11

68 16 0
                                    


Sudah hampir sebulan Willen mencoba mengikuti Arina setiap pagi, dengan maksud ingin berangkat bareng dan mencari kesempatan untuk mengobrol sedikit. Namun, ketakutannya selalu menghalangi. Setiap kali Arina membalikkan badan, Willen buru-buru bersembunyi. Perilakunya itu tak disadari sudah mulai mengganggu Arina.

Suatu pagi, Arina, yang merasa resah, akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada Ghea, temannya. Mereka sedang duduk di kantin ketika Arina membuka pembicaraan.

"Ghea," panggil Arina dengan nada serius.

"Hm? Kenapa?" tanya Ghea, sambil tetap asyik dengan ponselnya.

"Komplek sebelah itu emang ada orang aneh ya?" tanya Arina.

Ghea mengernyitkan dahi, "Komplek sebelah? Komplek rumahnya Re itu?"

"Iya," jawab Arina, sambil menyesap minumannya.

Ghea berpikir sejenak, "Setau gue sih enggak ada, kenapa?"

Arina mendesah, "Gue udah sebulanan ini diikutin terus pas mau berangkat sekolah, kayaknya sih cewek, tapi gue gak tau kalau dia cowok gondrong yang nyamar."

Ghea terkejut, "Hah? Aneh banget, emang gondrong rambutnya?"

Arina menggeleng, "Gak gondrong sih, sebahu gitu."

"Terus???" Ghea semakin penasaran.

"Kayaknya gak terlalu tinggi deh, rambutnya blonde," jelas Arina.

Ghea terdiam sejenak, sebelum tiba-tiba berdiri dan bergegas pergi, meninggalkan Arina tanpa penjelasan. Ia harus segera menemukan Willen dan mencari tahu.

Beberapa saat kemudian, Ghea menemukan Willen di lapangan, sedang asyik dengan ponselnya.

"Woy!" panggil Ghea dengan nada tinggi.

Willen terkejut, "Apa?"

"Ada yang ngikutin Arina, udah sebulanan ini," ucap Ghea dengan nada tajam.

Willen langsung pucat, "ANJRIT?! Beneran?? Siapa yang berani kayak gituin kak Arina?! Gue tonjok sini! Pasti kak Arina risih banget."

Ghea memandang Willen dengan tatapan tajam, "Lo tau kalo itu bikin risih orang, kenapa masih kayak gitu? Gue bilangkan ajak Arina ngobrol, bukan malah kayak jadi stalker, please jangan bertindak bodoh lagi, Willen."

Willen menunduk, merasa malu, "Gue?! Gue eng-ah.. iya.. gue emang ngikutin kak Arina tapi gue gak bermaksud kayak gitu!"

Ghea menghela nafas panjang, "I know that, tapi seenggaknya lo gak perlu kayak gitu. Kalau emang mau deketin dia ya yang bener, lo tuh kebanyakan takut! Minimal berani dulu baru jatuh cinta ke orang!"

Willen merasa semakin bersalah, "Lo marahin gue?"

Ghea menatapnya dengan tegas, "Enggak! Lo gue kasih siraman rohani biar otak lo itu bisa di pake! Bumpet banget pas di suruh mikir ginian doang."

Willen menggaruk kepala, "Maaf deh, terus gue harus apa dong?"

Ghea menarik nafas, mencoba bersikap sabar, "Besok minta maaf ke dia, sekalian ajak dia ngobrol tipis-tipis. Kalau lo masih kayak kemarin, mendingan udahan, gak perlu capek-capek kayak gitu."

Willen mencoba membela diri, "Ih gue kan masih mau berjuang!"

Ghea mengangguk, "Iya tau, tapi lo nya letoy gitu, terus gimana? Satu-satunya lo harus berani! Dia gak akan gigit lo!"

Willen mengangguk, "Iya Ghea.. maaf."

Ghea menunjukkan tangannya dengan gaya dramatis, "Ngomong sama tangan neh!"

Willen cemberut, "Lo marah ih."

Ghea menatap Willen dengan tatapan serius, "Gue tunggu kabar dari lo besok, kalau lo masih kayak gitu juga, gue yang bakalan gebugin lo!"

Willen tertawa kecut, "Iya iya! Serem banget gue di gebugin."
























To be continued....




































✨✨✨✨

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Popcorn!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang