SL 07

480 96 8
                                    

Anya terbangun ketika jam sudah menunjukkan angka 3 dini hari. Matanya mengerjap lembut sebelum mengamati sekeliling ruangan. Sudut bibirnya terangkat ketika melihat Anchika dan Bram menungguinya sambil tertidur.

"Chika..."

"Bram..."

Suara lemah Anya membangunkan keduanya. Anchika dengan sigap meraih tangannya dan akan menangis lagi.

"Ma..." Panggil Anchika.

"Maaf yaa sayang sudah membuat kamu khawatir" Kata Anya, Anchika mengangguk.

Bram yang berada disisi lain mengecup keningnya penuh sayang, wajah sayu Anya perlahan memerah, membuatnya mendapatkan ledekan dari Anchika.

"Kamu pasti iri" Balas Anya.

"Kenapa aku harus iri?" Anchika menggeleng.

Bram hanya tertawa melihat tingkah mereka.

Anya mengangguk dengan penuh ledekan.

"Bram, kamu kan punya keponakan yang sudah mapan dan ganteng. Bagaimana kalau kita jodohkan dengan Chika?" Usul Anya secara tiba-tiba.

Deg.

Jantung Anchika berdetak kencang, dia menjadi gugup dalam sekejap.

"Ma, aku tidak suka dijodohkan. Aku akan menikah dan hidup selamanya dengan orang yang aku cintai" Tolak Anchika, bibirnya manyun seketika.

Anya menaikkan sebelah alisnya.

"Dari kamu kecil sampai sebesar ini mama tidak pernah melihat kamu pacaran. Sayang, tidak semua laki-laki itu brengsek seperti papamu. Mama yakin, suatu hari nanti kamu akan bertemu dengan pria yang baik dan yang terpenting bisa mama percayai untuk menjagamu kalau-kalau mama pergi..." Anya berbicara panjang lebar, tidak memberi Anchika celah untuk memotong dan memprotes ucapannya.

"Bagaimana Bram?"

Bram melirik kearah Anchika, dia menggaruk lehernya yang tidak gatal sama sekali.

"Itu---bukankah kita tidak berhak untuk hal seperti itu? Chika pasti punya seseorang di hatinya, tugas kita sebagai orangtua hanya perlu merestuinya" Jawab Bram.

Jawaban Bram layaknya angin segar yang menerpa wajah Anchika, membuatnya tersenyum lebar. Berbeda dengan Anya, wajahnya yang baru saja terlihat segar sekarang tampak kusut.

"Sebagai wanita yang melahirkannya aku punya hak untuk ini Bram, aku tidak ingin Chika seperti anak nakal diluaran sana"

"Maa..." Anchika yang belum siap dengan pembahasan ini memilih untuk melerai. Anya baru saja sadar, dia tidak ingin mamanya kembali pingsan dan tidak sadarkan diri.

Anchika menghela nafas panjang, langit gelap di atas perlahan-lahan mulai berubah warna. Kilau bintang yang dia lihat semalam perlahan menghilang.

Perkataan Anya kembali terngiang di kepala Anchika. Dia tahu, jika sang mama menyimpan luka dan trauma disetiap langkahnya. Lihat saja, untuk kembali mempercayai seorang pria lagi dia harus menunggu lama.

Anchika meraup kasar wajahnya, mata cokelatnya tampak tidak fokus menatap rumput yang diselimuti embun pagi.

Helaan nafas kasar berhembus dari bibir merah Anchika. Dia tidak dapat membayangkan akan se-shock apa Anya jika tahu putri tunggalnya juga penyuka sesama jenis sama seperti mantan suaminya yang kabur entah kemana.

"Hufftt..."

Tampaknya, untuk bisa sampai kemimpinya hidup bahagia dengan Arayya, dia harus menghadapi rintangan yang begitu berat.

SUGAR LOVE (ArayyaXAnchika)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang