02. Trust me

690 73 9
                                    

.



.




.





.

Seperti inikah rasanya jadi pusat perhatian? Batin Yoko sejak turun dari mobil. Dia bingung harus memasang ekspresi wajah seperti apa ketika seluruh pasang mata tertuju padanya—atau pada wanita yang berjalan mengekor di belakangnya. Faye Malisorn.

Pagi itu bel sekolah belum berbunyi. Sebagian besar murid masih berkeliaran di luar kelas. Suasana yang semula riuh berubah menjadi bisik-bisik penasaran atau jeritan tertahan. Tidak peduli laki-laki atau perempuan, mereka semua terhipnotis oleh penampilan Faye yang berjalan bak model profesional. Tubuhnya yang tinggi semampai, kakinya yang jenjang berbalut setelan biru gelap di padukan dengan sepatu hak tinggi berwarna senada yang menurut Yoko semakin membuatnya seperti tiang berjalan.

"Bisakah kau berjalan lebih cepat?" bisik Faye.

"Kenapa?"

Faye jelas terlihat risih tapi dia bisa menyembunyikan ekspresinya di balik kacamata hitam. "Aku tidak suka disini terlalu ramai."

Yoko melengos menanggapi keluhan wanita jangkung di sampingnya. "Kenapa? Bukannya kau senang saat orang-orang mengagumimu?"

Dia tidak mengerti mengapa semua orang begitu terpikat dengan penampilan Faye yang agak berlebihan itu. Padahal sebelum berangkat tadi ia sudah mewanti-wanti agar berpakaian dengan normal.

Sayangnya Yoko tidak pernah tahu bagaimana 'normal'nya Faye dalam berpakaian. Dia hanya tahu penampilan sehari-harinya yang tidak jauh dari kaos polos dan celana training.

"Terserah, yang penting segera antarkan aku pergi ke ruang guru. Aku tidak mau berlama-lama berada di tempat ini."

"Iya... Iya... dasar cerewet!!" Faye dan sifat tidak sabarannya itu selalu sukses membuat Yoko jengkel.

"Yoo!"

Gadis bermata sipit otomatis menoleh saat seseorang memanggilnya dari kejauhan, "Folk?"

Tidak hanya Yoko, Faye pun ikut menoleh ke sumber suara. Seorang murid laki-laki dengan senyum manis berlari ke arah mereka, tidak hanya itu dia juga langsung memeluk Yoko.

"Hey!"

Seperti sudah terlatih, Faye reflek memisahkan keduanya. Yoko dan Folk menatapnya bingung. Kalau saja tidak memakai kacamata hitam, mereka pasti sudah ketakutan melihatnya melotot tajam.

"Siapa kau? Jangan sembarangan menyentuhnya."

Yoko menyelah "Dia—"

"Aku tidak bertanya padamu," tegas Faye.

Yoko seketika diam, tidak berani membantah seperti biasanya. Untuk sesaat ia dapat merasakan aura dingin dari balik kacamata Faye. Wajahnya juga berubah lebih serius. Perhatiannya kemudian kembali pada Folk.

"Katakan siapa namamu?"

"Aku Folk," Meski agak gentar namun dia terus menjawab "sahabat Yoko dan kau pasti Faye Malisorn."

Faye mengangguk. Tentu saja ia sudah tahu identitas Folk. Bocah laki-laki itu adalah salah satu dari sedikit orang yang cukup dekat dengan Yoko. Terlihat jelas dari bagaimana keduanya saling melempar senyum. Faye yang berdiri di antara mereka seperti menjadi pihak ketiga.

FIREFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang