Cerita ini hanyalah fiktif belaka, jangan dibawa kedunia nyata, voment jangan lupa ya untuk mendukung cerita ini semakin berkembang hehe
Disini BaeGiAn hanya meminjam visual saja, tidak ada niat untuk menjelekan atau membully para mamber, karena BaeGiAn bucin mereka semua tanpa terkecuali eh minus si tai satu itu upppsss
Warning !! Typo bertebaran
Happy Reading...
Dimas berdiri mematung setelah melepaskan Nova dari cengkeramannya. Napasnya masih memburu, seakan tak bisa mendapatkan cukup udara. Pandangannya kosong, tapi amarah di wajahnya begitu jelas, tak bisa disembunyikan. Dengan tangan gemetar, ia mengusap rambutnya yang kusut, seolah berharap kekacauan di kepalanya bisa luruh bersama gerakan itu. Tapi rasa marah, kecewa, dan sakit hati masih menguasainya, menyelimuti dirinya seperti kabut pekat yang sulit ditembus. Tangan kanannya mengayun keras ke arah dinding kamar rumah sakit.
"Brak!"
Suara benturan keras itu menggema di ruangan, membuat Tiffany terkejut. Ia melirik Dimas sejenak, lalu segera mengalihkan perhatiannya pada Nova yang terbaring di lantai. Tiffany berjongkok dengan cepat, tangannya meraih jemari Nova yang dingin dan lemas. Tubuh anak laki-lakinya terlihat rapuh, seakan beban dunia menghancurkan seluruh semangat hidupnya. Wajah Nova yang biasanya penuh percaya diri kini berubah kusam dan tak bernyawa.
Tiffany menahan napas sejenak. Perasaan campur aduk memenuhi hatinya—antara kasihan pada Nova yang terbaring tak berdaya, dan ketakutan akan amarah Dimas yang belum mereda. Dia tahu, di balik pukulan dan kemarahan itu, Dimas juga hancur. Bukan hanya karena perbuatan Nova, tapi karena pengkhianatan yang dilakukan oleh anaknya sendiri—penghancuran yang dilakukannya terhadap seorang gadis yang seharusnya dilindungi, bukan dilukai. Dan lebih buruk lagi, gadis itu adalah menantu kesayangannya, menantu satu-satunya dan terlebih lagi gadis itu meupakan putri dari sahabat bisnisnya, persahabatan yang ia bangun sejak lama.
Dimas tak bisa menerima kenyataan bahwa Nova, anak yang selama ini ia banggakan, telah membuat dua keluarga hancur. Dia tahu, akibat tindakan Nova, hubungan baik yang dibangun selama bertahun-tahun dengan sahabatnya kini di ambang kehancuran. Harga dirinya sebagai ayah, sebagai sahabat, sebagai mertua, semua hancur berkeping-keping di hadapannya.
Tiffany menunduk, menggenggam tangan Nova lebih erat. Air matanya hampir jatuh, tapi ia menahannya.
"Nova...," bisik Tiffany di telinga Nova, suaranya nyaris tak terdengar,
"apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa?" lanjutnya dengan suara halus
Namun Nova tetap diam. Wajahnya memar, matanya setengah tertutup, tapi bukan itu yang membuat Tiffany khawatir. Ada sesuatu yang lebih mengerikan dalam diamnya. Bukan rasa takut atau penyesalan, melainkan kehampaan. Seolah dia tak lagi peduli pada apa pun yang terjadi di sekitarnya, termasuk pada tubuhnya sendiri yang baru saja dihajar oleh ayahnya.
Dimas berbalik dengan wajah merah padam. Dia berjalan mendekat, menatap Nova dengan tatapan dingin yang penuh rasa sakit.
"Kamu tahu, kan, apa yang sudah kamu hancurkan, Nova?" suara Dimas bergetar, antara marah dan tak percaya.
"anak perempuan itu, istrimu... dia seperti putri kandung buat papa. Dan kamu... kamu menghancurkan dia, bahkan bukan Rena saja kamu sudah merusak keluarga Nana dan Raka. Bagaimana kamu bisa melakukan ini?"
Tak ada jawaban dari Nova. Hanya hening yang meresahkan. Tiffany menggigit bibirnya, berusaha menahan air matanya agar tak jatuh. Ini bukan keluarga yang ia bayangkan. Ini bukan kehidupan yang pernah mereka impikan. walau jauh dilubuk hatinya ia juga merasa sangat kecewa dengan nova, bagaimana tidak Tiffany sudah sering mengingatkan nova untuk tidak berhubungan dengan Nana, karena ia tau pasti sebenarnya ia sangat mengenal nana cuma ia pura-pura tidak mengenal saat awal pertemuan rena dan nova saat sudah dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CHANCE || NOREN GS
RomanceKesempatan akan datang dua kali namun tidak untuk yang ketiga kalinya Mungkin memberikan kesempatan untuk seseorang menjadi lebih baik itu suatu keputusan yang sulit, terlebih lagi jika sakit hati yang di rasa memang sangat dalam apa lagi untuk melu...