4 : Andai ....

72 20 2
                                    

Di dekat balkon, kini Tzuyu berdiri. Ditemani dengan beberapa kaleng bir, dirinya mencoba meluapkan rasa sesak yang memenuhi dadanya. Namun, sampai saat ini dirinya masih belum bisa merasakan tenang.

Tangannya meremas kaleng bir yang isinya sudah tandas. Ini sudah kaleng ketiga baginya. Namun, ingatannya soal permintaan maaf tak tulus juga permintaan agensi yang tak masuk akal, malah semakin membuat rasa sesak itu bertambah.

Tzuyu kini berjongkok. Bukan hanya karena kepalanya yang semakin berdenyut dan pusing. Melainkan karena hampir seharian dirinya menangis. Bahkan meski dirinya menonton acara komedi pun dirinya akan tetap berakhir menangis.

Rasa hangat yang tiba-tiba dia rasakan, membuat Tzuyu mengangkat pandangannya.

"Kau bisa flu jika terlalu lama terkena angin malam."

"Kookie-ya ...." Tzuyu makin tersedu-sedu, membuat pria berbalut kemeja hitam itu mulai panik. Apalagi saat menyadari gadis itu memang sedang mabuk. Bahkan dia segera menghindar saat Tzuyu akan memeluknya. Meski dia sangat menyukai Tzuyu, bukan berarti dia akan mengambil kesempatan dalam kesempitan 'kan?

"Astaga ... Kau memang tidak mabuk di luar. Tapi ... Ah sudahlah. Prioritasku saat ini adalah menyelamatkan diri." Pria itu kini berdiri di atas kabinet dapur untuk menghindar. Terakhir kali dirinya menghadapi Tzuyu yang sedang mabuk, dia malah hampir menerima ciuman paksa.

"Kau!" Tzuyu berkacak pinggang sambil memasang wajah kesalnya. Namun, beberapa detik kemudian, gadis itu mulai menangis, membuat Jungkook yang masih berdiri di atas sana untuk menghindar, segera merasa bersalah. "Bahkan kau juga menjauhiku. Apa semua orang memang tidak mau bersamaku?"

"B-bukan seperti itu ...." Jungkook menghela napas kemudian turun dari kabinet dapur itu. Dia juga merendahkan tubuh, sejajar dengan Joohee yang kini menangis sambil memeluk lututnya. Dia juga mengulurkan tangannya, membuat gadis yang tadi menangis sambil memeluk lututnya, kini mengangkat kepalanya.

Sebuah ingatan saat mereka masih kecil, kini melintas di benak Jungkook. Adegan ini benar-benar mengingatkannya pada Tzuyu yang menenangkannya saat teman-teman yang lainnya menjauhinya. Tzuyu jadi satu-satunya orang yang pada akhirnya mengulurkan tangan dan mau berteman dengannya. Dulu, dia sering diejek karena tak punya ayah, dan Tzuyu dengan senang hati berbagi dengannya dan mengatakan pada anak-anak lain bahwa Jungkook juga punya ayah.

"Maaf. Aku hanya menghindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Kau cukup menyeramkan jika sudah mabuk."

"Memangnya apa yang kulakukan?" tanya gadis dengan wajah memerah karena pengaruh minuman beralkohol yang dia konsumsi berlebih malam ini.

"Kau ...." Kalimat Jungkook harus menggantung saat sebuah telepon tiba-tiba masuk ke nomornya. Dia segera mengerutkan dahi saat mendapati nama Yewon di sana. Jika gadis itu menghubunginya malam-malam begini, artinya memang ada masalah yang tidak bisa diselesaikan esok hari dan harus diselesaikan malam ini juga.

"Aku harus mengangkat telepon. Kau ...." Jungkook mengedarkan pandangan sebelum kemudian menuntun Tzuyu agar bisa berbaring di sofa. Selanjutnya, dia melangkah menuju balkon untuk mengangkat telepon penting itu.

"Apa ada rumor lagi?"

"Kau ...." Emosi sudah sangat jelas terasa dari ujung sana. Bahkan Yewon sampai tak bisa berkata-kata atas apa yang dilakukan pria itu. "Apa yang kau lakukan dengan kuku manis itu? Apa kau lupa penggemarmu itu punya mata yang begitu bagus sampai menyadari kuku-kukumu yang manis itu?"

Jungkook menatap kuku-kukunya lalu tersenyum. Dia masih belum menghapusnya. Bahkan merasa sayang untuk menghapusnya. Jika bisa, dia ingin membuat cat kuku itu abadi di kukunya. "Apa masalahnya?"

Behind The SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang