18

249 32 4
                                    

Lisa

Rosé telah melakukan banyak hal selama beberapa hari ini. Aku ingin melakukan sesuatu sebagai balasannya. Aku bisa memanggang kue karena tau dia sangat suka kue. Setelah memeriksa bahan-bahan di dapur dan menyadari tidak memiliki tepung terigu, aku membuat daftar yang harus di beli dan pergi ke toko.

Saat kembali ke rumah, aku merasakan kegembiraan memenuhi diriku. Aku membayangkan wajah Rosé saat dia melihat kuenya.

Pintu terbuka dan aku masuk ke dalam rumah, siap untuk langsung menuju dapur. Namun aku menyadari bahwa Jennie berada dirumah dan tidak sendirian. Seorang pria berambut hitam sedang memeluknya. Kepalanya di miringkan mendekati Jennie.

Aku merasa ada sesuatu yang pecah di dadaku. Apakah Jennie menciumnya?

Butuh beberapa saat bagi Jennie untuk mendorong pria itu menjauh.

"Lisa?" Jennie memberikan tatapan minta maaf padaku, sementara pria itu perlahan menoleh padaku.

Pria itu menilai ku dengan tatapannya sebelum mengerutkan bibirnya dengan sikap jijik "Pacarmu?"

"Hae In, keluar!" Dia memutar matanya, tidak tergganggu oleh kemarahan Jennie.

"Jangan lupa tentang dokumen-dokumen itu, Jennie"

"Pergi!" Usir Jennie.

"Sampai jumpa" Pria itu melewati ku, memastikan untuk menabrak bahuku sebelum menghilang di balik pintu geser.

Aku melirik ke arah Jennie, tapi dia tidak menatapku. Dia memelototi pintu rumah dengan marah.

"Apa yang terjadi di sini, Jennie?"

"Ceritanya panjang"

"Dan? Aku melihatnya semua!"

Namun, Jennie tampaknya tidak melihat kejengkelan ku. Dia mengambil ponselnya dari sakunya.

"Aku harus menelepon" Tanpa menunggu jawabanku, dia berbalik dan melangkah ke kamar tidur.

Hanya itu yang akan dia katakan? Setelah semua perlakuan dan ketidakpedulian nya padaku? Dia tidak bisa begitu saja mencium seorang pria dan kemudian menolak untuk menjelaskannya!

Hubungan kami memang tidak harmonis belakangan ini, tapi aku istrinya dan berhak mendapat jawabannya! Dia tidak bisa pergi begitu saja tanpa penjelasan yang tepat!

Sebelum aku bisa berpikir yang lebih baik, aku berlari mengejarnya dan merebut ponsel dari tangannya, membantingnya ke lantai.

Aku mendengar suara benturan yang mengerikan, tetapi tidak mengalihkan pandangan dari Jennie untuk melihat apakah ponsel itu benar-benar rusak.

Ruangan menjadi hening, ketegangan di antara kami semakin menebal dengan setiap tarikan napas kemarahan.

Ponsel berdering dan Jennie menunduk, memecah gelembung yang ada di antara kami.

"Aku harus menerima telepon ini" Sekali lagi, dia berbalik dan pergi ke kamar tidur.

Aku benci cara dia bertindak, cara dia memperlakukan ku sekarang. Tapi aku tidak bisa membiarkannya begitu saja, aku berhak mendapatkan jawaban. Aku berdiri di depan pintu kamar, tanpa repot-repot mengetuk, aku masuk ke dalam.

Jennie mendekatkan ponselnya ke telinga, tapi begitu dia menyadari kehadiranku, dia berkata bahwa akan menelepon kembali nanti dan menutup teleponnya.

"Jadi hanya itu? Kau tidak akan menjelaskan apa yang terjadi?"

"Maafkan aku, Lisa. Ini rumit,,,"

"Yah, kehidupan pernikahan kita juga cukup rumit"

Jennie hanya diam, kebingungan dan rasa sakit melintas di wajahnya.

Aku tidak bisa melakukan ini lagi. Terlalu menyakitkan berada di dekatnya. Hubungan kami semakin kacau. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air mata.

"Jennie, siapa pria itu?"

"Lisa,,,"

Gelombang kemarahan menyapaku, di ikuti dengan kesedihan yang pahit. Aku tidak bisa tinggal di sini lagi, aku tidak sanggup!

"Jika itu cara kau memperlakukan ku, baiklah! Aku bisa pergi,,,"

Aku belum sempat menyelesaikan kalimatku sebelum Jennie menarikku ke dalam pelukannya dan menempelkan bibirnya ke bibirku. Lidahnya masuk ke dalam mulutku, dan, seketika itu juga, aku lupa apa yang ingin kukatakan.

Setelah semua ini, aku masih belum bisa melepaskannya. Aku tidak bisa menyangkal perasaan ku padanya. Ingin melupakan semua yang terjadi, tapi ciumannya masih sama seperti dulu dan aku ingin saat ini berlangsung selamanya.

Tapi, kenangan saat Jennie mencium pria itu kembali padaku, dan aku mendorongnya dengan kasar.

"Aku bukan pelacur mu dan kau masih tidak menjawab pertanyaan ku"

"Aku tidak ingin membicarakannya, Lisa"

"Kau tak ingin membicarakannya? Jika aku berarti bagimu setidaknya sedikit, kau harus bicara tentang dia!"

"Lisa,,,"

"Maukah kau ceritakan lebih banyak tentang dia?"

"Aku tidak bisa!"

"Kalau begitu aku pergi!" Merasa amarah mendidih dalam diri, aku menyerbu keluar ruangan.

Aku tidak bisa melihatnya lagi!

"Dia tidak ada hubungannya dengan kita" Suara Jennie memanggil di belakang, menghentikan langkah ku.

Tanpa berkata apa-apa lagi, aku berjalan keluar dari rumah, tidak berani menoleh ke belakang dan menyimpan air mata atas kesedihan yang ku rasakan.

°°°

Aku memasuki kafe dan menemukan sebuah meja kosong di dekat jendela. Aku pikir Jennie bersikap tidak peduli karena sibuk dengan pekerjaannya, ku pikir dia masih menghargai pernikahan kami.

Bagaimana bisa dia bertindak seperti ini? Berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa?

Aku merasakan jantungku jatuh, menghantam lantai dengan keras, hancur berkeping-keping

Sambil mengeluarkan ponsel, aku mencari informasi kontak Rosé.

Aku butuh kau, Rosé

Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan situasi ini pada Rosé tapi tidak ada tempat lain yang bisa ku tuju dan bisa memahami ku seperti dirinya.

Sambil menatap ponsel, aku perlahan-lahan menyadari betapa banyak hal yang berubah saat ini. Aku sudah hidup bersama dengan Jennie begitu lama tapi tidak pernah menyangka akan berakhir secepat ini, menjadi sebuah kegagalan.

Siapa pria itu?

Mengapa Jennie begitu tertutup tentangnya?



°°°





Author bilang apa, Lisa bucin Jennie 😉

Kasihan uri Rojeh🙂

Cerita ini bakal end, jadi author bakal jor-joran update!

See y!

IPAR ADALAH MAUT [CHAELISA]☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang