03. Polaris

681 71 25
                                    

.


.




.






.

"Yoo ..."

"Yoo!"

"Huh! Iya?"

Folk mengernyit heran "kau tidak mendengar ku?"

"Oh ya-aku - lalu bagaimana rasanya menyentuh salju asli?"

"Yoo ..."

Folk tersenyum lalu mengambil stik kayu dari tangan Yoko. Gadis di sampingnya itu bahkan tidak sadar kalau marshmello yang ia panggang sudah gosong karena melamun, mana mungkin dia bisa fokus mendengar ceritanya.

Di halaman belakang rumah bibi Nim mereka duduk bersama. Mengingat kembali momen masa kecil. Dulu Folk sering mengajak Yoko berkemah di sana. Mendirikan tenda, membuat perapian kecil, apapun itu seolah-olah mereka sedang berkemah di gunung. Sambil memandangi langit malam mereka membakar jagung kadang juga menyeduh mie cup instan. Setelah itu mereka akan masuk ke dalam tenda. Saling membacakan dongeng dengan menggunakan cahaya senter sampai keduanya kelelahan dan akhirnya tertidur.

Beberapa hal masih sering mereka lakukan bersama, kecuali mendirikan tenda. Ayolah itu sudah terlalu kekanak-kanakan. Folk sendiri sebenarnya ingin mengajak Yoko mendaki gunung dan berkemah sungguhan. Dia tahu sahabatnya itu gemar beraktifitas di luar ruangan. Apalagi melihat pemandangan alam, dia pasti akan senang sekali.

"Kau bersamaku tapi pikiranmu kemana-mana."

"Maaf," Yoko menggaruk tengkuknya, merasa tidak enak.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Akhirnya Folk memberanikan diri bertanya. Ia melihat Yoko tidak seperti biasanya. Sejak kembali dari sekolah gadis itu lebih banyak diam dan sering terlihat melamun. Padahal dia sendiri yang bilang akan menceritakan sesuatu padanya.

"Tidak ada, aku tidak memikirkan apa-apa."

"Kau tidak bisa membohongiku, Yoo."

"Eumm ..." Yoko melipat bibirnya, tidak mungkin juga ia langsung menjawab nama yang ada di kepalanya. Faye Malisorn.

"Apa karena wanita itu?" Folk lanjut bertanya. Melihat diamnya Yoko, Ia segera tahu kalau jawabannya adalah iya.

"Aku sudah mendengar sedikit tentangnya dari nenek. Setelah bertemu langsung, dia terlihat menyeramkan. Apa dia berlaku buruk padamu?"

Yoko masih bungkam. Lagi-lagi pertanyaan Folk membuatnya terdiam dan berfikir. Wajah Faye memang nampak tidak ramah. Tatapannya selalu tajam dan mengintimidasi. Melihat sekilas saja pasti orang bisa menyimpulkan kalau dia bukanlah orang yang menyenangkan.

Tapi di balik itu semua, Faye sebenarnya sangat perhatian dan telaten. Jika diingat-ingat lagi selama tinggal bersamanya, wanita itu memperlakukannya dengan baik meskipun agak menyebalkan. Dia bisa melakukan apa saja untuknya. Memasak, merawatnya saat sakit, dan juga ...melindunginya.

"... aku tidak peduli lagi, dasar sialan!"

Kalimat itu terus berputar di kepala. Bukan tersinggung karena umpatan yang ia terima, Yoko justru merasa bersalah. Apa yang ia katakan pada Faye memang sedikit keterlaluan. Padahal dia melakukan itu semua demi dirinya.

Tanpa Faye, ia tidak mungkin bisa melawan para perundung dan mereka akan terus mengganggunya. Yoko bahkan tidak pernah menceritakan perundungan itu pada Folk ataupun bibi Nim karena ia tak ingin membuat mereka khawatir.

FIREFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang