan bersedih, Nak.. Jangan menangis lagi. Jangan membuat Mon di sana merasa berat. Lepaskan Mon dan dia akan tenang di sana."

Semua kata tak berguna. Semua kalimat penenang tidak lagi ampuh untuk mengobati kalutnya Freen saat ini. Mata yang telah sembab itu menutup dengan perlahan, kaki lemasnya sudah tidak mampu menopang dirinya yang sedari tadi hanya berdiri di tengah kamar ini.

Freen tersungkur dan menangis lagi. Tangannya yang lemas, berhasil menjatuhkan beberapa lembar kertas yang berisi keterangan tentang riwayat penyakit yang diderita kekasihnya. Aneurisma adalah sebuah kelainan pembuluh darah otak. Mon terjatuh, saat sedang berusaha menahan rasa sakit yang teramat pada kepalanya.

Gadis dengan mata indah sembab ini terdiam, melamun beberapa saat, memutari setiap sudut ruangan yang terlihatnya suram. Kepalan tangan itu memukul-mukul dada Freen, berharap rasa sesak ini sedikit berkurang. Namun, nihil. Semakin ia berusaha untuk tenang, semakin bertumpuk pula rindu dan pilu yang kian berantakan.

Give Me Your Forever - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang