5

8 6 0
                                    

"Oom Yusuf!" Yura amat sangat bahagia berhasil menemukan sosok laki-laki berumur empat puluh tahunan dengan rambut ikal dan janggut yang tumbuh rapi.

Yusuf menoleh dan segera memeluk tubuh Yura yang masih terbalut seragam sekolahnya. Kali ini Yusuf menemui Yura di Cafe Manggala yang sangat terkenal di kota ini. Selain itu, Yusuf tidak bisa mengunjungi Yura di unitnya karena membawa seseorang yang akhir-akhir ini selalu bekerja bersamanya.

"Hallo, Yura!" Sosok laki-laki tinggi memakai jaket kulit melambaikan tangannya pada Yura.

Tentu saja Yura menatap heran pada laki-laki tersebut. Jika diperhatikan umur laki-laki tersebut berumur dua puluh lima, mungkin lebih atau kurang. Yura tersenyum dan balas melambaikan tangannya. "Hai, Oom!"

Laki-laki tersebut menyentuh dadanya. "Kenapa panggil Oom, panggil kakak aja ya, Kak Airlangga!"

"Oke, Kak Airlangga!"

Yusuf memperhatikan penyidik muda tersebut dengan suram. Dia berdeham dan menarik Yura agar duduk di bangku sebelahnya. Sebuah bingkisan yang sebelumnya Yusuf beli segera diberikan pada Yura. "Sepatu baru!"

"Eh, Oom sepatu Yura masih bagus loh!" Yura tampak enggan menerima sepatu tersebut. Dia merasa tidak enak sudah merepotkan pamannya berkali-kali.

"Ambil, ya. Teman-teman kamu pasti sepatunya ganti-ganti, masa kamu pakai sepatu itu terus?" Yusuf kali ini tidak ingin dibantah.

"Makasih, Oom!" Yura kembali memeluk Yusuf dan teringat sesuatu. "Tante nggak ikut, Oom?"

"Tante lagi di salon!" Airlangga tiba-tiba menimpali, karena dia menguping pembicaraan Yusuf dengan istrinya sebelum bertemu Yura tadi. Dia terkikik geli sendiri.

Yusuf mendengus. "Iya Yura, tante kamu lagi di salon dan saya tidak mau kasih tahu alamat kamu ke dia, bisa-bisa kamu nanti tidak nyaman."

Hanya mengangguk saya, Yura sebenarnya setuju akan keputusan Yusuf. Entahlah, istri Yusuf seakan tidak menyukai keberadaan Yura, apalagi sebelum pindah ke kota ini, Yura tinggal bersama suami-istri tersebut. Hampir setiap hari Yura melakukan pekerjaan rumah, memasak, setelah pulang sekolah. Yura jadi kesulitan untuk fokus belajar dan nilainya sempat menurun karena Yura kelelahan saat mengerjakan soal ujian. Yusuf akhirnya membuat keputusan untuk memisahkan Yura dari istrinya ketika dia berpindah tempat kerja.

"Yura kamu tuh mirip artis, deh!" Airlangga tiba-tiba memecah pembicaraan. "Mirip artis Jepang!"

"Artis Jepang?" Yura memiringkan kepalanya.

Yusuf yang mendengar pun segera memukul kepala Airlangga cukup kencang. "Jangan bercanda!"

Airlangga mengelus kepalanya dan mengerling pada Yura. "Oom kamu nggak asik!!"

Yura tertawa, ternyata Airlangga sangat humoris. Tidak menyangka Yusuf akan memiliki rekan kerja yang usianya mungkin hampir setengah dari usia Yusuf. Yura kemudian melihat bingkisan di hadapan Yusuf yang spertinya berisi makanan.

"Oh, ini buat kamu!" Bukan hanya Yusuf, ternyata Airlangga membawa sesuatu untuk Yura. "Kue kaleng kesukaan Kak Airlangga!"

Penyidik muda tersebut menarik sebuah kaleng dan membukanya. Dia menjulurkan kaleng tersebut pada Yura. "Ayo, makan! Enak tahu! Yang nemuin resepnya memang keren!"

Yura terdiam meperhatikan kaleng di tangan Airlangga dan menggeleng.

"Eh, kenapa?" Airlangga mencomot satu dan memakannya dengan lahap.

Yura tersenyum dan menunjuk sebuah tanda di salah satu dinding cafe. "Dilarang membawa makanan dari luar!"

Seseorang muncul membawa nampan dengan tiga minuman berbeda. Dia seorang perempuan cantik memakai apron berwarna cokelat muda. Senyum tipis terukir setelah menaruh minuman tersebut dan menatap pada kaleng di tangan Airlangga.

HideawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang