02

76 13 0
                                    


Mereka semua akhirnya berkumpul di rumah Re untuk memastikan bahwa Willen ini memang sungguh-sungguh sedang jatuh cinta, memang Willen susah uring-uringan untuk beberapa minggu tapi mereka masih belom yakin.

Ann masih menatap Willen."ini lo beneran jatuh cinta sama orang yang baru lo kenal?"

Willen mengangguk, dia tidak berani membuka suara.

"Re kebawah bentar, tadi dia juga udah ngasih tau gue gimana orang yang lo suka itu." Ucap Ghea sambil matanya masih menatap layar ponsel.

"Lo kenal gak sih?" Wajah Willen seperti orang yang kehilangan kucing kesayangannya, ia benar-benar ingin bertemu dengan perempuan itu lagi.

Seenggaknya dia harus tau nama perempuan itu.

Ghea mengangguk dan paham dengan situasi yang temannya alami itu, lalu yang jadi permasalahannya adalah temannya ini menyukai perempuan yang belom jelas asal-usulnya dan bentukan tepatnya gak ada yang tau.

Re, Ann, dan Ghea duduk di ruang tamu rumah Re yang sederhana namun nyaman. Suasana di antara mereka agak tegang, terutama karena Willen yang terlihat begitu putus asa dan bingung. Willen terus menatap mereka dengan mata penuh harap, seolah-olah berharap bahwa salah satu dari mereka akan segera memberinya jawaban yang ia cari.

Ghea, yang masih fokus pada ponselnya, akhirnya mengangkat pandangannya dan menatap Willen dengan serius. "Will, gue sebenernya ada petunjuk kecil tentang siapa dia," ucapnya perlahan, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati.

Mata Willen berbinar, meskipun ia tetap duduk diam, seakan takut jika bergerak terlalu cepat akan merusak apa yang Ghea akan katakan selanjutnya. "Serius, Ghea? Lo tau dia siapa?"

Ghea mengangguk, namun ekspresinya tetap waspada. "Gue gak tau pasti siapa dia, tapi berdasarkan deskripsi lo tentang kalungnya, gue inget pernah lihat kalung kayak gitu di salah satu toko perhiasan antik di kota. Gue sering lewat situ, dan gue pernah ngeliat cewek yang pake kalung kayak gitu. Tapi, gue gak pernah ngobrol langsung sama dia."

Ann menatap Ghea dengan rasa penasaran. "Lo yakin itu kalung yang sama? Bisa aja itu kalung yang serupa tapi beda."

Ghea mengangkat bahu. "Gue gak bisa yakin seratus persen, tapi kalung yang lo deskripsikan, Will, unik banget. Gak banyak orang yang pake perhiasan model begitu di kota ini."

Re yang sejak tadi diam akhirnya ikut bicara. "Jadi langkah kita sekarang apa? Kita ke toko perhiasan itu dan coba tanya pemiliknya? Mungkin mereka kenal sama cewek yang beli kalung itu."

Willen mengangguk cepat, tanpa ragu. "Ya, kita harus ke sana. Gue gak peduli berapa kali kita harus datang ke tempat itu, yang penting gue bisa nemuin dia."

Melihat tekad Willen, Re, Ann, dan Ghea saling bertukar pandang, lalu mengangguk serempak. "Oke, besok kita berangkat," kata Re dengan nada tegas. "Kita bakal bantu lo, Will. Siapa tau, ini bisa jadi jalan buat lo ketemu sama dia."

Willen tersenyum, rasa syukur dan semangat membaur di wajahnya. "Thanks, guys. Gue gak akan bisa lakuin ini sendirian."

Malam itu, meskipun banyak pertanyaan yang belum terjawab, Willen merasa sedikit lebih ringan. Ia punya harapan, dan yang lebih penting, ia punya teman-teman yang siap membantunya dalam perjalanan ini.

Esok harinya, mereka berempat berkumpul lagi, kali ini dengan tujuan yang jelas: mencari gadis misterius yang telah menguasai pikiran Willen. Mereka berangkat bersama, penuh semangat dan sedikit ketegangan, ke toko perhiasan antik yang disebutkan Ghea.

Toko itu kecil dan tua, dengan jendela kaca yang dipenuhi perhiasan berkilauan. Pintu kayu tua yang berderit menyambut mereka saat mereka masuk, dan seorang wanita tua dengan senyum hangat menyapa dari balik meja kasir.

"Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu dengan ramah.

Willen, meskipun gugup, maju ke depan. "Saya... saya mau nanya tentang kalung tertentu yang mungkin dijual di sini. Bentuknya bulan sabit, dengan ukiran di tepinya."

Mata wanita itu menyipit, seolah mencoba mengingat. Setelah beberapa saat, dia tersenyum tipis. "Ah, kalung itu. Ya, saya ingat. Itu salah satu perhiasan yang paling saya sukai. Seorang gadis muda membelinya beberapa bulan yang lalu. Dia sering datang ke sini untuk melihat-lihat."

Willen merasakan jantungnya berdegup kencang. "Anda tahu siapa dia? Namanya? Atau mungkin di mana saya bisa menemukannya?"

Wanita itu tampak ragu sejenak sebelum menjawab. "Saya tidak tahu namanya, tapi saya pernah beberapa kali melihat dia ada di taman kota saat malam hari, biasanya membawa buku atau duduk di bangku dekat danau. Mungkin kalau beruntung, Anda bisa bertemu dia di sana."

Willen menatap teman-temannya, matanya bersinar dengan harapan baru. "Taman kota... Itu tempat yang sama di mana gue ketemu dia."

Re menepuk punggung Willen, tersenyum lebar. "Berarti kita ada di jalur yang benar. Malam ini, kita semua ke taman itu. Kalau dia ada di sana, lo pasti bakal ketemu lagi sama dia."

Dengan rencana baru di tangan, mereka meninggalkan toko dengan semangat yang baru. Bagi Willen, pertemuan kembali dengan gadis misterius itu terasa semakin dekat. Hatinya penuh dengan harapan, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, ia merasa bahwa segala sesuatu mungkin akan berjalan sesuai harapannya.

























To be continued.....
























Cieee pacaran di wipers

Popcorn!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang