Bab 3 (8)

11 3 0
                                    

"Kami pergi ke tempat ketiga anak itu tertidur karena mabuk, tapi kami hanya melihat Yurio dan Akasia serta sebuah surat bertulisakan 'Datanglah ke tebing!' Dari surat itu kami tau kalau penulisnya adalah Hazella dan tanpa curiga kami mengikutinya. Disana sudah ada Hazella yang bernyanyi sendiri. Aku sudah tau dari dulu kalau suaranya sangat indah, tapi entah kenapa kali itu ada perasaan berbeda padaku. Hazella berhenti bernyanyi setelah menyadari kami datang. Tanpa basa basi aku menanyakan apa yang arti foto itu sebenarnya."

Tikara diam menunduk sebentar dan melanjutkan ceritanya.

"Dia menjawab tanpa ragu kalau misinya adalah untuk membunuh semua orang yang ada di dalam album itu. Seketika aku menjadi marah dan menamparnya lalu meneriakinya dengan kata-kata kasar tanpa mendengarkan penjelasannya, karena di album itu ada foto adikku sendiri. Hazella diam mendengar semua perkataanku sedangkan Viqi mencoba menenangkanku. Setelah aku tenang, kami menanyakan alasan mengapa mereka harus dibunuh." Lanjut Tikara.

"Kenapa... kenapa kamu melakukan hal sekejam itu!? Apa salah para Livvy terhadapmu? 5 tahun lalu, kebanyakan dari mereka masih anak-anak bukan?!!" marah Nea.

Hazella menatap Nea dengan tenang, lalu bergantian menatap Tikara.

"Hei, bisa aku ambil alih ceritanya?" tanya Hazella santai. Tikara mengizinkannya.

"Akan kulanjutkan. Btw, pertanyaanmu mirip dengan Tika saat itu. Kau tau, saat itu Viqi adalah target ketigaku. Dengan kata lain aku 5 tahun lalu hanyalah gadis biasa yang dipaksa melakukan pembunuhan meski tak punya pengalaman."

"Dipaksa?"

"Ya, karena Tika adalah teman baikku saat itu, aku tanpa ragu memberitau alasan yang sebenarnya padanya tanpa tau bahwa itu akan membahayakannya. Alasanku membunuh para Livvy meski aku juga adalah Livvy karena itu adalah misiku. Bahkan meski aku tidak ingin, misi ini tidak boleh di abaikan kalau aku tidak ingin nyawaku dan nyawa adikku hilang begitu saja."

"Adikmu? Kamu punya adik?" tanya Lizza.

"Punya loh, orang tua kami bercerai jadi nama keluarga kami berbeda. Tapi kamu pasti mengenal adikku, dia adalah Aliyana Edless," balas Hazella.

"EH?!!!!! LIYA ITU ADIKMU?" kaget Nea dan Lizza.

"Bukankah keluarga Silvero dan Edless itu berteman baik sejak dulu? Kenapa kak Tika dan Vio tidak mengenalmu sebelumnya?" tanya Lizza.

"Ya karena Lili ikut ibuku dan aku ikut ayahku, ibu menikah dengan ayah Lili beberapa tahun yang lalu. Oleh sebab itu marga Lili dan ibu berubah jadi Edless," terang Hazella santai.

"Baiklah kembali ke topik. Saat itu aku tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah profesor untuk membunuh semua Livvy yang ada. Lalu alasan kenapa Livvy harus dibunuh itu sedikit rumit. Kita loncati itu dulu..."

"Ya jangan dong! Penting itu!"

"Setelah aku menjelaskan alasannya pada Tika dan Viqi, Tika jadi lebih tenang dan mengajakku untuk membicarakan ini dulu dengannya dan tidak langsung mencoba membunuh Viqi, aku iyain saja dan kami mengobrol sebentar."

"Tunggu! Bagaimana dengan alasan cemburu pada si Viqi itu? Katamu kamu begitu ingin membunuhnya saat itu," sela Nea.

"Aku bohong, tidak mungkin aku akan membunuh orang hanya karena alasan seperti itu. Kuakui aku memang sedikit cemburu, tapi dari awal aku tidak berniat menjalin hubungan asmara dan pertemanan karena waktuku untuk bersama mereka terbatas hanya 1 tahun. Oke lanjut, entah bagaimana caranya Tika berhasil meyakinkanku untuk berhenti dan mencari cara untuk menyelamatkanku dan Lili."

"Tapi profesor selalu selangkah lebih depan dari kami, bahkan ponselku ditemukannya adalah bagian dari rencananya. Profesor dari awal sudah merencanakan untuk menghancurkan hatiku agar menjadi mesin pembunuh yang sempurna. Dia meleponku dan mengatakan bahwa dia menyandra adikku. Jeritan kesakitan Lili karena disiksa olehnya terdengar sangat jelas di telepon. Aku benar-benar putus asa agar dia berhenti menyakiti adikku karena dialah keluargaku satu-satunya, mengingat ayahku membuangku dan ibuku sudah meninggal."

The LivvyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang