06

74 16 0
                                    

Hari ini adalah hari yang cerah, pagi-pagi Willen sudah berada di luar dengan seragam yang lengkap, semangat berangkat sekolah pagi ini di sponsori oleh Arina. Benar adanya dia rela berangkat sepagi ini karena katanya Arina juga selalu berangkat sekolah pagi-pagi buta, dia sekarang ini berjalan menuju halte bus, melihat susah ada Arina di sana.

Ia tersenyum sedikit lalu menormalkan ekspresi wajahnya, tidak boleh terlihat terlalu suka tapi Ann bilang yang namanya cinta harus di tunjukkan secara ugal-ugalan.

Willen akan melakukan itu.

Arina disitu hanya duduk diam menunggu bus sambil mendengarkan musik dari earphonenya, tak sadar akan Willen yang duduk di sampingnya, Arina tetap pada aktivitasnya itu.

Willen hanya diam karena tidak berani berbicara, mungkin nanti jika di bus ia akan melancarkan aksinya.

Mungkin.

Bus datang dan Arina lebih dulu masuk kedalam bus itu di ikuti oleh Willen, terlihat lumayan ramai dan tidak ada tempat duduk yang tersisa. Maklum banyak orang yang produktif di pagi hari jadi tidak heran, Willen dan Arina terpaksa harus berdiri bersampingan.

Mobil itu mulai melaju dan Arina hanya bisa menghela nafas, pegangan pun tidak ia dapatkan, benar-benar ia harus ekstra menjaga tubuhnya agar saat tiba-tiba bus ini berhenti dia tidak terjatuh.

Saat bus mulai melaju, Willen mencuri pandang ke arah Arina yang berdiri di sampingnya. Ia bisa melihat bagaimana Arina mencoba menjaga keseimbangan tanpa ada tempat untuk berpegangan. Melihat itu, naluri Willen langsung ingin membantu, tapi ia juga tak ingin terlihat terlalu terburu-buru atau canggung.

Namun, ada suara dalam dirinya yang mengingatkan tentang apa yang Ann bilang: cinta harus ditunjukkan, meskipun sedikit ugal-ugalan.

Akhirnya, dengan sedikit ragu namun berani, Willen perlahan mengulurkan tangannya ke arah Arina, tapi tiba-tiba bus itu berhenti secara tiba-tiba dan membuat penumpang kehilangan keseimbangan mereka semua.

Willen langsung menangkap Arina."sorry kak."

Arina tidak menjawab, ia hanya diam.

"Maaf ya, ini ada kucing tiba-tiba lewat." Ucap sang sopir yang tiba-tiba ngerem mendadak tanpa ada aba-aba lagi.

Tangan Willen masih melingkar di pinggang Arina dan itu membuat detak jantungnya semakin cepat berdetak, hal ini mungkin bisa di bilang 'mengambil kesempatan dalam kesempitan' padahal tidak begitu, karena Willen benar-benar bukan mencari kesempatan tapi ingin Arina tetap aman tanpa ada luka.

Selama perjalanan, Willen mencoba tetap tenang, meskipun pikirannya berputar-putar dengan perasaan campur aduk. Ia merasa senang bisa membantu Arina, tapi juga gugup karena ini adalah kontak fisik pertama mereka yang lebih dari sekadar sapaan biasa. Willen bisa merasakan hangatnya tangan Arina, dan ia berusaha untuk fokus, meski hatinya berdebar-debar.

Bus terus melaju melewati jalan-jalan yang sibuk, dan Willen merasa bahwa waktu berjalan lebih cepat dari biasanya. Ketika bus tiba-tiba melambat untuk berhenti, Willen secara refleks menggenggam tangan Arina lebih erat, memastikan bahwa dia tetap berdiri dengan stabil. Arina menoleh dan tersenyum padanya, sebuah senyuman yang membuat Willen merasa bahwa semua usahanya pagi ini tidak sia-sia.

Bus pun akhirnya berhenti di dekat sekolah mereka. Willen melepaskan tangannya dari pinggang Arina dan melangkah keluar dari bus dengan elegan, seolah-olah momen tadi tak mengganggunya sama sekali.

Tidak ada satu ucapan apapun dari Arina yang lebih dulu berjalan keluar dan menuju area sekolahan, Willen merasa sangat bersalah karena sudah lancang melakukan hal itu.

"Gue keknya salah deh."
































To be continued.....

































Mari kita kenalan dengan kakak Arina!

Arina Evangeline (Arina)

Arina Evangeline (Arina)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



















Sekian dan terimacash 🔥

Popcorn!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang