"Bangun! Masih molor aja, nggak ngantor?"
Paginya, David sudah berada di dalam apartemen Oliver. Perlahan-lahan Oliver mengerjapkan kedua matanya akibat sinar matahari yang berhasil membuat dirinya tersadar dari tidur panjangnya.
Sekilas Oliver mengingat, semalam dirinya minum terlalu banyak sehingga tidak sadarkan diri. Akan tetapi, apa benar David yang mengantarnya? Bukankah sahabatnya itu paling malas terhadap persoalan dirinya yang mabuk parah. Jika David mau, selalu ada imbalan. Memang teman kurang ajar, untung saja mereka berdua saling mengenal satu sama lain.
"Harusnya lo pagi ini buruan ke kantor terus bilang thank you ke Sherly," ucap David sambil mengeluarkan sekaleng minuman penyegar tubuh.
"Sherly?" Tunggu? Benarkah mantan istrinya itu peduli soal dirinya?
"Iya, semalam gue minta tolong Sherly buat antar lo ke apartemen, untungnya dia mau. Serius, mantan istri lo itu meski cuek, tapi nyatanya dia masih perhatian sama lo."
Belum menjawab ucapan David, Oliver segera bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap ke kantor. Dirinya harus membelikan makanan kesukaan Sherly, yaitu nasi kuning gerobak yang ada di pertigaan pasar Tanah Abang.
Sementara di atmosfer lain, Sherly sudah tiba di kantor jam setengah tujuh pagi. Dirinya tidak suka datang siang, walau jarak dari apartemen ke kantor tidak membutuhkan lebih dari satu jam. Sedangkan, Claire sedang berada di bank untuk urusan keuangan perusahaan.
Sudah ada buku absen ditangan Sherly. Perempuan itu duduk di dekat pintu kafe dalam lobi kantor. Memperhatikan detail setiap karyawan perusahaannya masuk. Apabila lebih melewati waktu jam absen, Sherly tidak akan segan memotong gaji yang sudah diinformasikan melalui email kemarin.
Sambil menyeruput kopi susu, kedua mata Sherly menyala bagaikan seekor elang yang sedang mencari mangsa. Tajam dengan raut wajah tegas.
"Dian, Bara, Agnes, Andin, jam tujuh lewat lima menit." Sherly mulai mengabsen satu-persatu yang telah masuk berjalan menuju lift.
Namun, mood-nya berubah tatkala kedatangan laki-laki yang tanpa diundang duduk di meja yang sama. Niat apa yang dimilikinya?
"Selamat pagi," sapa Oliver.
"Pagi," jawab Sherly singkat sambil melanjutkan pekerjaannya.
Oliver langsung meletakkan sarapan yang dibelinya untuk Sherly. Berharap gadis ini menerima dengan senang hati.
"Aku bawakan nasi kuning di pertigaan dekat pasar Tanah Abang kesukaanmu." Kedua mata Sherly sama sekali tidak melihat sarapan yang dibawakan Oliver untuknya.
"Simpan saja untukmu, aku sudah sarapan," jawab Sherly tanpa melihat raut wajah Oliver. Tidak menyerah, Oliver tetap memaksa Sherly untuk menerima pemberiannya. Oliver mengerti mantan istrinya itu biasa sarapan di jam tujuh pagi. Jadi, meski telat datang setidaknya menyelamatkan perut mantan istrinya.
"Oliver, dengar. Aku sudah sarapan jam setengah enam pagi. Jadi, berikan untuk orang lain atau salah satu karyawanmu. Understand?"
Sherly tidak bisa lama-lama berada di dalam kafe bersama Oliver. Dirinya segera beranjak dan meninggalkan Oliver sendirian di dalam kafe.
Lagi dan lagi, Oliver menatap sendu kepergian Sherly. Terlebih lagi dirinya sedih melihat nasi kuning yang tidak diterima oleh mantan istrinya.
"Sabar ya nasi kuning, lain kali kita berusaha." Oliver pergi dan membawa nasi kuning itu ke dalam kantornya.
***
Di dalam ruangannya, Sherly memanggil dua karyawan yang telat masuk. Terlambat satu menit tidak ada toleransi dalam diri Sherly.
KAMU SEDANG MEMBACA
My-Ex [On Going]
RomanceSherly dan Oliver adalah sepasang suami istri lima tahun silam. Oliver yang tidak percaya Sherly berani menduakan cintanya, terpaksa mengikuti neneknya yang memiliki sifat patriarki untuk menceraikan Sherly. Setelah lima tahun lamanya, mereka berdua...