Bau dari mesin yang terbakar, menguar. Kap belakang mobil terbuka dan mengepulkan asap panas karena benturan yang cukup keras. Tepat didepan ruko mebel, dua buah mobil saling bertubrukan.
Degup jantung berdetak bagai pacuan kuda, bahkan hembusan nafasku lebih cepat dari tarikannya. Keringat dingin mulai bermunculan. Sekujur tubuhku pun ikut bergetar. Pupil mata yang tertuju pada dashboard, berlarian kesana kemari.
Tangan besar Abang memegang pucuk kepalaku, lalu turun ke telinga, dahi, pipi, untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja.
Satu tangan Abang menggenggam erat kedua tanganku. Sementara tangannya yang lain mengusap-usap pundakku.
"Feeling better?" Mengusap keringat yang menggembun di dahiku. (Udah enakan?)
"Fine, no matter." Aku menarik dua sudut bibir, dan mengalihkan tangannya dari dahiku. (Aman kok, Alhamdulillah)
"Let's we've pray first." (Yaudah, yuk doa)
"Of course." (Yok)
"Allahumma ajirni fii mushibatii, wakhlufli khoiran minha."
(Ya Allah berilah ganjaran atas musibah ku, dan berikan ganti yang lebih baik darinya.)
Selesai berdoa, Kami turun menghampiri pengemudi yang Grill mobilnya sudah menyatu dengan bumper belakang mobil Abang.
"Astaghfirullah bang.." pekikku saat mengetahui kondisi seorang perempuan dari balik kaca. Ia menyandarkan kepalanya pada kemudi dengan dahi memar kebiruan. Ia pun masih setengah sadar, sambil memijat lembut dahinya dan mengaduh miris.
Orang-orang sekitar berhamburan menghampiri, dan segera menolong gadis yang masih terjebak didalam kemudi itu.
Upaya pengevakuasian berlangsung cukup dramatis, karena perempuan itu benar-benar tidak berdaya untuk sekedar membuka kunci. Warga berusaha mengakali bagaimana caranya agar pintu dapat terbuka dan korban bisa segera di evakuasi.
Tidak berselang lama, Polisi dengan sigap datang dan membantu mengevakuasi. Akibat insiden ini, perjalanan para pengendara sedikit terhambat dan membuat kendaraan mengular cukup panjang.
Abang memeriksa mobilnya. Alhamdulillah meski bumper belakangnya sudah tak berbentuk, tapi mesinnya masih aman untuk di kendarai. Tapi, rupanya polisi menahan mobil Abang untuk beberapa waktu, guna proses penyelidikan.
Beberapa warga sekitar juga dimintai keterangan oleh polisi sebagai saksi kronologis kejadian. Begitupun dengan kami berdua. Sementara gadis itu sudah dibawa oleh warga yang lain ke klinik terdekat guna mendapatkan perawatan intensif.
Setelah mendapati beberapa pertanyaan, aku izin menjauh sebentar dari kerumunan. Dadaku berdebar hebat, keringat dingin kembali membanjiri seluruh bagian tubuh.
Seorang perempuan muda berambut sebahu, memapahku menuju ruko tak jauh dari tempat kejadian. Pemilik ruko mengambil kursi lipat dan menyediakannya untukku. Aku duduk ditemani perempuan tadi. Sambil sedikit basa basi melalui perkenalan singkat.
Seorang Ibu paruh baya berdaster loreng coklat, menyodorkan segelas air dingin yang sudah berembun."Minum dulu neng." Dengan tangan bergetar, aku menerima gelas itu.
"Makasih Bu." Ucapku diiringi anggukan ibu itu, lalu izin pamit untuk kembali kedalam ruko.
Alhamdulillah, dua teguk air yang mengalir, mampu mengendurkan sel-sel dan otot-otot ku yang menegang sejak insiden tadi.
Kejadian ini mengingatkanku kembali pada satu peristiwa yang membuat hatiku sedih berkepanjangan.
Ternyata kesehatan mentalku masih belum pulih sepenuhnya, kawan. Tapi sekuat tenaga aku akan tetap berdiri dengan lilitan trauma yang masih memelukku erat. Namun sebisa mungkin akupun akan terus berusaha untuk keluar dari jeratannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakeena's Journal (From This => Fraternal, To This => Marital)
Teen FictionDua Saudara kembar Fraternal, Sakha dan Sakeena telah tumbuh bersama sejak kecil dalam keyakinan bahwa ikatan mereka hanya sebatas keluarga. Namun keadaan berubah drastis saat sebuah rahasia besar terungkap, hingga membuat Sakha mengambil tindakan n...