[Darling, aku menginap di rumah Ferarra. Kami mengadakan pesta minum – minum. Aku tidak akan bisa menyetir nanti. Tidak perlu menungguku dan aku juga tidak mau kau menjemputku. Kau bisa tidur lebih dulu. Aku mencintaimu. Salam sayang, Barbara.]
Itu pesan semalam. Abihirt mengembuskan napas kasar dan meletakkan kembali seluler genggam ke atas meja kaca. Roger sudah memberikan obat, tetapi rasanya dia benar – benar akan demam. Sekujur tubuh luar biasa seperti teremuk redam, kaku, dan tulang – tulang di antara tangan maupun kaki begitu ngilu.
Abihirt mengernyit saat berusaha bangun. Perlahan mengenyakkan punggung di sandaran sofa. Tidak ada siapa pun di ruang tamu. Ingatan mengenai Roger di malam yang sama, memberitahu bahwa pria itu telah berpamitan pulang, yang sempat memberi ocehan panjang kepadanya. Harusnya memang lebih baik pria itu tidak di sini. Kenyataan bahwa Roger sanggup membuat puncak kepalanya berdenyut, adalah sesuatu yang tak dapat Abihirt singkirkan.
Secara tentatif dia mengulurkan tangan untuk merenggut kembali ponsel di atas meja, menghubungi tangan kanannya demi menyampaikan informasi. Tidak mungkin pergi ke kantor dengan keadaan seperti ini.
“Aku ingin kau mengatur ulang seluruh jadwalku, dan segera selesaikan beberapa hal yang tertunda di meja kerja.”
“Ya, kosongkan jadwal hari ini maupun besok.”
“Kau bisa lanjutkan tugasmu seperti biasa.”
Hanya setelah jawaban – jawaban singkat dari seberang, Abihirt segera menghentikan percakapan dengan memutus sambungan telepon. Dia butuh teh hangat di pagi. Butuh cairan yang diseduh sepekat – pekatnya, lantas mengambil langkah lebar menuju dapur. Sayup – sayup bunyi perangkat masak menarik sebelah alis hitam, tebal nan rapi untuk terangkat singkat. Abihirt semakin tertarik melewati ambang pintu, dan berhenti setelah menemukan sebentuk tubuh Moreau yang ramping sedang berdiri di depan kompor.
“Apa yang kau lakukan?”
Sebuah pertanyaan sederhana, tetapi itu sanggup menarik Moreau kembali ke permukaan. Dia terkejut, berbalik badan, dan menemukan pria yang sedang melesak di dalam pikirnya malah menjulang tinggi di dekat pintu dapur.
Moreau menahan napas sesaat mendeteksi Abihirt melangkah lebih dekat. Sesekali melirik ke arah masakan. Dia memutuskan untuk membuat sup bawang saat mengetahui ayah sambungnya sedang tidak dalam keadaan baik – baik saja. Pria tersebut menggigil, tetapi Moreau tidak memiliki apa pun sekadar menutup tubuh jangkung itu saat sedang di atas sofa. Dia takut membangunkan Abihirt, memutuskan hanya mengamati wajah pucat, kelelahan, begitu tampan secara diam – diam: dan tentunya tidak lama setelah dia memilih pergi.
Hanya desakan serius yang membuat Moreau ada di sini. Tidak pernah menduga Abihirt bangun lebih awal dan sekarang telah makin tak berjarak. Dia harus menahan napas saat aroma maskulin ayah sambungnya sanggup menyingkirkan bau masakan yang sedang mendidih di kompor.
“Masakanmu sudah matang.”
Suara serak dan dalam Abihirt menyadarkan Moreau. Dia mengerjap cepat, segera membelakangi tubuh pria itu. Melakukan apa saja yang bisa dikerjakan, walau mungkin hanya menutup sebagian panci, membiarkan sisanya sebagai ruang untuk kepulan – kepulan asap berhamburan di sekitar udara. Sup bawang akan lebih cepat menghangat.
“Sup itu untukmu. Makanlah jika kau lapar.”
Moreau bicara dengan takaran singkat. Tak berusaha memikirkan bahwa tiba – tiba mata kelabu Abihirt menatapnya sangat serius. Mungkin pria itu sedang menyimpan sesuatu untuk dikatakan. Moraeu tidak ingin mereka berada di jarak begitu dekat. Tidak pernah mengharapkan masa – masa sulit akan melibatkan mereka kembali pada malam itu.
“Kau mau ke mana?”
~Dihapus Sebagian. Silakan Lanjut Baca di Goodnovel dengan Judul Perjanjian Terlarang~
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempted by Stepdad
RomanceBetapa Moreau terkejut mendapati pria itu ada di hari pernikahan ibunya sebagai mempelai laki-laki. Seseorang yang dia ketahui: baru saja terlibat ke dalam hubungan satu malam bersamanya di hotel mewah. Dia cukup menyesal ketika datang terlambat ke...