Darahnya berdesir jantungnya perlahan bisa di ajak bekerja saja, nafas yang tersengal itu perlahan mengikuti irama. Ashel membuatnya lebih baik.
"Ini bukan kamu cel" Adel mendongakan wajahnya menatap ashel
"Maksudnya?" Tanya ashel mundur selangkah
"Kali ini apa ? Papi aku ngelakuin apa ?" Tanya nya dengan mata teduh sekali
"Engga, ga ada" Ashel tau apa yang adel maksud
Tentu saja kecurigaan adel benar tapi mana mungkin ashel bicara soal kematian pada orangnya langsung.
"Kali ini aku ga punya kesempatan ya cel ? Kali ini aku harus nyerah ya ?" Sedihnya dalam pejaman matanya adel menangis
"Apa sih ga ada apa apa del"
Seperti tertangkap basah dia bingung harus memberi penjelasan apa lagi ke adel, sulit baginya untuk jujur bicara.
"Maaf ya cel, aku tau kok selama ini aku nyusahin kamu, bikin kamu ga nyaman"
"Tapi aku boleh minta sesuatu ?" Adel menatap matanya
Ashel bingung harus bicara apa, dia tak tau harus menanggapi adel seperti apa. Kali ini pria itu benar benar terlihat hilang pondasi.
Keras hati ashel sedikit menciut. Keangkuhannya sedikit terkalahkan oleh rasa bersalah.
"Apa sih del ?" Dia meneguk liurnya keras
"Aku tau aku ga punya banyak kesempatan, di sisa kesempatan yang aku punya. Aku mau sama kamu cel, aku mau mati sambil ngeliat kamu" Mendadak susana menjadi begitu sedih
Ashel mengutuk berkali kali dalam hatinya.
"Apasih del mati mati, lagian pasti bokap lu berhasil cari donor" Dia masih berusaha tidak tampak goyah
"Semoga. Cel... Tapi kalau aku ga berhasil... Aku tau shel aku egois, aku tau ini rasa ini cuma aku yang punya, tapi sekali aja boleh ga keadaan berpihak sama aku ?" Dia menatap ashel dengan derai air mata
Dalam hatinya ada rasa bersalah yang tidak bisa ashel jelaskan.
"Kalau seandainya aku di kasih waktu lebih banyak, aku janji aku bakal mencintai kamu dari jauh. Aku janji bahkan seujung rambut pun kamu ga akan pernah liat cel" Dia tiba tiba berdiri
"Apaan sih del, ini nih yang gua benci ga perlu segini nya lah" Ashel menarik tubuh pria itu saat dia hampir saja berlutut
"Lu mau gua ngapain del ?" Omongnya pelan
Adel memeluk ashel erat sekali, dia tidak tau pelukan mana yang akan menjadi pelukan terakhirnya.
"Ayo pacaran"
Kali ini mungkin ashel akan menyesali keputusan nya lagi, mungkin saja dia akan merasa tertekan sepanjang hari dan kelelahan setelahnya.
Tapi kali ini dia tidak sanggup berpura pura sekuat itu lagi, dia bersimpati dan merasa terluka saat tau bahwa orang yang dia lihat di tahun tahun hidupnya harus menghilang.
Adel tidak kuat semua orang tau, dia memang tampan tapi pucat setiap hari, dia kaya tapi tidak bisa menikmati, semua kesialan itu dan akhirnya pria itu harus mati.
Ashel bersimpati.
"Dari siapa ma ?" Dia memakan kue yang rasa nya begitu enak di atas meja
"Tante shani" Jawab anin
Ashel sudah bisa menebaknya, kali ini makanan enak di atas meja, mood baik papa nya. Semua karna adel.
"Ciee senyum terus anak papi" Goda gracio melihat adel cengengesan dari tadi
"Makan yang banyak" Shani senang melihat putranya tersenyum
Tapi sampai kapan ?
"Halo acel... " Adel sedari tadi tidak bisa menahan rindu dengan kekasihnya itu
"Kenapa" Jawab ashel dari sebrang sana
"Mau vidcall bolee ndaa" Ajak adel
"Boleh"
Dia ingin menolak, tapi jika ini yang terakhir bagi adel apa dia akan merasa berdosa seumur hidup ?
Adel tersenyum senang melihat wajak cantik ashel tanpa riasan sedikitpun.
"Besok jalan yuk celll"
"Ga ah gausah banyak ulah deh del, ntar sok sok jalan jalan lu pingsan kan gua yang repot" Beberapa detik ashel baru menyadari dia jahat barusan
"Hemmm hehe iya gapapa, kamu lagi ngapain cel ?" Tanya nya lagi
"Ga liat kah del ? Lagi rebahan lah" Dia berusaha lembut tapi sulit sekali
Dia meredam egonya berusaha mengeluarkan semua rasa simpatinya tapi itu sangat melelahkan.
"Ngapain lu cemberut" Dia baru sadar adel tiba tiba diam dan terluhat sedih
"Yaudah deh ah kalau beneran pengen jalan, awas ya tapi kalau nyusahin"
Mendengar hal itu adel kegirangan, dia melompat lompat seperti anak kecil.
Ashel tersenyum, sedikit.
Dia hebat bisa bertahan hingga pria itu tidur baru mematikan video call mereka, rasa nya energi ashel terkuras habis.
"Tumben udah rapi, mau jalan ya" Tanya dheo yang padahal dia udah tau
Ashel hanya diam, dia merasa mood baik papa nya sama dengan menjual semua kebahagiaan yang dia punya.
"Serius del, kesini? " Mendadak ashel kesal
Adel membawa ashel ke museum, dia pikir adel akan membawanya ke tempat bagus. Mereka bukan anak smp yang pacaran tapi bahas sejarah.
"Aku baru pertama kali kesini tauuu, ayooo" Dia menarik tangan ashel
Sentuhan, rangkulan dan pelukan itu sungguh tidak nyaman.
Adel membuatnya tidak nyaman.
"Aku pengen seengaknya sekali seumur hidup ke museum" Katanya pada ashel
"Kenapa ga ke tempat lain ? Kan banyak ?" Pusing ashel
"Hemm aku pengen ngajak kamu ke hal hal keren tapi aku ga yakin bisa hehe" Baru saja mau misuh misuh dalam hati tapi ashel kembali merasa simpati
"Kan kamu tau aku tuh terjebak dalam kata bisa, bisa tapi gabisa jadi luar biasa. Aku bisa main basket, tapi ga akan pernah jago, aku bisa main futsal tapi aku gabisa ngimbangin yang lain, aku bisa beli makanan apa aja tapi dokter ga ngebolehin, semua serba bisa. Tapi cuma sampe di titik bisa aja" Baru kali ini dia mendengar kalimat itu dari adel
Dia terbiasa mendengar adel mengeluh tapi kali ini terasa semua memang berasal dari hatinya.
"Bisa kok, ayok" Ashel menarik tangan adel
*demi dah gua lupa punya wattpad 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, My Self & I (Delshel)
FanfictionAku mendengar tapi aku menutup telingaku, aku bisa bicara tapi aku memilih diam, dan ini menyakitkan tapi aku tetap mencintaimu. BxG Tinggalkan jejak kalian dengan vote dan komen