04.5

996 112 11
                                    


*Chapter ini di upload secara otomatis dengan fitur terjadwal*
_______


.





.



.

.

Malam semakin larut dan hujan belum juga reda. Chet, Flok, Faye dan Yoko terjebak di dalam tenda. Tidak ada api unggun, tidak ada acara membakar marshmallow, apalagi bernyanyi bersama di bawah langit malam. Lupakan semua agenda berkemah yang telah mereka rencanakan jauh-jauh hari itu. Setelah matahari terbenam langit mendadak mendung, tak lama kemudian hujan deras turun. Mereka hanya sempat mendidihkan air untuk menyeduh ramen cup lalu kembali ke tenda masing-masing.


Suhu udara tak lebih dari 10˚celcius. Walau tidak disertai angin kencang, namun itu sudah cukup dingin untuk mengurungkan niat Yoko yang ingin sekali meninggalkan tenda. Entah apa yang membuatnya gusar, gadis itu kesulitan memejamkan mata.


Berbeda dengan Faye yang tidur di sampingnya. Dia terlihat nyenyak sekali. Mulutnya mendengkur halus. Apa dia manusia? Pikir Yoko terheran-heran. Tak sedikitpun terusik hawa dingin menusuk tulang meski dia berbaring di atas matras tipis dan hanya mengenakan setelan Hoodie, celana training, dan kaos kaki bermotif smile. Seperti tidak ada bedanya saat tidur di rumah.


karena mereka hanya membawa satu kantong tidur, Faye mengalah dan membiarkan Yoko yang menggunakannya walaupun sudah memakai dua lapis jaket tebal. Dia mengerti anak asuhnya itu sangat sensitif dengan udara dingin.


Yoko lalu beringsut bangun. Melepas syal yang membelit lehernya kemudian pelan-pelan ia gunakan untuk menyelimuti tangan Faye. Lagi-lagi ia merasa berhutang budi. Dirinya juga belum sempat mengucapkan terima kasih setelah wanita itu menggendongnya sampai puncak. Meski sering membuatnya jengkel tapi dia benar-benar menjaganya dengan baik.


Di bawah cahaya remang lampu lentera, Yoko masih bisa melihat Faye yang tertidur lelap. Ia memandangnya lekat. Garis wajah tegas dengan alis mata tebal juga bibir merah muda merekah. Jika diperhatikan lebih dekat, ternyata dia begitu cantik juga tampan. Kemana saja selama ini, kenapa ia baru menyadarinya? Tak heran banyak orang melirik, Faye memang sangat menarik.


Untuk sesaat Yoko merasakan jantungnya berhenti berdetak. Ia reflek meraba dada kirinya. Nafasnya terasa berat dan ini bukanlah yang pertama kali. Sensasi aneh itu muncul setiap ia berada di dekat Faye. Kenapa? Yoko sendiri tidak tahu.


Seperti apa yang akan ia lakukan selanjutnya.


Kepala Yoko perlahan turun.


Tatap matanya terkunci pada satu titik,


yaitu bibir Faye.


Debaran jantungnya semakin tak beraturan seiring jarak wajah yang kian mendekat. Sesaat sebelum bibir mereka saling bersentuhan, Yoko memejamkan mata.


Satu detik ...



Dua detik ...


FIREFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang