"Daftar namanya udah disetor Noah, ada nama lo di sana." Amelia mengunyah bakso sambil membaca sesuatu di balik ponselnya.
"Serius?" Tika menatap Yura di hadapannya dengan takjub. "Asik!"
"Kenapa lo ambil?" Erik menatap Yura dengan penuh tanda tanya. Bukankah Erik sudah memberitahu tentang gosip yang beredar?
"Gue nggak bisa nolak." Yura berhenti menuang sambal di kuah baksonya. "Noah ternyata tetangga baru gue."
"What?!" Amelia tentu saja yang paling terkejut. Ponselnya dia taruh dengan kencang. "Gimana-gimana? Bukannya lo tinggal di kos-kosan ya?"
"Avera Hill!" seru Tika.
"Iya, Noah tinggal di sana, kamarnya di depan kamar gue." Yura kembali menaruh sesendok sambal ke mangkuknya. "Gue pasti ketemu mulu sama dia, kalau nolak nggak enak."
"Njir, nerima jabatan karena nggak enak!" Tika bertepuk tangan dan kembali menyuap baksonya. "Tapi beneran dia tinggal di sana? Nggak dimarain bokapnya apa?"
Yura mengedikan bahu dan menikmati bakso. Lidahnya mencecap, seperti ada yang kurang dari kuah miliknya dan Yura menambahkan sedikit garam yang tersedia di meja.
Amelia melihat hal tersebut ikut merasakan kuah milik Yura. "Enak, serius lebih enak dari kuah gue, lo pasti jago masak."
Tika dan Erik mengikuti gerakan Amelia. Keduanya setuju akan pendapat ketua MPK tersebut. "Kita main dong ke tempat lo Yura!"
"Boleh!"
"Nanti masakin kita, ya?" Tika tersenyum lebar. "Lo biasanya masak apa?"
"Sebenernya gue lebih suka bikin kue dari pada makanan berat." Yura tersenyum simpul.
"Ih, itu si Amelia bapaknya punya pabrik kue kering!" Erik terlihat sedang berpikir. "Apa Mel namanya? Aduh, padahal dah terkenal itu."
"Udah deh, nggak usah mention-mention orangtua gue! Privasi!" Amelia mendengus sambil kembali memakan baksonya.
"Dih, ngapa sih gitu aja sewot, lagian semua orang juga tahu siapa bokap lo!" Tika ikut menimpali. "Sekali-sekali kek kasih kita kue gratis!"
"Iya, huuhuu dasar pelit! Bilangin Mama, nih!!" Erik ikut mencibir dengan nada bercanda.
Ketiganya pun tertawa riang, hanya saja Yura merasa kurang nyaman. Dia memperhatikan Amelia yang masih bercanda bersama dua teman lainnya. Senyum tipis muncul dan Yura berusaha untuk ikut ke dalam pembicaraan teman-temannya.
"Lo suka dia, ya?" Naomi duduk di sebelah Noah sambil memainkan rambut panjangnya. "Cantik, sih tapi Gista gimana?"
Noah bersama calon anggota OSIS duduk di bangku kantin yang tidak jauh dari Yura dan teman-temannya. Sedari tadi Noah terus memperhatikan Yura tanpa henti. Bukan hanya Naomi, beberapa anak lainnya merasakan hal yang sama akan gerak-gerik Noah.
Laki-laki tersebut menoleh pada Naomi dan tersenyum. "Gista baik-baik aja."
"Oke, bukan urusan gue, sih!" Naomi menarik ponselnya dan melihat beberapa pesan masuk. Naomi menjadi kandidat bendahara OSIS, karena sangat pandai mengelola keuangan. Apalagi dia memiliki bisnis sampingan yang berjalan di Tanuharja. "Serum pemutih sold out!"
Noah menatap Valdo yang sibuk makan dengan lahap. "Valdo?"
"Wut?" tanya Valdo tanpa menoleh ke arah Noah.
"Tolong tukar tempat duduk lo sama Heksa, gue mau ngobrol soal OSIS sama dia," tutur Noah yang langsung dilaksanakan oleh Valdo.
Tanuharja alias kakek buyut dari Noah menulis sebuah buku yang cukup filosofis, Amelia memilikinya dalam bentuk fisik maupun digital. Dia menunjukan pada tiga orang temannya sebuah potongan kata-kata yang menurutnya sangat bagus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hideaway
Novela JuvenilYura murid pindahan di SMA Tanuharja. Kabar baiknya Yura mendapat tawaran menjadi sekretaris OSIS, posisi yang sangat bagus untuk mendapat nilai tambahan. Kabar buruknya, Yura telah dikutuk. Orang-orang yang dekat dengannya perlahan mendapat musibah...