01. Always

589 67 15
                                    

.


.





.






.

Faye mengambil dua lembar roti tawar lalu memasukkannya ke mesin pemanggang. Sembari menunggu rotinya dia mencuci segenggam tomat ceri, meniriskan nya lalu kembali mengurusi sosis yang hampir matang di atas kompor. Dengan bantuan capit dia juga menambah beberapa potong bacon, membolak-balik sebentar sebelum ia angkat. Menggunakan minyak bekas bekas menggoreng bacon, Faye kemudian memecahkan sebutir telur, memasaknya satu sisi, terakhir dia membumbuinya dengan lada dan garam.

Ting!

Aroma roti panggang seketika menguar begitu Faye mengeluarkannya dari mesin. Ia olesi mentega sebelum menumpuknya dengan irisan alpukat yang di tata mirip kipas. Di piring yang sama dia menyusun telur mata sapi bersama sosis dan bacon. Sebelum membawanya ke meja makan Faye mengambil mangkuk kecil untuk tomat ceri yang sengaja ia pilih karena rasanya tetap lezat meskipun tidak di panggang.

Yoko muncul saat sarapan selesai disiapkan.

"Bisa kita pergi sekarang?"

"Tidak sebelum kau habiskan sarapanmu."

"Aku sudah telat."

Melipat tangan di depan dada, Faye menggeleng kepala. Dia melirik piring dan menyuruh Yoko untuk tetap sarapan.

"Duduk dan habiskan," ucapnya dingin.

"Tapi—"

"Se—ka—rang!"

"Ugh! " Merasa kalah, Yoko mengepalkan tangan dan meninju udara.

Dia banting tas sekolahnya ke meja sebelum akhirnya duduk. Melihat hal itu Faye hanya menaikkan alis sambil menghela nafas tidak peduli. Lebih baik ia melanjutkan pekerjaan dapurnya daripada terus berdebat dengan bocah.

Sementara itu Yoko dimeja makan masih menatapnya penuh dendam dengan bibir mengerucut. Kesal sekali.

Beralih ke piring sarapan di hadapannya, ekspresi Yoko tiba-tiba berubah. Kuning telur yang dimasak setengah matang itu meleleh begitu ia menyentuhnya dengan garpu. Tampilan mengkilap juga aroma lezat dari sosis dan bacon membuat mulutnya berair. Yoko tak bisa menunggu lama untuk segera menyantap mereka. Abaikan saja siapa orang di balik masakan ini—

Pipi Yoko menggembung setelah melahap roti dan sosis sekaligus. Dia terhipnotis sejak suapan pertama. Matanya terbelalak seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dirasakan lidahnya. Bahkan tomat yang hanya di cuci bersih, tidak di apa-apakan, tanpa saus tapi rasanya bisa manis dan menyatu dengan kondimen lain.  

Yoko kemudian diam-diam melirik Faye yang berdiri memunggunginya, dia masih sibuk mengelap kompor dan menata peralatan masak. Salah satu misteri terbesar selama beberapa bulan tinggal bersama wanita itu adalah; apapun makanan yang dia masak kenapa rasanya selalu cocok dengan seleranya.

Seperti menu sarapan yang tengah ia santap sekarang. Hey!  ini hanya roti panggang dan sosis. Tidak ada bumbu khusus yang spesial. Benar-benar hanya menggunakan garam dan lada tapi itu sudah cukup membuat Yoko tidak berhenti mengunyah. Hal itu juga yang membuatnya semakin dongkol dan kesal sendiri karena kelemahan terbesarnya adalah makanan lezat dan Faye terlalu mahir untuk menciptakannya.

Menyebalkan!

Ingat saat mereka baru tinggal bersama, sebagai bentuk protes Yoko yang berhari-hari terus mengurung diri di kamar, menolak bicara apalagi berinteraksi harus kalah oleh semangkuk bubur buatan Faye. Sifat keras kepalanya itu tidak pernah menang jika sudah berhadapan dengan urusan perut.

FIREFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang