Cerita ini hanyalah fiktif belaka, jangan di bawa kedunia nyata, voment jangan lupa ya untuk pengembangan cerita ini
disini BaeGiAn hanya meminjam visual saja, tidak ada niat untuk menjelakan para member atau bully mereka ya, karena BaeGiAn bucin mereka semua
Warning !! Typo bertebaran dimana mana
Happy Reading...
Kini, ketiga mobil mewah itu tiba di depan sebuah rumah sakit ternama. Begitu berhenti, para penumpangnya cepat-cepat keluar dan langsung berlari menuju sebuah ruangan. Mereka tak butuh waktu lama untuk mencapai ruangan VIP.
Di depan pintu kamar Rena, mereka melihat sahabat Rena, Hanum, sudah menunggu dengan wajah cemas. Wendy, yang tak bisa menahan kegelisahannya, langsung menyerbu Hanum dengan berbagai pertanyaan. Di sampingnya, seorang pria tinggi dengan kulit eksotis merangkul pinggang Hanum, seolah memberi dukungan tanpa kata. Hanum tampak tenang meski ada ketegangan di matanya, dan mereka semua tahu bahwa kabar yang akan disampaikan Hanum tak akan mudah didengar.
"Hanum, bagaimana Rena? Apa semua baik-baik saja?" Wendy bertanya dengan nada gelisah, matanya tak lepas dari Hanum. Chandra, suaminya, dengan lembut mencoba menenangkan Wendy, meremas lembut tangan istrinya. wendy sebelumnya sengaja mengabarkan kepada Hanum saat perjalanan ke rumah sakit, beruntung kala itu dia sedang di rumah sakit yang sama untuk pemeriksaan
Di sisi lain, Tiffany dan Dimas masih tampak bingung dengan situasi yang mereka hadapi. Wajah mereka penuh pertanyaan, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi.
"Memangnya ada apa sebenarnya?" tanya Dimas, suaranya pelan tapi cukup untuk menarik perhatian semua orang. Semua mata kini tertuju padanya. Lukas, yang berdiri di sebelah Hanum, hendak menjawab ketika pintu ruangan tiba-tiba terbuka.
Seorang dokter keluar, membenarkan letak stetoskop di lehernya. Di sampingnya, seorang suster mengikuti sambil memegang papan dengan beberapa lembar kertas di atasnya. Semua orang menahan napas, menunggu kabar yang akan disampaikan dokter tersebut.
"Dokter, bagaimana keadaan putri saya?" Chandra akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, suaranya gemetar menahan kekhawatiran.
Dokter itu, seorang pria berambut putih dengan kacamata bundar, mengangguk pelan. "Begini, Tuan dan Nyonya Erland," katanya, suaranya lembut, "Keadaan Nona Rena cukup stabil. Tadi dia sempat mengalami kejang, tapi itu bukan masalah besar. Kemungkinan besar dia akan segera sadar dari komanya. Beberapa hari yang lalu, Rena sempat sadar, namun hanya sebentar sebelum kembali dalam kondisi kritis. Sepertinya tubuhnya masih butuh waktu untuk pulih."
Chandra menghela napas lega. "Syukurlah, Dokter."
"Saya juga mendengar dia memanggil nama Tuan Nova beberapa kali sebelum kembali koma," lanjut dokter. "Mungkin kehadiran Tuan Nova bisa memberikan ketenangan bagi Rena."
Di sebelahnya, Wendy menatap Nova dengan sorot mata tajam, masih menyimpan luka hati akibat perbuatan Nova sebelumnya. Namun, di balik kemarahannya, ia tahu bahwa cinta Rena pada Nova tak terbantahkan dan tampaknya sudah terbalaskan.
Nova yang merasa namanya disebut langsung, campur aduk perasaanya. Ia merasa senang karena Rena mencari dirinya, namun di sisi lain, rasa bersalah menggerogoti hatinya. Kenapa harus namanya yang disebut? Apa yang membuat Rena memanggilnya saat terbaring lemah? Ia merasa sangat buruk, terutama mengingat kesalahan yang pernah ia perbuat.
Rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi. Ia masih ingat bagaimana ia menyakiti Rena, bagaimana ia membuat hati wanita yang dicintainya hancur. Ia merasa tidak pantas untuk dicari, tidak pantas untuk mendapatkan cinta Rena. Namun, di balik rasa bersalah dan keraguannya, sebuah harapan kecil mulai muncul. Mungkinkah Rena masih mencintainya? Mungkinkah ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CHANCE || NOREN GS
Lãng mạnKesempatan akan datang dua kali namun tidak untuk yang ketiga kalinya Mungkin memberikan kesempatan untuk seseorang menjadi lebih baik itu suatu keputusan yang sulit, terlebih lagi jika sakit hati yang di rasa memang sangat dalam apa lagi untuk melu...