4

34.7K 103 1
                                    

Perjalanan pulang ke rumah terasa sangat ringan. Bahkan aku menyapa dua satpam yang tadinya mengerjaiku saat memasuki perumahan ini. Mereka saling bertatapan bingung melihatku yang ceria.

“Bapak mau periksa saya lagi? Besok saja ya kalau saya ke sini” ujarku sambil menjulurkan lidah.

“Emang Mba nya bakal ke sini lagi? Hayu sini cerita di pos dulu mba” ujar salah satu petugas keamanan sambil memanggilku. Sepertinya mereka masih penasaran dengan tubuhku.

Aku berdiri bimbang di seberang pos, antara ikut kemauan mereka atau berlalu pulang. Mereka juga tampak menunggu sabar sambil duduk menjaga portal. Beberapa mobil tampak datang dan pergi setelah salah satu penjaga membukakan portal.

Hmm.. sepertinya tidak ada salahnya untuk berbincang dengan mereka. Toh aku bisa masuk juga karena persetujuan dari bapak-bapak ini, meskipun tangan mereka jahil. Tapi aku harus pastikan mereka tidak maca-macam.

“Tapi ngobrol di luar ya pak. Jangan di dalam pos”

“Iyaa. Sini saja kita ngobrol-ngobrol, kapan lagi ada neng cantik yang nemenin kami” ujar salah satu satpam sambil membawa kursi dari dalam pos pengamanan.

Aku didudukkan di antara mereka. Duduk kami sangat rapat sekali sehingga bahu kami seling beradu. Padahal masih banyak ruang duduk yang bisa mereka geser. Tapi aku tidak mempermasalahkan itu.

Biarkan saja mereka mau melakukan apa, asal tidak macam-macam seperti tadi. Bahkan aku merasakan dua satpam bernama Yanto dan Kardi seperti mencuri-curi kesempatan untuk menyentuh pinggangku.

Aku menanggapi pertanyaan mereka sambil menahan geli. Sesekali bibirku kugigit dan suara yang keluar dari bibirku mulai serak-serak basah karena sentuhan itu kembali membuatku melayang.

“Aduh pak, geli.. jangan colek-colek dong” aku mencoba menepis tangan mereka yang semakin intens menyentuhku. Mereka lalu berhenti dan tertawa.

“Kamu juga keenakan toh” ujar Pak Kardi sambil mencubit pinggangku agak keras.

“Pakk.. sakitt..” aku meringis. Cubitan itu nyeri sekali karena tangan kasarnya langsung menyentuh kulitku. Aku menepis tangannya sambil mengusap-usap permukaan kulit pinggangku yang tersingkap.

Tawa mereka perlahan lenyap setelah ada telepon dari dalam pos. Yanto beranjak dari tempat duduknya, sementara Kardi berjaga sambil melirik ke arah tubuhku. Sepertinya dia gemas sekali melihat lekuk tubuh yang hanya dibalut kaos tipis dan ketat ini.

“Mba, dipanggil lagi sama Bu Rani. Katanya penting” kata Pak Kardi yang sontak mengagetkanku. Apakah ada kesalahanku yang membuatku dipanggil lagi?

Aku menjadi resah dan bergegas kembali ke rumah. Di sana, ternyata Bu Rani sudah bersiap di dalam mobil dan mengajakku untuk masuk ke mobil itu.

“Ayo Put, Ikut ibu. Ada keperluan penting dan kamu harus ikut”

“I-iya bu” aku bergegas menuju mobil itu.

Klap

Suara pintu mobil yang tertutup itu sangat halus, kedap. Berbeda dengan angkot yang sering kunaiki jika duduk di sebelah kemudi. Suaranya keras seakan membanting kaleng kerupuk.

“Sudah, kita berangkat ya, tidak ada yang ketinggalan, kan?”

“Iya bu”

Mobil melaju pelan setelah Mbok Marni memencet tombol pagar. Dia lalu melambaikan tangan ke arah mobil dan dibalas lambaian Bu Rani dari dalam kabin.

“Pasang dulu sabuk pengamanmu”
Klik

“Sudah bu”

Sambil memacu kendaraannya, Bu Rani mulai menceritakan tujuannya mengajakku ke salah satu pabrik milik orang tuanya. Ternyata di sana kekurangan tenaga administrasi dan asisten kepala pabrik karena pegawai sebelumnya mengundurkan diri.

Buruh NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang