- Chapter 4

112 17 8
                                    

-

Dalam hidup, selalu ada saja hal yang tak sesuai dengan harapan, keinginan, bahkan bayangan. Selaku manusia yang hanya berpijak pada semesta milik Tuhan, tak ada yang bisa dilakukan. Biarkan semua hal yang tak diinginkan itu berjalan dengan sendirinya, biarkan berlalu meski hilang sekalipun.

Dalam hidup yang berputar ini, ada saja hal tak terduga yang bisa terjadi kapan saja. Bahkan perpisahan dan kehilangan tak bisa dienggan-enggan.

Meski semua hilang, lenyap, terbawa arus hebat, namun yang ada dalam ingatan tak bisa sirna. Setelahnya, biarkan waktu menjalankan tugasnya. Biarkan ia melupa,  menghapus, mengganti dengan ingatan yang baru.

------------

“Freen, Khun Nita sudah datang.”

Freen menoleh, ia berdeham dan segera menghabiskan sisa kopinya, “Kerja bagus, Nam.”

Seseorang yang dipuji dengan sarkas ini nyengir dengan terpaksa, “Mm.. Aku akan persiapkan dulu.”

Dengan segera ia berlalu dari sana dengan mengucapkan beberapa kalimat yang hanya terdengar olehnya saja. Menggerutu pada keadaan tak mengenakkan yang menimpanya.

Pemotretan akan segera dimulai, senyum penuh kemenangan itu terpasang jelas di wajah cantik Khun Nita yang telah bersiap dengan busana lengkap dengan perhiasan yang telah disiapkan.

“Kita mulai.”

Freen menggapai kamera besarnya dengan tanpa melirik modelnya di depan sana, Khun Nita tersenyum nakal. Menampilkan siratan kalimat yang bahkan bisa terbaca oleh semua orang yang melihatnya.

Nam bersiap di belakang sana, ia telah standby di depan komputer dengan beberapa orang lainnya. Nam berucap pelan pada lelaki di sampingnya, “Putarkan musik.”

Dan musik mengalun pelan, Freen memperhatikan sang model yang terus tersenyum padanya. Datar. Photographer ini hanya memastikan bahwa yang ia kenakan sudah sesuai dengan brand yang ditampilkan.

“Baik, kita mulai.” Freen berucap memberikan aba-aba pada model untuk segera beraksi. Memperlihatkan gaya andalannya untuk membantu pemotretan menjadi lebih efisien.

“Tolong sentuh kalungnya.”

Khun Nita mengikuti arahan Freen, pandangannya terus saja pada sang photographer yang menurutnya menggoda itu. Siapa yang tak menginginkan Sarocha Freen di muka bumi ini?

Beberapa puluh menit telah berlalu, Freen dengan datar berbicara, “Kerja bagus, Khun Nita.”

Setelah menyimpan kamera besarnya, Freen berjalan mendekati layar komputer, “Apa sudah cukup?”

Nam mengangguk, “Seperti biasa, semua bagus.”

Terlepas dari model, Nam mengakui bahwa cara kerja Freen tidak perlu diragukan lagi. Meski dengan seseorang yang bahkan tidak menjalin hubungan yang baik dengannya.

“Hari ini telah selesai. Terima kasih, Khun Nita.” Freen mendekat, membenarkan beberapa kabel yang terhubung pada kameranya.

Khun Nita mendekat dengan senyum jahilnya, “Jadi, di mana kita akan makan malam?”

Alis Freen terangkat, “Maksudmu?”

“O-u, Freen, bukankah aku menerima pekerjaan ini dengan satu syarat?”

Syarat? Apa? Freen mendelik. Dengan segera kepalanya memutar mencari Nam yang sudah lebih dulu bersembunyi di balik layar komputer.

Suara tawa kecil Khun Nita terdengar, penuh kemenangan. Jari lentik dengan kuku panjang berwarna merah itu menyusuri tangan Freen yang terdiam, “Kita bisa istirahat dulu sebentar?”

Give Me Your Forever - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang