06. Emotion

488 65 16
                                    

.






.





.




.

\("▔□▔)/(21+)\("▔□▔)/

Hari ini adalah kencan pertama Yoko dengan Folk setelah mereka resmi menjalin hubungan beberapa waktu yang lalu.

"Tunggu Folk," Yoko mendadak berhenti.

"Iya?"

"Kau yakin harus sekarang? Aku bahkan tidak memakai riasan dengan benar."

Laki-laki itu tersenyum "Jangan khawatir Yoo, kau tetap terlihat cantik."

"Seharusnya kau bilang dulu padaku. Setidaknya aku bisa berdandan," bibir Yoko mengerucut.

"Sudahlah, tidak apa-apa," Folk mencoba menyakinkan "kalau aku bilang lebih awal kau pasti akan menolak ku, bukan?"

Yoko tak menjawab. Apa yang dikatakan Folk memang benar. Dirinya mungkin akan langsung menolak. Di kencan pertama mereka, tiba-tiba saja pacarnya itu mengajaknya makan malam di rumah bersama kedua orangtuanya.

"Ayo, Mama dan Papa sudah menunggu di dalam."

Setelah perdebatan kecil mereka di teras rumah, Yoko akhirnya pasrah saja saat Folk menarik tangannya. Dia menggenggamnya dengan hangat. Ia bisa melihat punggung laki-laki itu berjalan di depannya. Perasaannya campur aduk tak karuan. Antara gugup atau tidak percaya diri. Dalam hati Yoko membatin, masih tidak menyangka kalau ia berakhir mengencani sahabat kecilnya sendiri.

Perlakuan Folk terhadapnya tidak ada yang berubah. Di mata Yoko dia tetap laki-laki manis penuh perhatian yang ia kagumi sejak lama. Meski sempat menggantungnya tanpa kejelasan tapi Folk tidak menyerah. Dia selalu berusaha mengambil hatinya tanpa memaksa. Dia tidak menghindar dan membuatnya tetap merasa nyaman.

Semula Yoko memang masih ragu-ragu. Apakah saat setuju menjadi pacar Folk itu karena ia benar-benar menerima perasaannya atau hanya menjadikannya pelampiasan. Menggunakan Folk sebagai alasan untuk berhenti memikirkan satu nama yang terus menyita perasaan dan hatinya beberapa waktu terakhir. Faye Malisorn.

"Oh! Yoko... apa kabar nak? Lama tidak bertemu."

Yoko tersenyum saat Ibu Folk menyambutnya dengan pelukan. Tak lupa ia juga memberi salam pada ayahnya.

"Folk bercerita banyak tentangmu. Senang akhirnya kau benar-benar datang kemari."

"Sebenarnya saya malu harus datang dengan tangan kosong begini," jawab Yoko sungkan.

"Tidak perlu bicara terlalu formal dengan kami, santai saja Yoo ..."

Dan begitulah acara makan malam keluarga yang diadakan khusus untuk menjamu Yoko. Dengan tangan terbuka mereka begitu senang menerima kehadiran gadis bermata sipit itu yang memang sejak kecil sudah menjadi sahabat baik anak semata wayangnya, Folk. Pribadinya yang ceria, baik hati dan berparas cantik, siapa pula yang tidak akan jatuh cinta padanya.

Folk tentu merasa beruntung. Setelah perjuangan panjang, ia akhirnya berhasil menaklukkan Yoko. Namun ada sesuatu yang terasa masih mengganjal. Dia memandangi sisi wajah Yoko yang sedang asyik berbincang dengan kedua orangtuanya. Apa aku benar-benar sudah mendapatkan hatimu, Yoo? Pertanyaan yang hingga detik ini terus mengusiknya.

FIREFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang