Bab 3 [ Tangisan Sang Malaikat ]

14 5 2
                                    

Bekas gesekan itu mengarah masuk ke dalam Villa, bekasnya hilang begitu masuk. Namun, ada jejak air terseret yang menyambung bekas tanah.

"Airnya berwarna merah," gumam Vio.

Saat ini, kontrol tubuh kembali diambil oleh Vio. Karena efek obatnya cukup lama, Litt masih bisa berkomunikasi dengan Vio tanpa khawatir rasa sakit yang akan diderita Vio. Sementara Vio mengikuti jejak itu, Litt hanya menatap dengan malas.

"Tentu saja merah, ini pasti darah," kata Litt malas. "Kalau begitu bukannya gawat? Dia berdarah loh? Kalau kita lama, aku ragu tubuhnya akan baik-baik saja,"

"Belum tentu itu darah manusia kok,"

"Maksudmu?" tanya Vio penasaran. "Ingat kata Lizza, kalau pelakunya Vilan dan dia bukan manusia. Ini mungkin darah yang keluar dari tubuhnya,"

"Aku mengerti. By the way, Litt bisakah kamu melakukan sesuatu tentang suaramu itu? Aku selalu penasaran, kenapa kamu selalu berbicara dengan nada seram begitu? Padahal seingatku dulu kamu tidak begitu," kata Vio.

"Bisa kok, aku cuma mau membuat kesan horor saja."

"Kalau begitu tolong kedepannya bicaralah dengan normal,"

Litt mengangguk dengan malas. Sementara itu, jejaknya mendadak menghilang begitu Vio sampai didepan lukisan Viqueilan Dangela.

"Lukisan ini lagi?! Kenapa jejaknya hilang tepat di depan lukisan Vilan?" kaget Vio.

"Vio, jejaknya tidak hilang begitu saja. Perhatikan lebih teliti, ada bekas darah di dinding antara lantai dan lukisan. Ini hanya tebakanku, tapi mungkin dia ada didalam lukisan,"

"Tidak mungkin ada orang didalam lukisan!" marah Vio.

"Bodoh! Maksudku dibalik lukisan ini pasti ada sebuah ruangan,"

"Maafkan aku, kamu benar Litt. Kita harus mencari cara agar bisa masuk kesana."

Vio lalu mulai meraba-raba lukisan itu dan berusaha mencari celah atau tombol rahasia. Beberapa menit telah berlalu, namun Vio masih tak menemukan apapun. Lukisan itu benar-benar hanya lukisan biasa. Anehnya, disaat Vio mencoba melepas lukisan itu ada sesuatu yang menahannya sehingga tak dapat dilepaskan.

"Benar-benar tanpa celah huh," kesal Vio.

Sementara Vio mencari celah dan cara membuka pintu lukisan itu, Litt mengamati lukisan itu lekat-lekat dengan mata kiri Violet ( Litt mengendalikan hanya pada mata kiri saja ). Litt menemukan sesuatu yang janggal di lukisan itu. "Bukannya itu sandi morse?" gumamnya.

"Apa kamu menemukan sesuatu?" tanya Vio.

"Coba perhatikan mata Vilan, ada titik-titik tidak teraturkan? Apa itu sandi morse?"

Vio berhenti meraba-raba dan mulai memeriksanya. Matanya terbelalak kaget, dia setuju kalau itu mungkin memang sandi morse. Samar-samar Vio bisa membacanya. Sandi itu berbunyi

. _ _ _ _  dan   _ _ _ _ .

"Dimata kiri itu angka 1 dan dimata kanan itu angka 9, maksudnya 19 atau 91 Litt?" tanya Vio setelah dia mengartikan morse itu. "Entahlah,"

Vio dan Litt mengamati lagi, untuk mencari tau petunjuk yang lain. Vio menemukan sebuah kode yang sama dengan yang ditemukan Nea saat itu. Setelah sekali lagi mencari, Vio tidak menemukan apapun lagi.

"Vio, sebentar... dimana anak ayam yang selalu mengikutimu?" tanya Litt merujuk pada Nea dan Lizza. "Ah benar, aku lupa. Uhh, maafkan aku siapapun yang didalam. Aku harus mencari temanku dulu," sesal Vio.

The LivvyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang