1

57K 187 0
                                    

Namaku Putri, seorang perempuan muda yang kini tinggal berdua dengan kakekku. Kami hanyalah orang pinggiran yang bergelimang kemiskinan. Kakek hanya seorang kuli serabutan, namun sekarang sudah tidak bisa mencari nafkah lagi karena ditabrak saat menyeberang jalan.

Malang tak dapat ditolak. Sekarang dia hanya bisa terkapar lemah di dipan yang lusuh. Aku menatap iba ke arah kakek yang tampak lahap memakan nasi dan lauk seadanya.

Aku merenung sambil menatap panci nasi yang kosong. Lapar yang aku rasakan seakan menguap karena tidak ada lagi makanan yang tersisa.

“Nak.. Uangnya masih ada? Maaf mbah ga bisa apa-apa sekarang”

Ucapannya membuatku tersadar dari lamunan. Memang benar, saat ini sudah tidak ada uang yang tersisa. Keluarga ini sudah lumpuh, tidak ada penghasilan masuk karena hanya kakek yang menjadi pencari nafkah selama ini.

“Eh.. Iya mbah. Uang santunan dari ibu yang nabrak kemarin sudah habis” ujarku sambil membereskan piring bekas makan mbah.

Aku mengambil sedikit bulir-bulir nasi yang tersisa, memakannya satu per satu. Semoga itu bisa menahan rasa lapar yang tidak bisa aku adukan ke kakek. Aku lihat pria tua itu menatapku iba, mungkin dia tahu aku kelaparan, tapi tidak berbuat apa-apa.

“Nduk.. Coba hubungi lagi ibu itu. Siapa namanya, Ibu Rani yah” kata kakekku lesu. Sepertinya dia malu meminta-minta, tetapi kondisi saat ini sudah tidak memungkinkan karena tidak ada lagi penghasilan.

“Iya mbah. Nanti aku hubungi. Sekarang mbah istirahat dulu biar ga tambah pusing”

Sebelum kakek ditabrak, aku sempat jadi tukang cuci di beberapa rumah elit tidak jauh dari tempatku. Namun kondisi kakek yang lumpuh membuatku harus ada di dekatnya sepanjang hari.

Setelah memastikan kakek beristirahat, aku mulai memikirkan cara untuk mencari uang. Aku bisa saja kembali menjadi tukang cuci, namun aku takut terjerumus dalam jurang kenikmatan.

Pengalaman ini terjadi sewaktu aku mencuci di rumah majikan terakhirku. Saat itu aku mengenakan baju yang cukup sempit sehingga memperlihatkan lekuk tubuhku dengan lingkar dada yang rendah.

Pakaianku basah karena cipratan cucian sehingga tubuhku menerawang. Kupikir saat itu hanya mencuci, ya ku pakai saja baju seadanya.

Penampilanku ini sepertinya membuat majikanku tertarik. Dia kerap mengajakku ngobrol sambil mencuci, sementara dia melakukan apapun di dekatku, seperti meletakkan pakaian kotor atau sekadar duduk sambil menyeruput kopi di bangku plastik dekat area mencuci.

Aku tidak mungkin mengusir majikanku sendiri meskipun aku risih dengan cara dia memandangku. Punggungku terasa geli dan tidak nyaman karena dia duduk tepat di belakangku.

Beberapa kali aku harus membenarkan baju dan celanaku yang melorot dan mempertontonkan punggung hingga celana dalamku. Namun, lama kelamaan rasa malu itu berubah menjadi sensasi aneh yang membuatku candu.

Ada rasa geli dan panas di daerah perut bagian bawahku jika dia menghampiri dan duduk memperhatikanku. Bahkan, rasa geli dan panas itu semakin nikmat saat aku  memamerkan tubuh ini lebih terbuka.

Aku ingin merasakan lebih, bahkan jika harus mengabaikan rasa malu. Aku juga tidak ragu mencuci sambil ngobrol dengan posisi menghadap tempat dia duduk.

Aku yakin, dia pasti bisa melihat belahan gunung kembarku karena kaos yang kupakai selalu berkerah rendah. Bahkan sesekali aku pura-pura ngulet, merenggangkan tubuh dengan mengangkat tanganku setinggi-tingginya sehingga perutku yang putih mulus terlihat.

Majikanku juga tampak menikmatinya. Matanya menatap lekat-lekat dan hampir tidak berkedip jika aku mulai beraksi. Bahkan, sesekali dia curi-curi kesempatan mencolek bahkan mencubit pinggangku saat melewatiku.

Buruh NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang